Dalam film, ada pesan-pesan tertentu yang ingin disampaikan. Film berupaya menggambarkan mengenai suatu hal tertentu dalam
kehidupan sehari-hari kepada para penontonnya. Inilah upaya representasi dalam film yang ingin menyampaikan suatu nilai atau ideologi tertentu
melalui adegan-adegan dan dialog-dialog yang ada didalamnya.
6. Film Sebagai Media Dakwah
Media ialah alat atau wahana yang digunakan untuk memindahkan pesan dari sumber kepada penerima. untuk itu komunikasi bermedia
mediated communication adalah komunikasi yang menggunakan saluran atau sarana untuk meneruskan suatu pesan kepada komunikan yang jauh
tempatnya, dan atau banyak jumlahnya. Komunikasi bermedia di sebut juga dengan komunikasi tak langsung indirect communication dan
sebagai konsekuensinya arus balik pun tidak terjadi pada saat komunikasi dilancarkan.
31
Sedangkan secara etimologis, kata “dakwah” berasal dari Bahasa Arab, yakni berasal dari kata “da’a – yad’u – da’watan” yang berarti
seruan, ajakan, dan panggilan. Sementara itu, secara terminologis kata dakwah sangat beragam definisinya. Namun bisa disimpulkan bakwah
dakwah adalah sebuah proses atau kegiatan menyeru, mengajak – bisa juga diartikan dengan mengingatkan – dan menyebarluaskan ajaran agama
Islam kepada seluruh umat manusia demi keselamatan dan kebahagiaannya di dunia dan akhirat. Dakwah dilakukan secara sadar,
31
Wahyu Ilaihi, Komunikasi Dakwah, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010, h. 104
sistematis, dan terarah oleh pelakunya, baik secara individual maupun kolektif.
32
Media komunikasi dakwah banyak sekali jumlahnya mulai yang tradisional sampai yang modern misalnya kentongan, beduk, pagelaran
kesenian, surat kabar, papan pengumuman, majalah, film, radio, dan televisi. Dari semua itu, pada umumnya dapat diklasifikasikan sebagai
media tulisan atau cetak, visual, aural, dan audiovisual. Untuk mendapatkan sasaran dalam komunikasi dakwah, dengan memilih salah
satu atau gabungan dari beberapa media, bergantung pada tujuan yang akan dicapai, pesan dakwah yang akan disampaikan serta teknik dakwah
yang akan digunakan.
33
Pada masa kehidupan Nabi Muhammad saw, media yang paling banyak digunakan adalah media auditif, yakni menyampaikan dakwah
dengan lisan. Namun tidak boleh dilupakan bahwa sikap dan perilaku Nabi juga merupakan media dakwah secara visual yaitu dapat dilihat dan ditiru
oleh objek dakwah. Sejarah dakwah kemudian mencatat bukan hanya perkembangan materi dan objek dakwah, melainkan juga mencari media-
media dakwah yang efektif. Ada berupa media visual, auditif, audiovisual, buku, radio, televisi, drama dan sebagainya.
34
Termasuk juga internet dan film.
Perbedaan yang mencolok dari model dakwah saat ini jika dibandingkan dengan model dakwah masa sebelumnya adalah pada
32
Zaenal Arifin, Dakwah melalui Film dan Sinetron, Yogyakarta: STAIN Purwokerto Press dan Unggun Religi, 2006, h.39-43
33
Wahyu Ilaihi, Komunikasi Dakwah, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010, h. 104
34
Wafyah dan Awaludin Pimay, Sejarah Dakwah, Cet. I, Semarang: RaSAIL, 2005, h. 13
metode dan media yang digunakannya. Kalau dulu, dakwah hanya dilakukan dengan komunikasi verbal, yakni model ceramah di podium
atau majelis taklim yang bersifat komunal saja. Akan tetapi, sekarang dakwah sudah dapat dilakukan dengan menggunakan media yang berbasis
teknologi canggih atau media massa, baik media cetak yang berupa tulisan maupun dengan media elektronik. Hal ini, seperti model ceramah atau
dialog interaktif yang dilakukan melalui radio dan stasiun televisi, atau bahkan hanya lewat sebuah tayangan sinetron dan film-film yang diputar
di gedung-gedung pertunjukkan atau bioskop.
35
Menurut Ali Aziz, Film, secara psikologis memiliki kecendrungan yang unik dalam menyajikan pesan dalam menerangkan hal-hal yang
masih samar, mengurangi keraguan dan lebih mudah untuk diingat.
36
Kekuatan dan kemampuan film menjangkau banyak segmen sosial, lantas membuat para ahli beranggapan bahwa film memiliki potensi untuk
mempengaruhi khalayaknya. Dalam banyak penelitian tentang dampak film terhadap masyarakat, hubungan antara film dan masyarakat selalu
dipahami secara linear. Artinya, film selalu mempengaruhi dan membentuk masyarakat berdasarkan muatan pesan massage di baliknya,
tanpa pernah berlaku sebaliknya. Kritik yang muncul terhadap prespektif ini didasarkan atas argumen bahwa film adalah potret masyarakat di mana
film itu dibuat. Film selalu merekam realitas yang tumbuh dan
35
Zaenal Arifin, Dakwah melalui Film dan Sinetron, Yogyakarta: STAIN Purwokerto Press dan Unggun Religi, 2006, h.69
36
Wahyu Ilaihi, Komunikasi Dakwah, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010, h. 104