Kewajiban Dokter Hak Pasien dan Kewajiban Dokter

3. Ketelitian yang umum. Penjelasan Pasal 50 Undang-Undang Praktik Kedokteran menerangkan bahwa standar profesi medis adalah batasan kemampuan knowledge, skill, and professional attitude minimal yang harus dikuasai oleh seorang individu untuk dapat melakukan kegiatan profesionalnya pada masyarakat secara mandiri yang dibuat oleh organisasi profesi. Leenen menjelaskan tentang standar profesi kedokteran sebagai berikut : 1. Berbuat secara telilitseksama; 2. Sesuai ukuran ilmu medis; 3. Kemampuan rata-rata dibanding kategori keahian medis yang sama; 4. Situasi dan kondisi yang sama; 5. Sarana upaya yang sebanding dengan tujuan konkrit tindakan perbuatan tersebut. 12 Disamping standar profesi yang harus diturut dokter dalam memberikan pelayanan kesehatan, Pasal 50 Undang-Undang Praktik Kedokteran juga menyebutkan standar prosedur operasional. Pengertian standar prosedur operasional adalah suatu perangkat instruksilangkah- langkah yang dibakukan untuk menyelesaikan suatu proses kerja rutin tertentu. Standar prosedur operasional memberikan langkah yang benar dan terbaik berdasarkan konsensus bersama untuk melaksanakan berbagai kegiatan dan fungsi pelayanan yang dibuat oleh sarana pelayanan 12 Budiya to, “ta dar Profesi , Artikel diakses pada 4 Juli 6 dari https:budi399.wordpress.com20101122standar-profesi kesehatan hospital berdasarkan standar profesi. 13

E. Informed Consent

Informed consent adalah suatu proses yang menunjukkan komunikasi yang efektif antara dokter dengan pasien, dan bertemunya pemikiran tentang apa yang akan dan apa yang tidak akan dilakukan terhadap pasien. 14 Informed consent sangatlah penting mengingat tidak ada yang dapat menduga hasil akhir dari pelayanan kedokteran. Dalam informed consent, dokter menjelaskan mengenai diagnosis penyakit pasien, terapi yang akan di lakukan serta risiko-risikonya. Pasien secara bebas dapat menolak atau menyetujui terapi tersebut. Dengan persetujuan informed consent oleh pasien secara tidak langsung telah memberikan persetujuan kepada dokter untuk dilakukan terapi kedokteran dengan segala risikonya. Apabila dalam terapi kedokteran tersebut menimbulkan kerugian kepada pasien seperti luka, cacat dan meninggal maka dokter tidak dapat dituntut selama memenuhi standar profesi dan standar prosedur karena termasuk dalam kategori risiko medis. Informasi dan penjelasan dalam informed consent dianggap cukup, apabila telah mencakup beberapa hal dibawah ini, yaitu : 15 1. Tujuan dan prospek keberhasilan tindakan medis yang akan dilakukan; 13 Adami Chazawi, Malapraktik Kedokteran, Malang: Bayumedia Publishing, 2007, h. 35 14 Budi Sampurna, dkk, Bioetik dan Hukum Kedokteran, Jakarta: Pustaka Dwipar, 2007, h. 79 15 Sri Siswati, Etika dan Hukum Kesehatan, Depok: PT RajaGrafindo Persada, 2013, h. 99 2. Tata cara tindakan medis yang akan dilakukan; 3. Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi; 4. Alternatif tindakan medis lain yang tersedia serta risikonya masing- masing; 5. Prognosis penyakit apabila tindakan medis tersebut dilakukan; 6. Diagnosis. Undang-Undang Praktik Kedokteran menentukan persetujuan pasien dapat diberikan secara tertulis atau lisan, namun dalam praktik informed consent dapat dilakukan secara diam, sikap pasrah. 16 Persetujuan tertulis menjadi mutlak terhadap praktik kedokteran yang memiliki risiko tinggi. Namun, dalam kondisi tertentu seperti keadaan darurat, pasien tidak sadarkan diri dan dibawah pengampuan maka persetujuannya dapat ditunda sampai pasien sadar atau meminta persetujuan kepada keluarga pasien.

F. Transaksi Terapeutik

Menurut seorang pakar hukum H.H. Koeswadji, transaksi terapeutik adalah perjanjian verbintenis untuk mencari atau menentukan terapi yang paling tepat bagi pasien oleh dokter dan tenaga kesehatan. Sedangkan menurut Veronica Komalawati, transaksi terapeutik adalah hubungan hukum antara dokter dan pasien dalam pelayanan medis secara profesional didasarkan kompetensi yang sesuai dengan keahlian dan 16 Veronika Komalawati, Peranan Informed Consent dalam Transaksi Terapeutik, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2002, h.110

Dokumen yang terkait

Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Orang yang Dengan Sengaja Tidak Melaporkan Adanya Tindak Pidana Menguasai Narkotika (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 409/Pid.B/2014/PN.Mdn.)

2 54 90

Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Tindak Pidana Pencabulan (Analisis Yuridis Putusan Pengadilan Negeri Boyolali No. 142/Pid.Sus/2011/Pn-Bi)

5 92 87

Peranan Dokter Dalam Pembuktian Perkara Pidana (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan)

1 57 110

Penegakan Hukum Terhadap Oknum Polri Sebagai Pelaku Tindak Pidana Narkotika (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 479/Pid.B/2011/Pn.Mdn)

1 50 102

Penerapan Hukum Dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika (Analisis Terhadap Beberapa Putusan Hakim di Pengadilan Negeri Medan)

0 47 117

Pertanggungjawaban Pidana Dokter (Studi Putusan Makamah Agaung Nomor 365 K/Pid/2012)

4 78 145

Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Merek Dagang Asing di Indonesia (Analisis Putusan Pengadilan Niaga Nomor:69/PDT.SUS/Merek/2013/PN.Niaga.Jkt.Pst.)

1 16 0

Hak-Hak Isteri Pasca Cerai Talak Raj'i (Analisis Perbandingan Antara Putusan Pengadilan Agama Tuban Nomor 1781/Pdt.G/2014/PA.Tbn dengan Putusan Pengadilan Agama Bojonegoro Nomor 154/Pdt.G/2014/PA.Bjn)

0 32 143

Analisis Putusan Pengadilan Tentang Perbuatan Melawan Hukum dan Wanprestasi (Studi Kasus Putusan Nomor 35/Pdt.G/2012/PN.YK dan Putusan Nomor 42/Pdt.G/2012/PN.YK)

1 9 63

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Perlindungan Anak Sebagai Korban Tindak Pidana Perdagangan Manusia (Trafficking) (Analisis Hukum Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Sibolga Nomor 03/Pid.B/2012/Pn.Sbg Dan Putusan Nomor 04/Pid.B/2012/Pn.Sbg)

0 1 27