Pengalaman Bertani Tidak Alih Fungsi Lahan

atau 61,02 persen. Dapat disimpulkan bahwa pada model ini residual menyebar secara normal atau tidak terjadi permasalahan normalitas. Pemeriksaan asumsi autokorelasi dilakukan dengan menggunakan uji Breusch-Godfrey. Berdasarkan hasil uji tersebut diperoleh nilai Prob. chi-square sebesar 0,8048 atau sebesar 80,48 persen. Nilai tersebut lebih besar dari taraf α = 10 persen, sehingga model ini tidak memiliki permasalahan autokorelasi. Pada model ini juga tidak terdapat permasalahan heterokedastisitas, karena dari hasil uji Glejser diperoleh nilai Prob. chi-square sebesar 0.4578 atau 45,78 persen. Nilai tersebut juga lebih besar dari taraf α = 10 persen. Berikut adalah model hasil estimasi regresi faktor-faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan pertanian tingkat wilayah : LnY = 13,863 – 0,136LnX 1 + 0,022LnX 2 – 0,167LnX 3 + 0,074LnX 4 + Ɛ ..........5.1 Berdasarkan hasil estimasi dari model regresi dapat dilihat bahwa koefisien jumlah industri berpengaruh negatif - terhadap penurunan luas sawah nilai probabilitas jumlah industri 0,083 lebih kecil dari taraf nyata 10 persen 0,083 0,10. Hal ini berarti bahwa jumlah industri berpengaruh nyata terhadap perubahan luas lahan sawah. Koefisien variabel yang bernilai -0,136 pada tabel menjelaskan bahwa, setiap kenaikan jumlah industri 1 persen akan diikuti dengan penurunan luas lahan sawah sebesar 0,136 persen ceteris paribus. Hal ini sesuai dengan hipotesis bahwa jumlah industri berkorelasi negatif dengan luas lahan sawah.Jumlah industri berbanding lurus dengan peningkatan permintaan kebutuhan akan luas lahan. Adanya penambahan jumlah industri menyebabkan kebutuhan lahan meningkat. Harga sewa yang diberikan oleh sektor industri lebih besar dibandingkan harga sewa dari lahan sawah itu sendiri. Variabel panjang aspal memiliki hubungan yang positif + namun tidak berpengaruh nyata terhadap penurunan luas lahan sawah dimana nilai probabilitasnya sebesar 0,543 lebih besar dari taraf nyata yaitu 10 persen 0,543 0,10. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis bahwa perubahan panjang aspal memiliki kolerasi negatif terhadap penurunan luas lahan sawah dan tidak berpengaruh nyata. Hal ini dapat diinterpretasikan bahwa perubahan panjang jalan aspal di Kabupaten Cianjur belum tentu membutuhkan lahan yang luas sampai harus mengalihfungsikan lahan sawah. Perubahan luasan jalan aspal setiap tahunnya berfluktuatif, namun pembangunannya tidak banyak mengganggu luasan sawah yang ada di Kabupaten Cianjur. Variabel PDRB non pertanian juga berpengaruh nyata terhadap perubahan luas lahan sawah. Koefisien PDRB non pertanian berpengaruh negatif - terhadap penurunan luas sawah, nilai probabilitas PDRB non pertanian adalah 0,069 lebih kecil dari taraf nyata 10 persen 0,069 0,10. Hal ini berarti bahwa PDRB non pertanian berpengaruh nyata terhadap perubahan luas lahan sawah. Koefisien variabel yang bernilai -0.167 pada tabel menjelaskan bahwa, setiap kenaikan PDRB non pertanian sebesar 1 persen akan diikuti dengan penurunan luas lahan sawah sebesar 0,167 persen ceteris paribus. Hal ini sesuai dengan hipotesis bahwa jumlah industri berkorelasi negatif dengan luas lahan sawah. PDRB merupakan indikator pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Semakin besar pertumbuhan ekonomi suatu wilayah dapat mempercepat terjadinya perubahan struktur ekonomi ke arah sektor manufaktur, jasa, dan sektor non pertanian lainnya. Kebijakan pemerintah daerah yang akan diimplementasikan sangat dipengaruhi oleh PDRB. Pemerintah akan memprioritaskan sektor yang memberikan kontribusi yang tinggi terhadap PDRB sehingga terjadi proses struktural ekonomi, sehingga hal ini menyebabkan adanya pengalihfungsian lahan dari pertanian ke non pertanian. Variabel produktivitas padi sawah memiliki hubungan yang positif + namun tidak berpengaruh nyata terhadap penurunan luas lahan sawah dimana nilai probabilitasnya sebesar 0,454 lebih besar dari taraf nyata yaitu 10 persen 0,454 0,10. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis dan tidak berpengaruh nyata. Hal ini dapat diinterpretasikan bahwa perubahan produktivitas padi sawah di Kabupaten Cianjur belum tentu mempengaruhi terjadinya alih fungsi lahan sawah.

6.3 Faktor Mikro yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan di Tingkat

Dokumen yang terkait

ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN DAN KEBUTUHAN PANGAN DI KABUPATEN JEMBER

3 183 12

Analisis Dampak Alih Fungsi Lahan Pertanian Terhadap Ketahanan Pangan di Kabupaten Bekasi Jawa Barat (Studi Kasus Desa Sriamur Kecamatan Tambun Utara).

8 37 112

Analisis Dampak Ekonomi dari Alih Fungsi Lahan Pertanian ke Non Pertanian Terhadap Ketahanan Pangan di Kabupaten Bogor.

1 45 109

Analisis sikap, kepuasan, dan loyalitas petani terhadap benih kedelai di Desa Sukasirna, Kecamatan Sukaluyu, Kabupaten Cianjur

0 4 89

Pendapatan Usahatani Kedelai di Desa Sukasirna Kecamatan Sukaluyu Kabupaten Cianjur

1 12 75

Analisis Ekonomi Dampak Alih Fungsi Lahan Pertanian Terhadap Ketahanan Pangan di Kabupaten Karawang Jawa Barat (Studi Kasus Desa Tanjungpura Kecamatan Karawang Barat)

3 34 92

PENDAPATAN USAHATANI KEDELAI DI DESA SUKASIRNA KECAMATAN SUKALUYU KABUPATEN CIANJUR

1 5 26

Perubahan Sosial Masyarakat Pertanian Akibat Pertumbuhan Kawasan Industri : studi kasus di Desa Sukasirna dan Desa Selajambe Kecamatan Sukaluyu Kabupaten Cianjur.

0 1 30

BAB II LANDASAN TEORI A. ALIH FUNGSI LAHAN 1. Pengertian Alih Fungsi Lahan Pertanian - ANALISIS DAMPAK ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN TERHADAP KESEJAHTERAAN PETANI DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM (Studi Pada Lahan sawah Kecamatan Pagelaran Kabupaten peringsew

0 0 46

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Dampak Alih Fungsi Lahan Pertanian Terhadap Kesejahteraan Petani - ANALISIS DAMPAK ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN TERHADAP KESEJAHTERAAN PETANI DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM (Studi Pada Lahan sawah Kecamatan Pagelaran

0 0 18