sawah. Sedangkan investor menjadi pihak yang diuntungkan dalam perubahan penggunaan lahan yang menjadi industri atau pemukiman.
Akan dibangunnya industri sepatu di daerah Sukaluyu akan menambah pengurangan lahan sawah yang ada di Kabupaten Cianjur. Pabrik sepatu tersebut
menggunakan lahan sekitar 57 hektar yang merupakan lahan sawah produktif. Semakin banyak pembangunan pabrik seperti ini akan diprediksi mengurangi
luasan lahan sawah di Kabupaten Cianjur apabila pemerintah tidak segera membatasi pembangunan pabrik. Hal ini juga dapat memberikan pengaruh
terhadap ketahanan pangan yang ada di Kabupaten Cianjur.
6.5 Dampak Alih Fungsi Lahan Terhadap Pendapatan Petani
Di Indonesia, sektor pertanian merupakan sektor yang paling utama dalam mata pencaharian penduduk Indonesia. Lahan merupakan faktor yang utama
dalam sektor pertanian. Adanya alih fungsi lahan pertanian menyebabkan adanya perubahan manfaat lahan akibat penggunaan lain. Alih fungsi lahan yang terjadi
juga berdampak pada hasil pendapatan petani. Karena akibat adanya penurunan luas lahan sawah yang akan mengurangi hasil produksi padi. Dalam studi kasus
ini, petani tidak hanya menerima pendapatan dari hasil usaha tani tetapi juga menerima pendapatan dari hasil non usaha tani. Pendapatan usaha tani merupakan
pendapatan yang diterima dari sektor pertanian pada satu kali musim panen, sedangkan pendapatan non usaha tani adalah pendapatan yang diperoleh dari luar
sektor pertanian seperti berdagang, wiraswasta dan dari pekerjaan lainnya. Perhitungan rata-rata perubahan pendapatan petani dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Rata - Rata Perubahan Pendapatan Petani Sebelum dan Sesudah Alih Fungsi Lahan Pertanian ke Non Pertanian
Rata-rata Pendapatan
Responden Usaha Tani
Non Usaha tani Rata-rata Pendapatan
Total Responden Rupiah
Rupiah Rupiah
Sebelum Alih Fungsi
1.476.948 51,16
1.410.000 13,07
2.886.948 100
Setelah Alih Fungsi
241.229 48,84
1.604.000 86,93
1.845.229 100
Selisih -1.235.720
194.000 -1.041.720
Sumber : Data Primer diolah
Berdasarkan Tabel 11 menunjukkan bahwa pendapatan total responden dari usaha tani dan non usaha tani sebelum dan sesudah alih fungsi lahan terjadi
perubahan dari Rp. 2.886.948 menjadi Rp. 1.845.229. Hal ini menunjukkan adanya penurunan rata-rata pendapatan total yang diperoleh responden sebelum
dan sesudah alih fungsi lahan yaitu sebesar Rp. 1.041.720. Perubahan penurunan pendapatan yang diperoleh dari usaha tani lebih besar dibandingkan dengan
peningkatan pendapatan yang diperoleh dari non usaha tani. Perubahan rata-rata pendapatan usaha tani yaitu sebesar Rp.1.235.720 dan perubahan untuk non usaha
tani sebesar Rp. 194.000. Tabel diatas menjelaskan bahwa pendapatan yang diperoleh dari usaha
tani dan non usaha tani mengalami perubahan dengan adanya alih fungsi lahan. Sebelum adanya alih fungsi lahan pendapatan usaha tani sebesar 51,16 persen dan
non usaha tani sebesar 13,07 persen. Sedangkan setelah adanya alih fungsi lahan pendapatan usaha tani berubah menjadi sebesar 48,84 persen dan pendapatan non
usaha tani sebesar 86,93 persen. Hal ini menunjukkan bahwa adanya perubahan pendapatan dari pertanian ke non pertanian setelah adanya alih fungsi lahan.
6.6 Dampak Alih Fungsi Lahan Terhadap Produksi Padi Kabupaten
Cianjur
Alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian khususnya lahan sawah akan memberikan dampak langsung terhadap produksi pada dan juga nilai produksi
padi yang dihasilkan oleh suatu wilayah. Penurunan luas sawah yang disebabkan oleh alih fungsi lahan akan menyebabkan terjadinya penurunan hasil produksi
maupun nilai produksi padi apabila tidak diimbangi dengan usaha peningkatan faktor-faktor lain yang mendukung proses produksi, seperti penerapan teknologi
dan ketersediaan irigasi yang lebih baik. Adanya alih fungsi lahan memberikan dampak langsung terhadap jumlah produksi pada yang hilang yang dipengaruhi
oleh produktivitas lahan sawah, luas panen yang hilang dan pola tanam yang diterapkan. Luas panen merupakan luasan sawah yang digarap atau berhasil
dipanen dalam satu tahun. Pada penelitian ini diasumsikan bahwa luas lahan sawah yang dialihfungsikan tersebut tidak ada yang gagal panen. Produktivitas
lahan sawah merupakan hasil panen per hektar lahan sawah. Diasumsikan juga
pola tanam yang diterapkan sebanyak dua kali dalam satu tahun untuk seluruh luasan sawah, dan jenis sawah diasumsikan sama termasuk jenis padi yang
ditanam maupun jenis irigasi yang digunakan. Perhitungan mengenai produksi dan nilai produksi yang hilang dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Dampak Terhadap Produksi Padi dan Nilai Produksi Padi Akibat Alih Fungsi Lahan Sawah di Kabupaten Cianjur Tahun 2004-2013
Tahun Produktivitas
Padi Sawah tonha
Luas Lahan Terkonversi
ha Produksi Padi
yang Hilang ton
Nilai Produksi Padi yang Hilang Rp
2004 5,24
- -
2005 5,30
2.814 14.907,49
64.102.205.677 2006
5,31 188
998,40 4.293.132.569
2007 5,31
0.00 2008
5,41 0.00
2009 5,63
2.540 14.303,33
61.504.302.462 2010
5,63 192
1.081,20 4.649.144.123
2011 6,03
312 1.881,73
8.091.447.600 2012
6,01 0.00
2013 6,17
0.00 Total
6.046 33.172,15
142.640.232.430
Sumber : Badan Pusat Statistika, berbagai terbitan diolah
Berdasarkan asumsi-asumsi yang telah disebutkan sebelumnya, total produksi padi yang hilang selama sepuluh tahun terakhir adalah sebesar 33.172,15
ton. Nilai produksi padi diestimasi menggunakan harga gabah kering giling GKG dikalikan dengan jumlah produksi padi yang hilang. Jika rata-rata harga
GKG Rp 4.300 per kg atau Rp. 4.300.000 per ton, maka kehilangan nilai produksi tersebut menjadi 33.172,15 ton x Rp. 4.300.000 per ton = Rp. 142.640.232.430.
Jadi, nilai produksi yang hilang adalah sebesar Rp 142.640.232.430 atau sekitar 142,64 milyar rupiah.
Adanya pembukaan lahan sawah baru dari lahan kering yang ada membuat luas lahan di Kabupaten Cianjur pada mengalami peningkatan. Pembukaan lahan
ini dilakukan untuk menanggulangi masalah alih fungsi lahan yang terjadi. Hal ini menyebabkan pada tahun-tahun tersebut terjadi surplus produksi padi. Total
surplus produksi padi akibat pembukaan lahan sawah baru sebesar 21.986,99 ton atau dengan nilai sekitar 94,5 milyar. Surplus ini tidak menutupi produksi padi
yang hilang pada tahun-tahun sebelumnya, karena total pembukaan lahan hanya sebesar 3.867 hektar sedangkan total alih fungsi lahan sebesar 6.046 hektar.
Produksi padi pada sepuluh tahun terakhir masih hilang sekitar 11.185,15 ton atau
bernilai sekitar Rp 48.096.196.930. Nilai tersebut diperoleh dari selisih produksi yang hilang dan surplus produksi.Dengan asumsi yang sama, perhitungan
mengenai surplus tersebut dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Dampak Terhadap Produksi Padi dan Nilai Produksi Padi Akibat Pembukaan Lahan Sawah Baru di Kabupaten Cianjur
Tahun Produktivitas
Padi Sawah tonha
Pencetakan Sawah Baru
ha Surplus
Produksi Padi ton
Surplus Nilai Produksi Padi Rp
2004 5,24
- 2005
5,30 2006
5,31 2007
5,31 411
2.182,68 9.385.518.542
2008 5,41
1.977 10.703,17
46.023.647.538 2009
5,63 0.00
2010 5,63
0.00 2011
6,03 0.00
2012 6,01
187 1.123,33
4.830.321.481 2013
6,17 1.292
7.977,80 34.304.547.938
Total 3.867
21.986,99 94.544.035.500
Sumber : Badan Pusat Statistika, berbagai terbitan diolah
6.7 Perkiraan Perubahan Luas Sawah dan Dampak Terhadap Ketahanan
Pangan di Kabupaten Cianjur
Dampak alih fungsi yang terus terjadi akan mengancam ketahanan pangan yang ada di Kabupaten Cianjur. Permasalahan ketahanan pangan ini tidak hanya
menurunkan jumlah produksi beras tetapi juga akan mengganggu stabilitas perkembangan penduduk, ekonomi, sosial, dan politik. Jumlah lahan sawah yang
terus menurun akan menurunkan produksi beras yang dihasilkan. Hal ini sangat berbanding terbalik dengan adanya jumlah penduduk yang setiap tahun terus
meningkat. Simulasi ini dilakukan dengan membandingkan jumlah beras yang dapat diproduksi dan jumlah beras yang dibutuhkan masyarakat pada tahun
mendatang. Jumlah beras yang diproduksi diperoleh dari konversi jumlah gabah pada
satu tahun yang sama. Jumlah gabah yang diproduksi dihitung dari luas sawah dikalikan produktivitas sawah dan jumlah musim panen. Luas sawah per tahunnya
diasumsikan berubah dengan laju sebesar -0,33 persen dan produktivitas lahan diasumsikan berubah dengan laju 1,67 persen. Nilai tersebut didapat dari rata-rata
laju perubahan pada tahun 2004 sampai tahun 2013. Musin panen di seluruh lahan diasumsikan sama yaitu dengan jumlah dua kali panen. Jumlah gabah tersebut
dikonversi dengan asumsi bahwa jumlah beras merupakan 62,74 persen dari jumlah gabah. Jumlah kebutuhan beras masyarakat didapat dari jumlah penduduk
dikalikan jumlah konsumsi beras per kapita. Jumlah penduduk diasumsikan berubah pertahunnya dengan laju sebesar 0,81 persen dan konsumsi beras
diasumsikan tetap yaitu 139 kg per jiwa. Berdasarkan asumsi tersebut maka perkiraan luas sawah dan dampak terhadap ketahanan pangan dapat dilihat pada
Tabel 14.
Tabel 14. Perkiraan Perubahan Luas Lahan dan Dampak Terhadap Ketahanan Pangan di Kabupaten Cianjur dengan Konsumsi
Beras Perkapita Tetap
Tahun Luas
Sawah Ha Jumlah
Penduduk Jiwa
Produksi Beras Ton
Kebutuhan Beras Ton
Selisih Beras Ton
2013 59.408
2.231.107 460.299
310.124 150.175
2014 59.212
2.249.179 451.119
312.636 138.483
2015 59.017
2.267.397 442.121
315.168 126.953
2016 58.822
2.285.763 433.303
317.721 115.582
2017 58.628
2.304.278 424.661
320.295 104.366
2018 58.434
2.322.943 416.191
322.889 93.302
2019 58.241
2.341.758 407.890
325.504 82.386
2020 58.049
2.360.727 399.755
328.141 71.614
2021 57.858
2.379.849 391.782
330.799 60.983
2022 57.667
2.399.125 383.968
333.478 50.489
2023 57.476
2.418.558 376.309
336.180 40.130
2024 57.287
2.438.149 368.804
338.903 29.901
2025 57.098
2.457.898 361.448
341.648 19.801
2026 56.909
2.477.807 354.239
344.415 9.824
2027 56.721
2.497.877 347.174
347.205 -31
Sumber : Badan Pusat Statistika, berbagai terbitan diolah
Dari hasil yang diperoleh pada Tabel 16 diketahui bahwa pada tahun 2027 produksi beras tidak dapat memenuhi kebutuhan beras di Kabupaten Cianjur.
Ketersediaan produksi beras lebih kecil dari kebutuhan beras pada tahun tersebut, yaitu diperkirakan sebesar 347.174 ton dengan kebutuhan beras yang diperkirakan
sebesar 347.205 ton. Sehingga pada tahun tersebut akan terjadi kekurangan beras yaitu sebesar 31 ton.
Kebutuhan beras per kapita Indonesia masih sangat besar dibandingkan dengan kebutuhan beras di negara lain yaitu dua kali lipat rata-rata kebutuhan
beras dunia pertahunnya yang hanya berkisar antara 60 kg per jiwa. Badan Ketahanan Pangan BKP Kementerian Pertanian Indonesia menargetkan dapat
menekan konsumsi beras sebesar 1,5 persen per tahun. Penekanan konsumsi beras