Berdasarkan tabel diatas, dengan adanya penurunan konsumsi beras sebesar 1,5 persen setiap tahunnya maka Kabupaten Cianjur dapat memenuhi
kebutuhan beras masyarakatnya sampai pada tahun 2045. Penurunan konsumsi beras tersebut menyebabkan ketahanan pangan lebih lama 18 tahun dibandingkan
dengan tidak adanya penurunan konsumsi beras. Pada tahun tersebut diperkirakan produksi beras sekitar 240.764 ton dengan konsumsi beras masyarakat sebesar
243.807 ton. Kabupaten Cianjur akan kekurangan produksi beras sebesar -3.043 ton pada tahun 2044 jika terdapat penurunan konsumsi beras sebesar 1,5 persen.
6.8 Implikasi Kebijakan
Alih fungsi lahan pertanian sulit dihindari karena kebutuhan lahan untuk kegiatan non pertanian cenderung terus meningkat seiring dengan peningkatan
jumlah penduduk dan perkembangan struktur perekonomian. Perubahan jumlah lahan sawah ke penggunaan non pertanian dapat berdampak terhadap turunnya
produksi pertanian, serta akan berdampak pada dimensi yang lebih luas dimana berkaitan dengan aspek-aspek perubahan orientasi ekonomi, sosial, dan
lingkungan. Maka dari itu diperlukan adanya kebijakan dari pemerintah untuk mengatasi masalah alih fungsi ini. Dari hasil penelitian, implikasi kebijakan yang
seharusnya dilakukan adalah sebagai berikut : 1.
Aspek Ekonomi a. Membangun instrumen kebijakan salah satunya adalah dengan
memberikan insentif kepada petani Pemberian insentif dibutuhkan para petani sebagai upaya agar petani
menjaga sawah yang dimiliki. Insentif yang diberikan berupa subsidi pupuk dan benih yang ditunjukkan untuk mengurangi biaya produksi,
sehingga mampu meningkatkan keuntungan usaha tani. Adanya keringanan dalam membayar pajak sawah juga akan meringankan beban
petani sehingga petani akan mempertahankan sawah yang dimiliki dibanding melakukan alih fungsi lahan pertanian yang dimililki.
Pemberian insentif diatur dalam UU No.41 tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.
b. Membuat
asuransi pertanian
Asuransi pertanian merupakan salah satu bentuk pembiayaan untuk melindungi petani dari berbagai risiko usaha pertanian. Salah satu syarat
untuk menjadi peserta asuransi pertanian, petani bersepakat membayar iuran sejumlah tertentu sebagai premi asuransi. Besaran premi asuransi
sebesar 2,5 persen – 3,5 persen dari harga pertanggungan yang ditetapkan berdasarkan biaya produksi sesuai jenis komoditas masing-masing.
Mekanisme pelaksanaan pembayaraan ganti rugi adalah Petani PoktanGapoktan dapat mengajukan klaim ke penanggung konsorsium
melalui broker asuransi. Penanggung konsorsium akan meneliti dokumen dan survei lapangan. Persyaratan yang telah dipenuhi kemudian disetujui
dan pembayaran klaim dilakukan kepada petani poktan gapoktan Kementerian Pertanian, 2012
Studi Kasus : Asuransi Pertanian di India
• Asuransi Tanaman Hasil Pertanian
Ada dua pendekatan asuransi tanaman, yaitu i pendekatan individu dimana kerugian pertanian individu menjadi dasar untuk pembayaran
ganti rugi, dan ii pendekatan wilayah homogen di mana area tanaman homogen diambil sebagai unit untuk menilai besar hasil dan pembayaran
ganti rugi yang diberikan. Dalam kedua kasus dibutuhkan data hasil yang bisa diandalkan paling tidak selama 8-10 tahun terakhir untuk
menetapkan besarnya premi. •
Skema Asuransi Tanaman Pertanian Jumlah yang diasuransikan dapat merupakan total pengeluaran atau
kelipatannya, atau proporsi dari proyeksi pendapatan dari hasil panen yang akan menjadi penentu nilai premi yang dibayarkan. Sedangkan
besarnya indemnity atau klaim yang bisa dibayar dihitung berdasarkan shortfall pada rata-rata hasil panen dari keseluruhan panen yang dijamin.
Di India, Crops Insurance Bill diterbitkan oleh Pemerintah Pusat dan kemudian mulai disosialisasikan berbagai skema dari asuransi tanaman
pertanian yang hingga saat ini sudah berevolusi. Beberapa fitur yang penting dalam skema asuransi tanaman pertanian di India adalah :
- Skema berbasis pendekatan wilayah