yang telah diberikan kepadanya. Akan tetapi Ramadhan tidak membalas dan dengan ikhlas memaafkan kesalahan Ustadz Athar. Hal ini sesuai
dengan firman Allah dalam surat Al-Israa’ ayat 23:
ْوَأ ﺎَﻤُھُﺪَﺣَأ َﺮَﺒِﻜْﻟا َكَﺪْﻨِﻋ ﱠﻦَﻐُﻠْﺒَﯾ ﺎﱠﻣِإ ۚ ﺎًﻧﺎَﺴْﺣِإ ِﻦْﯾَﺪِﻟاَﻮْﻟﺎِﺑَو ُهﺎﱠﯾِإ ﱠﻻِإ اوُﺪُﺒْﻌَﺗ ﱠﻻَأ َﻚﱡﺑَر ٰﻰَﻀَﻗَو ﺎًﻤﯾِﺮَﻛ ًﻻْﻮَﻗ ﺎَﻤُﮭَﻟ ْﻞُﻗَو ﺎَﻤُھْﺮَﮭْﻨَﺗ َﻻَو ﱟفُأ ﺎَﻤُﮭَﻟ ْﻞُﻘَﺗ َﻼَﻓ ﺎَﻤُھ َﻼِﻛ
Artinya: “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu
bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka
sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ah dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka
perkataan yang mulia.”
3
Dalam ayat tersebut dijelaskan larangan untuk mengatakan “ah”, membentak, dan perintah mengucapkan perkataan yang mulia terhadap
orangtua. Berkata “ah” saja tidak boleh, apalagi sampai menyakiti orangtua lebih dari itu.
4. Hak Orangtua Atas Harta Anak
Pada scene “Kontrak Akhirat” Ramadhan dengan Umi, mengandung pesan hak orangtua atas harta anaknya. Ramadhan yang memberikan
sebagian honor hasil ceramahnya kepada Umi menggambarkan ketulusan seorang anak untuk memberi hartanya kepada orangtuanya. Hal ini sesuai
dengan Hadist Nabi:
نأ ﺪﯾﺮﯾ ﻲﺑأ نإو .اﺪﻟوو ﻻﺎﻣ ﻲﻟ نإ ﷲ لﻮﺳر ﺎﯾ لﺎﻗ ﻼﺟر نأ ﷲ ﺪﺒﻋ ﻦﺑ ﺮﺑﺎﺟ ﻦﻋ ﻚﯿﺑﻷ ﻚﻟﺎﻣو ﺖﻧأ :لﺎﻘﻓ .ﻲﻟﺎﻣ حﺎﺘﺠﯾ
3
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta: PT Syamil Cipta Media, 2005, h.284
Artinya: “Dari Jabir bin Abdillah, ada seorang berkata kepada Rasulullah, “Ya Rasulullah, sesungguhnya aku memiliki harta dan anak
namun ayahku ingin mengambil habis hartaku.” Rasulullah bersabda, “Engkau dan semua hartamu adalah milik ayahmu.” HR. Ibnu Majah,
no. 2291, dinilai sahih oleh Al-Albani.
4
C. Interpretasi Peneliti
Pesan utama yang coba disampaikan oleh film ini adalah tentang bagaimana pentingnya berbakti kepada orangtua. Dilihat dari awal
narasinya, film ini seolah menyinggung fenomena yang marak terjadi di masyarakat mengenai orangtua yang sering terabaikan. Hal ini terlihat di
awal film yang menunjukkan narasi: “Ini kisah tentang surga... Surga yang bisa kita gapai dengan jemari... tapi, mengapa kita sibuk mengejar yang
jauh?”. Konotasi surga yang bisa digapai dengan jemari adalah surga yang
bisa didapatkan dengan berbakti kepada orangtua. Penggunaan majas “bisa digapai dengan jemari” memiliki makna berbakti kepada orangtua
merupakan hal yang amat mudah dilakukan, sedangkan konotasi “tapi, mengapa kita sibuk mengejar yang jauh” adalah mengapa kita
menyepelekan berbakti kepada orangtua dan mementingkan amalan- amalan yang lain untuk mengejar surga Allah S.W.T.
Hal ini juga dapat dilihat dari judul film ini sendiri. “Ada Surga di Rumahmu” merupakan suatu pesan bahwa sesungguhnya surga yang
begitu banyak manusia idam-idamkan berada sangat dekat dengan diri kita sendiri. Pemilihan kata “Rumahmu” seolah memnggambarkan kedekatan
4
Komunitas Pengusaha Muslim, Harta Anak Itu Milik Orangtua, artikel diakses pada 13 Januari 2016 dari https:pengusahamuslim.com2656-harta-anak-itu-1414.html
dengan diri. Sedangkan konteks surga dalam film ini adalah orangtua yang merupakan pemegang kunci surga.
Jika dilihat dari kontennya, film ini berusaha mempresentasikan makna Birrul Walidain menjadi suatu amalan penting yang akan
mempengaruhi kebaikan dan jalan hidup seseorang. Dalam film ini juga menggambarkan berbagai sikap bagaimana seharusnya seorang anak
memperlakukan orangtuanya dengan kebaikan, kesabaran, kepatuhan, kesantunan, kebaktian, dan senantiasa meminta ridho orangtua untuk
berbagai hal yang akan dikerjakan dalam hidup. Menurut peneliti, secara keseluruhan film ini berhasil membangun
pesan dengan baik secara denotatif maupun konotatif mengenai makna Birrul Walidain itu sendiri. Hal ini terlihat dari penanda dan pertanda yang
terdapat di dalam berbagai scene di dalam film ini. Sebagai contoh saat adegan percakapan Ramadhan dengan seorang anak yatim piatu. Raut
wajah yang sedih, suara tangisan yang terisak-isak, dan aliran air mata menjadi suatu penanda dari pertanda kesedihan, penyesalan, dan duka
yang mendalam kepada almarhum orangtuanya. Yang secara konotatif adalah sebuah pesan kepada penonton untuk berbakti kepada orangtua
sebelum ajal menjemput. Berbagai penanda dan pertanda yang cukup jelas yang telah
disajikan cukup baik oleh sutradara membuat penonton bisa mencerna representasi makna yang ingin disampaikan baik secara denotatif maupun
konotatif. Dan hasil dari penelitian ini merupakan temuan-temuan yang
selaras dengan teori semiotika Roland Barthes yang digunakan untuk membedah penelitian ini.
Adapun interpretasi adegan utama pada penelitian kali ini adalah terletak pada Hadist Nabi sebagai berikut:
ﺎَﺿِر ِﱠ َﷲ
ﻲِﻓ ﺎَﺿِر
, ِﻦْﯾَﺪِﻟاَﻮْﻟَا
ُﻂَﺨَﺳَو ِﱠ َﷲ
ﻲِﻓ ِﻂَﺨَﺳ
ِﻦْﯾَﺪِﻟاَﻮْﻟَا
“Ridho Allah terdapat di dalam ridho orangtua, dan kemurkaan Allah berada di dalam murka orangtua.”
5
Hadits di atas merupakan penegasan betapa pentingnya ridho
orangtua. Sebagaimana yang dijelaskan dalam Hadist tersebut bahwa ridho dan murka orangtua juga merupakan ridho dan murka Allah. Dalam film
ini, sutradara sebisa mungkin mencoba membangun pesan pentingnya ridho orangtua. Sehingga kita bisa mengambil hikmah bahwasanya ridho
orangtua merupakan suatu hal yang amat sangat berpengaruh dalam kehidupan kita. Untuk mendapatkan ridho Allah, maka sudah semestinya
kita mendapatkan ridho dari orangtua kita terlebih dahulu.
5
Suara-Islam.com, “Takhrij Hadits Ridha Allah Tergantung Ridha Orangtua”, artikel diakses pad 13 Januari 2016 dari http:m.suara-islam.commobiledetail6231-Takhrij-Hadits-
Ridha-Allah-Tergantung-Ridha-Orang-Tua