terhadap pasien dan. bersedia untuk bertanggung jawab atas kematian pasien. Dalam pertemuan tersebut dr. Rana menawarkan kepada Penggugat
kompensasi sebesar Rp 50.000.000,00 lima puluh juta rupiah kepada keluarga pasien; Bahwa nilai kompensasi tersebut tidak dapat diterima oleh
keluarga pasien karena biaya yang sudah dikeluarkan selama pasien dirawat di RS Primier adalah sebesar Rp 235.000.000,00 Dua ratus tga puluh lima
juta rupiah. Setelah pertemuan tersebut, pihak keluarga pasien bermaksud untuk bertemu lagi dengan dr. Rana dan dr. Ade untuk menyampaikan
keberatan pihak keluarga sekaligus menyampaikan kekecewaan atas respon yang diberikan oleh pihak RS Primier. Namun ketika Erwina Indarti dan
Agung Prihasto Wibowo menghubungi RS Primier untuk membuat janji bertemu dengan dr. Rana dan dr. Ade teryeta tidak ada dokter RS Primier
yang bernama dr. Rana dan dr. Ade, baik yang bekerja. Hal ini membuktikan tidak adanya itikad baik dalam penyelesaian permasalahan ini.
Berdasarkan Rekomendasi Izin Praktik Tenaga Medis No. 02.02.12.021560912108.2012 tertanggal 3 Februari 2012 dan Rekomendasi
Izin Praktik No. 01.05.0.12.021550912108.2016 tertanggal 3 Februari 2012 yang masing-masing diterbitkan oleh Ikatan Dokter Indonesia Cabang Jakarta
Timur, diketahui bahwa izin praktik dokter Harmani Kalim berlaku sampai dengan 7 Agustus 2016. Mengacu pada ketentuan masa berlaku Surat Izin
Praktik yaitu 5 tahun, maka izin praktik Dokter Harmani Kalim seharusnya telah berakhir pada tanggal 7 Agustus 2011. Namun demikian, izin dokter
Harmani Kalim baru diperpanjang pada tanggal 3 Februari 2012. Dengan
demikian pada saat melakukan tindakan medis sampai dengan meninggalnya Almarhum pada tanggal 23 Desember 2011, Dokter Harmani Kalim telah
melakukan praktik kedokteran secara ilegal, memiliki izin praktik yang habis masanya. Oleh karena itu rumah sakit Primier Jatinegara dan Ramsay Health
Care Indonesia telah melakukan perbuatan melawan hukum karena dengan sengaja telah membiarkan dokter yang telah habis masa izin praktiknya untuk
melakukan praktik kedokteran di dalam lingkunga rumah sakit Primier Jatinegara.
B. Pertimbangan dan Putusan Hakim
1. Pertimbangan Hakim
Pertimbangan hakim merupakan salah satu aspek terpenting dalam menentukan terwujudnya nilai dari suatu putusan hakim yang
mengandung keadilan ex aequo et bono dan mengandung kepastian hukum, disamping itu juga mengandung manfaat bagi para pihak yang
bersangkutan sehingga pertimbangan hakim ini harus disikapi dengan teliti, baik, dan cermat.
1
Pada kasus ini Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur telah memberikan pertimbangan sebagai berikut:
a.
Bahwa sehubungan dengan materi eksepsi yang diajukan oleh para Tergugat, maka Majelis terlebih dahulu akan mempertimbangkan
materi eksepsi dari Tergugat III khususnya pada point 4 yang menyatakan gugatan Penggugat prematur karena untuk menilai
1
Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agama, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004, h.140
kelalaian seorang Dokter dalam praktik kedokteran dan Pelanggaran Kode etik adalah kewenangan dari Majelis Kehormatan Disiplin
Kedokteran Indonesia selanjutnya disebut sebagai “MKDKI”, sehingga seharusnya sebelum Penggugat mengajukan gugatan a quo,
Penggugat terlebih dahulu mengajukan laporan kepada MKDKI terlebih dahulu untuk dinilai apakah tindakan Tergugat III dalam
memberikan pelayanan medis terhadap almarhum Walujo Sedjati adalah merupakan kelalaian medis atau bukan;
b.
Bahwa menurut ketentuan Pasal 1 angka 5 Peraturan Konsil Nomor 4 Tahun 2011 tentang disiplin profesional dokter dan dokter gigi
ditentukan bahwa Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia MKDKI adalah merupakan lembaga yang berwenang
untuk menentukan ada tidaknya kesalahan yang dilakukan dokter dan dokter gigi dalam penerapan disiplin ilmu kedokteran dan
kedokteran gigi dan menetapan sanksi;
c.
Bahwa menurut ketentuan Pasal 3 ayat 2 Peraturan Konsil Nomor 4 Tahun 2011 ditentukan bahwa pelanggaran Disiplin Profesional
Dokter dan Dokter Gigi terdiri dari 28 bentuk, bentuk dari pelanggaran Disiplin Profesional Doter dan Dokter Gigi tersebut
antara lain berupa : a. Melakukan praktik kedokteran dengan tidak kompeten; b. Tidak merujuk pasien kepada dokter atau dokter gigi
lain yang memiliki kompetensi yang sesuai; c. Mendelegasikan pekerjaan kepada tenaga kesehatan tertentu yang tidak memiliki
kompetensi untuk melaksanakan pekerjaan tersebut; d. Tidak melakukan tindakanasuhan medis yang memadai pada situasi
tertentu yang dapat membahayakan pasien; e. Tidak memberikan penjelasan yang jujur, etis, dan memadai adequate information
kepada pasien atau keluarganya dalam melakukan praktik kedokteran; f. Melakukan tindakanasuhan medis tanpa memperoleh
persetujuan dari pasien atau keluarga terdekat, wali, atau pengampunya; g. Berpraktik dengan menggunakan surat tanda
registrasi, surat izin praktik, danatau sertifikasi kompetensi yang tidak sah atau berpraktik tanpa memiliki surat izin praktik sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia;
d.
Menimbang, bahwa sehubungan dengan hal tersebut maka sebelum Penggugat mengajukan gugatan terhadap Para Tergugat dalam
perkara a quo seharusnya Penggugat harus terlebih dahulu mengadukan kasus tersebut ke MKDKI untuk menilai apakah
tindakan Tergugat III telah lalai dalam memberikan pelayanan medis, maka materi eksepsi dari Tergugat III khususnya pada point 4
yang menyatakan gugatan Penggugat prematur menurut Majelis cukup beralasan dan oleh karena patut untuk dikabulkan;
e.
Menimbang, bahwa oleh karena materi eksepsi dari Tergugat III cukup beralasan dan patut untuk dikabulkan, maka Majelis tidak
perlu lagi mempertimbangkan pokok perkara dan provisi yang
diajukan oleh penggugat maupun rekonvensi yang diajukan para tergugat.
2. Putusan Hakim
1.
Dalam Eksepsi: a.
Mengabulkan Eksepsi dari Tergugat III; b.
Menyatakan gugatan Penggugat premature.
2.
Dalam provisi :
a.
Menyatakan tuntutan provisi dari Penggugat dinyatakan tidak dapat diterima.
3.
Dalam pokok perkara :
a.
Menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima Niet onvankelijk verklaard.
4.
Dalam konvensi :
a.
Menyatakan gugatan Penggugat dinyatakan tidak dapat diterima Niet onvankelijk verklaard.
5.
Dalam rekonvensi:
a.
Menyatakan gugatan Penggugat dalam .RekonpensiTergugat III dalam Konpensi tidak dapat diterima Niet onvankelijk verklard.
6.
Dalam konvensi dan rekonvensi:
a.
Menghukum Penggugat
dalam KonpensiTergugat
dalam Rekonpensi untuk membayar biaya perkara yang timbul dalam
perkara ini yang ditaksir sebesar Rp. 722.000,00 tujuh ratus dua puluh dua ribu rupiah.