Petani dengan jumlah tanggungan yang lebih besar cenderung akan mempertahankan lahan sawahnya untuk mendapatkan penghasilan dibandingkan
menjual lahan dan mencari pekerjaan yang belum tentu dapat. Variabel biaya produksi usaha tani di lokasi tersebut memiliki nilai Sig
sebesar 0,052. Hal ini berarti bahwa biaya produksi berpengaruh nyata terhadap peluang terjadinya alih fungsi lahan sawah pada taraf 10 persen 0,052 0,10.
Koefisien hasil yang diperoleh bertanda positif + sebesar 1,514 dan nilai Exp β
atau odds ratio yang diperoleh sebesar 4,544. Hal ini berarti bahwa jika biaya produksi meningkat satu juta rupiah, maka peluang petani untuk melakukan alih
fungsi lahan lebih besar 4,544 kali dibandingkan untuk tidak melakukan alih fungsi. Semakin besar biaya produksi usaha tani, petani cenderung menjual
lahannya. Variabel persentase pendapatan usaha tani memiliki nilai Sig sebesar
0,026. Nilai tersebut berarti bahwa persentase pendapatan usaha tani berpengaruh nyata terhadap peluang terjadinya penjualan lahan oleh petani pada taraf nyata 5
persen 0,026 0,05. Koefisien hasil yang diperoleh bertanda negatif - sebesar 0,073 dan nilai Exp
β atau odds ratio yang diperoleh sebesar 0,929. Hal ini berarti bahwa jika persentase pendapatan usaha tani bertambah satu persen, maka
peluang petani untuk melakukan alih fungsi lahan lebih kecil 0,929 kali dibandingkan untuk tidak menjual lahan. Semakin besar persentase pendapatan
usaha tani petani maka semakin rendah peluang petani tersebut untuk menjual lahan. Persentase pendapatan usaha tani merupakan proporsi pendapatan usaha
tani seorang petani dari pendapatan totalnya. Semakin besar persentase tersebut berarti semakin besar ketergantungan petani pada usaha tani yang dimiliki. Petani
yang sangat bergantung pada usaha taninya akan berpeluang lebih kecil untuk menjual lahannya. Petani yang persentase pendapatan usaha taninya besar akan
lebih memilih melakukan pekerjaan yang sudah berhasil dan sangat berpengaruh dibandingkan harus menjual lahan dan melakukan pekerjaan lain yang belum
tentu berhasil.
6.4 Analisis Kelembagaan Lahan
Kelembagaan memberikan kesempatan sekaligus kendala bagi
perkembangan perilaku masyarakat terhadap sumberdaya alam. Kelembagaan terdiri dari hukum formal, baik dalam bentuk tertulis maupun tidak tertulis, aturan
informal, dan nilai-nilai values yang ada dan diakui dalam masyarakat serta bentuk-bentuk pengorganisasiannya. Dengan demikian norma-norma yang
berlaku dalam masyarakat dalam hal pemilikan dan pengelolaan lahan menjadi sangat penting dalam pembangunan ekonomi. Di Indonesia kelembagaan terdiri
dari beberapa tingkatan akibat adanya sistem otonomi daerah. Berdasarkan UU no. 32 tahun 2004 mengenai otonomi daerah, pemerintah pusat memberikan
kekuasaan kepada pemerintah daerah untuk mengelola wilayahnya masing- masing.
Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Bappeda Kabupaten Cianjur tahun 2012 membuat Rencana Struktur Ruang dalam RencanaTata Ruang
Wilayah Kabupaten Cianjur bedasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Cianjur Nomor 17 tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Cianjur
Tahun 2011-2031. Rencana tata ruang wilayah bertujuan untuk mewujudkan wilayah Kabupaten Cianjur yang produktif dan berkualitas bagi kehidupan dengan
memanfaatkan sumber daya berbasis pertanian dan pariwisata secara efisien serta berkelanjutan. Kabupaten Cianjur dalam RTRW-nya lebih spesifik membagi
pengembangan kawasannya pusat kegiatan wilayah dan pusat kegiatan lokal, sebagai berikut.
1. Pusat kegiatan wilayah merupakan kawasan perkotaan dengan fungsi
sebagai pusat pertumbuhan utama dengan orientasi kegiatan berupa pemerintahan dan perdagangan, industri dan pelayanan masyarakat serta
sebagai pintu gerbang perdagangan ke luar wilayah kabupaten. Sementara itu Kecamatan yang terlingkup meliputi Kecamatan Cianjur.
2. Pusat kegiatan lokal dengan kawasan perkotaan dengan fungsi sebagai
pusat perdagangan dan jasa, permukiman, koleksi dan distribusi. Kecamatan yang terlingkup meliputi; Sukanagara, Pacet dan Sukanagara.
3. Pusat kegiatan lokal dengan kawasan perkotaan dengan fungsi sebagai
pusat produksi dan industri perkebunan dan pertanian. Kecamatan yang
terlingkup meliputi; Kecamatan Ciranjang, Sukaluyu, Karangtengah, Cibeber, Pagelaran dan Sindangbarang.
4. Pusat kegiatan lokal dengan kawasan perdesaan yang ditingkatkan
menjadi kawasan perkotaan yang memiliki fungsi sebagai pusat produksi pertanian dengan skala lokal. Kecamatan yang terlingkup meliputi;
Kecamatan Cugenang, Sukaresmi, Warungkondang, Mande, Cikalongkulon, Cilaku, Bojongpicung, Tanggeung, Agrabinta, dan
Cidaun, Leles, Cikadu, Naringgul, Cibinong, Kadupandak, Cijati, Takokak, Campaka, Campakamulya, dan Gekbrong.
Terjadinya pembangunan di sektor non pertanian dapat dibuktikan dengan adanya penurunan luas lahan sawah yang dilakukan pada sawah produktif.
Sebagian besar lahan yang dialihfungsikan dijadikan sebagai pemukiman dan industri. Hal ini tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri
PERMENDAGRI No 5 Tahun 1974 menyebutkan bahwa lokasi pembangunan kompleks perumahan oleh perusahaan sedapat mungkin menghindari lahan
pertanian yang subur dan mengutamakan tanah yang kurang produktif. Undang- undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan dan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, Cianjur
belum bisa mengatasi permasalahn yang ada saat ini. Pemerintah dalam mengimplementasikan kebijakan dan peraturan memiliki banyak kendala, dimana
satu sisi pertumbuhan ekonomi dan pembangunan kota perlu ditingkatkan untuk mencukupi kebutuhan penduduk dalam sektor perdagangan, pemukiman dan jasa.
Namun di satu sisi lain pemerintah harus tetap mempertahankan lahan sawah untuk mencukupi kebutuhan pangan penduduk.
Proses alih fungsi lahan sawah sering kali terjadi ketimpangan kepentingan oleh beberapa aktor-aktor terkait, yaitu pemerintah, petani, dan investor.
Pemerintah sebagai pemberi izin yang memberikan izin terhadap pembangunan sesuai dengan peraturan yang ada terkait dengan tata ruang wilayah. Petani
sebagai pemilik lahan sebagian besar merasa dirugikan akibat adanya perubahan penggunaan lahan karena petani akan kehilangan pekerjaannya dalam menggarap
sawah. Sedangkan investor menjadi pihak yang diuntungkan dalam perubahan penggunaan lahan yang menjadi industri atau pemukiman.
Akan dibangunnya industri sepatu di daerah Sukaluyu akan menambah pengurangan lahan sawah yang ada di Kabupaten Cianjur. Pabrik sepatu tersebut
menggunakan lahan sekitar 57 hektar yang merupakan lahan sawah produktif. Semakin banyak pembangunan pabrik seperti ini akan diprediksi mengurangi
luasan lahan sawah di Kabupaten Cianjur apabila pemerintah tidak segera membatasi pembangunan pabrik. Hal ini juga dapat memberikan pengaruh
terhadap ketahanan pangan yang ada di Kabupaten Cianjur.
6.5 Dampak Alih Fungsi Lahan Terhadap Pendapatan Petani
Di Indonesia, sektor pertanian merupakan sektor yang paling utama dalam mata pencaharian penduduk Indonesia. Lahan merupakan faktor yang utama
dalam sektor pertanian. Adanya alih fungsi lahan pertanian menyebabkan adanya perubahan manfaat lahan akibat penggunaan lain. Alih fungsi lahan yang terjadi
juga berdampak pada hasil pendapatan petani. Karena akibat adanya penurunan luas lahan sawah yang akan mengurangi hasil produksi padi. Dalam studi kasus
ini, petani tidak hanya menerima pendapatan dari hasil usaha tani tetapi juga menerima pendapatan dari hasil non usaha tani. Pendapatan usaha tani merupakan
pendapatan yang diterima dari sektor pertanian pada satu kali musim panen, sedangkan pendapatan non usaha tani adalah pendapatan yang diperoleh dari luar
sektor pertanian seperti berdagang, wiraswasta dan dari pekerjaan lainnya. Perhitungan rata-rata perubahan pendapatan petani dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Rata - Rata Perubahan Pendapatan Petani Sebelum dan Sesudah Alih Fungsi Lahan Pertanian ke Non Pertanian
Rata-rata Pendapatan
Responden Usaha Tani
Non Usaha tani Rata-rata Pendapatan
Total Responden Rupiah
Rupiah Rupiah
Sebelum Alih Fungsi
1.476.948 51,16
1.410.000 13,07
2.886.948 100
Setelah Alih Fungsi
241.229 48,84
1.604.000 86,93
1.845.229 100
Selisih -1.235.720
194.000 -1.041.720
Sumber : Data Primer diolah