43
BAB IV ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP
MALAPRAKTIK MEDIS Analisis Putusan Pengadilan Negeri Nomor 329 Pdt.G 2012 PN.Jkt.Tim
A. Posisi Kasus
Dalam putusan ini merupakan kasus antara Erwina Indarti dan Agung Prihasto Wibowo dalam hal ini sebagai penggugat selaku istri dan anak laki-
laki dari Almarhum Walujo Sedjati yang beralamat di Jl. Kayu Manis Barat Gg. K-1 No. 30 RT.010 RW.002, Kelurahan Kayu Manis, Kecamatan
Matraman, Jakarta Timur melawan 1. Rumah Sakit Primier Jatinegara dalam hal ini sebagai tergugat I yang beralamat di Jl. Raya Jatinegara Timur No.
85-87, Jakarta, 2. Ramsay Health Care Indonesia dalam hal ini sebagai tergugat II beralamat di RS. Primier Bintaro, Annex Building 5th Floor, Jl.
M.H. Thamrin No. 1 Sektor 7 Bintaro Jaya, Tangerang, dan 3. Prof. Harmani Kalim SpJpK, dalam hal ini sebagai tergugat III beralamat di Jl. Jatinegara
Timur No. 85-87, Jakarta. Almarhum Walujo Sedjati selanjutnya disebut sebagai “pasien”
datang ke Rumah Sakit Primier Jatinegara sel anjutnya disebut sebagai “RS
Pr imier” untuk melakukan Pemeriksaan UmumGeneral Check-up dan
setelah pemeriksaan dilakukan Prof. Harmani Kalim selanjutnya disebut sebagai “dokter” yang adalah dokter pada RS Primier menyarankan kepada
keluarga pasien agar terhadap pasien dilakukan kateterisasi untuk memeriksa adanya kelainan pembuluh darah pada jantung. Setelah tindakan kateterisasi
dilakukan dokter menjelaskan bahwa ada dua penyempitan pada pembuluh jantung. Atas dasar hal tersebut maka dokter menyarankan pemasangan ring
pada jantung pasien. Pada saat tindakan pemasangan ring, pasien hanya dibius secara lokal sehingga dapat mendengar dan mengetahui apa yang
terjadi di ruangan operasi. Setelah operasi selesai, pasien mengatakan kepada Erwina Indarti dan Agung Prihasto Wibowo bahwa pada saat pemasangan
ring salah satu pembuluh darah ada yang melengkung sehingga terjadi kesulitan dalam pemasangan ring tersebut yang mengakibatkan pemasangan
ring berlangsung lebih lama. Keesokan harinya pasien merasakan sakit di bagian dada merasakan sesak saat bernapas, yang kemudian disertai dengan
muntah. Setelah ditangani oleh beberapa dokter, pasien kemudian langsung dibawa kembali ke ruang ICCU intensive cardiac care unit untuk
diobservasi. Pasien mengalami serangananfal. Setelah kejadian ini dokter
menjelaskan kepada keluarga pasien bahwa terhadap pasien harus dipasangi Alat Pacu JantungTemporary Pace Makers selanjutnya disebut sebagai
“TPM” sebagai upaya untuk merangsang detak jantung dan dikenakan estimasi biaya sebesar Rp150.000.000,00 seratus lima puluh juta rupiah.
Setelah itu, dokter melakukan tindakan medis pemasangan TPM, penyedotan darah beku dan pemasangan ring tamabahan. Namun demikian setelah
tindakan-tindakan medis ini dilakukan dokter mengatakan kepada Erwina Indarti dan Agung Prihasto Wibowo bahwa kondisi Almarhum semakin
menurun dan memutuskan agar pasien dipindahkan ke Rumah Sakit Harapan
Kita selanjutnya disebut seagai “RSHK” mengingat RSHK adalah rumah sakit khusus penyakit jantung sehingga fasilitasnya lebih lengkap
dibandingkan RS Primier Jatinegara. Namun, sebelum pasien dipindahkan ke RSHK, Almarhum mengalamai serangananfal untuk yang kedua kali.
Akibatnya, pasien harus dilakukan tindakan pemasangan ventilator. Pemasangan ventilator dilakukan oleh dokter Harmani Kalim. Setelah
tindakan pemasangan ventilator selesai dilakukan, pasien tidak sempat sadarkan diri dan dalam kondisi koma sampai dengan meninggal dunia pada
tanggal 23 Desember 2011. Setelah almarhum meninggal dunia, keluarga pasien minta kepada
dokter agar dapat mengakses Rekam Medis pasien. Rekam medis yang kemudian diberikan oleh RS Primier adalah selembar kertas berupa Resume
Medis yang hanya berisi tentang diagnosa masuk, diagnosa keluar, jenis tindakanoperasi, ringkasan saat masuk, ringkasan perawatan, dan ringkasan
keluar. Resume yang diberikan oleh RS Primier tidak cukup dalam memberikan penjelasan secara jelas mengenai penanganantindakan medis
yang telah dilakukan terhadap Almarhumpasien dan terlebih lagi tidak memuat hal-hal yang menurut peraturan perundang-undangan harus
dinyatakan di dalam rekam medis. RS Primier dan Ramsay Health Care indonesia mengundang Erwina
Indarti dan Agung Prihasto Wibowo untuk datang ke RS Primier, diwakili oleh dr. Taufani serta 2 dua orang dokter yang mengaku bernama dr. Rana
dan dr. Ade yang akan menjelaskan penanganan medis yang dilakukan
terhadap pasien dan. bersedia untuk bertanggung jawab atas kematian pasien. Dalam pertemuan tersebut dr. Rana menawarkan kepada Penggugat
kompensasi sebesar Rp 50.000.000,00 lima puluh juta rupiah kepada keluarga pasien; Bahwa nilai kompensasi tersebut tidak dapat diterima oleh
keluarga pasien karena biaya yang sudah dikeluarkan selama pasien dirawat di RS Primier adalah sebesar Rp 235.000.000,00 Dua ratus tga puluh lima
juta rupiah. Setelah pertemuan tersebut, pihak keluarga pasien bermaksud untuk bertemu lagi dengan dr. Rana dan dr. Ade untuk menyampaikan
keberatan pihak keluarga sekaligus menyampaikan kekecewaan atas respon yang diberikan oleh pihak RS Primier. Namun ketika Erwina Indarti dan
Agung Prihasto Wibowo menghubungi RS Primier untuk membuat janji bertemu dengan dr. Rana dan dr. Ade teryeta tidak ada dokter RS Primier
yang bernama dr. Rana dan dr. Ade, baik yang bekerja. Hal ini membuktikan tidak adanya itikad baik dalam penyelesaian permasalahan ini.
Berdasarkan Rekomendasi Izin Praktik Tenaga Medis No. 02.02.12.021560912108.2012 tertanggal 3 Februari 2012 dan Rekomendasi
Izin Praktik No. 01.05.0.12.021550912108.2016 tertanggal 3 Februari 2012 yang masing-masing diterbitkan oleh Ikatan Dokter Indonesia Cabang Jakarta
Timur, diketahui bahwa izin praktik dokter Harmani Kalim berlaku sampai dengan 7 Agustus 2016. Mengacu pada ketentuan masa berlaku Surat Izin
Praktik yaitu 5 tahun, maka izin praktik Dokter Harmani Kalim seharusnya telah berakhir pada tanggal 7 Agustus 2011. Namun demikian, izin dokter
Harmani Kalim baru diperpanjang pada tanggal 3 Februari 2012. Dengan