BAB II DESKRIPSI TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN
PENGAJUAN HIPOTESIS
A. Deskripsi Teori
1. Hasil Belajar Matematika
a. Pengertian Belajar
Istilah belajar sebenarnya telah lama dikenal. Namun sebenarnya apa belajar itu, masing-masing orang mempunyai pendapat
yang tidak sama. Sebagian orang beranggapan bahwa belajar adalah semata-mata mengumpulkan atau menghafalkan fakta-fakta yang
tersaji dalam bentuk informasi materi pelajaran. Belajar menurut Muhibin Syah mengutip pendapat Chaplin
1972 dalam Dictionary of Psychology membatasi belajar dengan dua macam rumusan, yaitu:
1 Rumusan pertama berbunyi: belajar adalah perolehan tingkah laku
yang relatif menetap sebagai akibat dari latihan dan pengalaman. 2
Rumusan kedua berbunyi: belajar adalah proses memperoleh respon-respon sebagai akibat adanya latihan khusus.
7
Ada suatu hukum yang sangat terkenal dari teori gestalt yaitu hukum Pragnanz yang kurang lebih berarti “teratur, seimbang, atau
harmonis”. Belajar merupakan upaya mencari dan menemukan Pragnanz, keteraturan, keharmonisan dari sesuatu yang dipelajari.
Untuk menemukan Pragnanz diperlukan adanya pemahaman atau insight
. Menurut Ernest Hilgard ada 6 ciri dari belajar yang mengandung pemahaman, yaitu:
7
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, Jakarta: Remaja Rosda Karya, 2004, Cet ke-9, h. 90.
1 Pemahaman dipengaruhi oleh kemampuan dasar
2 Pemahaman dipengaruhi oleh pengalaman belajar yang lalu
3 Pemahaman tergantung pada pengaturan situasi
4 Pemahaman didahului oleh usaha coba-coba
5 Belajar dengan pemahaman dapat diulangi
6 Suatu pemahaman dapat diaplikasikan bagi pemahaman situasi
lain.
8
Dalam pandangan psikologis secara umum mendefinisikan belajar merupakan proses usaha yang dilakukan seseorang untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dan interaksi dengan
lingkungannya. Sejalan dengan itu Reber membatasi belajar dengan dua macam definisi. Pertama, belajar adalah The process of acquiring
knowledge , yakni proses memperoleh pengetahuan. Kedua, belajar
adalah A relative permanent change ini respons potensiality which occurs as a result of reinforced practise,
yaitu suatu perubahan kemampuan bereaksi yang relatif langgeng sebagai hasil latihan yang
diperkuat.
9
Dari pendapat tersebut, belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi melalui latihan-latihan yang dilakukan berulang dan
pengalaman yang sifatnya relatif menetap, bukan bersifat sementara atatu tiba-tiba terjadi kemudian cepat hilang kembali.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa dapat kita bedakan menjadi tiga macam.
1. Faktor internal faktor dari dalam siswa, yakni keadaankondisi
jasmani dan rohani siswa.
8
R. Ibrahim dan Nana Syaodih S, Perencanaan Pengajaran, Jakarta: Rineka Cipta, 2003, h.21.
9
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan..., Jakarta: Remaja Rosda Karya, 2004, Cet ke-9, h. 91.
9
2. Faktor eksternal faktor dari luar siswa, yakni kondisi lingkungan
di sekitar siswa. 3.
Faktor pendekatan belajar approach to learning, yakni jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang
digunakan siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran materi- materi pelajaran.
10
Secara institusional tinjauan kelembagaan, belajar dipandang sebagai proses “validasi” atau pengabsahan terhadap penguasaan siswa
atas materi-materi yang telah dipelajari. Bukti institusional yang menunjukkan siswa telah belajar dapat diketahui sesui dengan proses
mengajar. Ukurannya, semakin baik mutu guru mengajar semakin baik pula mutu perolehan siswa yang kemudian dinyatakan dalam bentuk
skor. Adapun pengertian belajar secara kualitatif tinjauan mutu ialah proses memperoleh arti-arti dan pemahaman-pemahaman serta cara-
cara menafsirkan dunia di sekeliling siswa. Belajar pada pengertian ini difokuskan pada tercapainya daya pikir dan tindakan yang berkualitas
untuk memecahkan masalah-masalah yang kini dan nanti dihadapi siswa.
Berdasarkan beberapa definisi tentang belajar, dapat ditarik kesimpulan bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku untuk
menuju ke arah yang lebih baik yang membawa hasil dari sebuah pengalaman. Adapun perubahan tingkah laku itu mencakup berbagai
aspek, seperti aspek: kognitif, afektif, dan aspek psikomotorik.
Menurut teori konstruktivisme, fokus utama dalam pembelajaran matematika adalah memberdayakan siswa untuk berpikir mengkonstruksi pengetahuan matematika yang pernah ditemukan
oleh ahli-ahli sebelumnya. Cobb 1991 dalam Erman mengatakan bahwa dari perspektif konstruktivis, belajar matematika
bukanlah suatu proses ‘pengepakan’ pengetahuan secara hati-hati, melainkan tentang mengorganisir aktifitas, di mana kegiatan ini diinterpretasikan secara luas termasuk aktivitas dan berfikir konseptual.
Cobb 1992 juga mengatakan bahwa belajar matematika merupakan proses dimana siswa secara aktif mengkonstruksi pengetahuan matematika.
Paul Suparno mengemukakan bahwa dalam pengertian konstruktivisme, belajar adalah suatu proses pembentukan pengetahuan. Pembentukan ini harus dibuat sendiri oleh pelajar atau orang yang mau
10
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan... , h. 132.
mengerti.
11
Orang itulah yang aktif berpikir, membuat konsep, dan mengambil makna. Guru atau pendidik disini hanyalah membantu agar proses konstruksi itu berjalan. Guru bukan mentransfer
pengetahuan sebagai yang sudah tahu, tetapi membantu agar anak didik membentuk pengetahuannya. Dalam belajar sistem ini, peran murid diutamakan dan keaktivan murid untuk membentuk pengetahuan
dinomorsatukan. Semua peralatan, bahan, lingkungan dan fasilitas disediakan untuk membantu pembentukan itu. Murid diberri kesempatan mengungkapkan pemikirannya akan suatu masalah, tanpa
dihambat. Dengan dibiasakan berpikir sendiri dan mempertanggung jawabkan pemikirannya, murid akan terlatih untuk menjadi pribadi yang sungguh mengerti, yang kritis, kreatif, dan rasional.
Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis pertama dalam Martinis dengan ide utamanya sebagai berikut:
1. Pengetahuan tidak diberikan dalam bentuk jadi final, tetapi siswa
membentuk pengerahuannya sendiri melalui interaksi dengan lingkungannya, melalui proses asimilasi dan akomodasi. Asimilasi
adalah penyerapan informasi baru ke dalam pikiran. Akomodasi adalah penyusunan kembali modifikasi struktur kognitif karena
adanya informasi baru, sehingga informasi itu mempunyai tempat. 2.
Agar pengetahuan diperoleh, siswa harus beradaptasi dengan linkungannya. Adaptasi merupakan suatu kesetimbangan antara
asimilasi dan akomodasi. Andaikan dengan proses asimilasi seseorang tidak dapat mengadakan adaptasi terhadap lingkunganya,
terjadilah ketidaksetimbangan. Akibatnya terjadilah akomodasi dan struktur yang ada mengalami perubahan atau struktur baru timbul.
3. Andaikan dengan proses asimilasi seseorang tidak dapat
mengadakan adaptasi terhadap lingkungannya, terjadilah ketidakseimbangan disequilibrium. Akibatnya terjadilah
akomodasi, dan struktur yang ada mengalami perubahan atau struktur baru timbul.
4. Pertumbuhan intelektual merupakan proses terus menerus tentang
keadaan ketidaksetimbangan dan keadaan setimbang. Tetapi bila terjadi kembali kesetimbangan, maka individu itu berada pada
tingkat intelektual yang lebih tinggi daripada sebelumnya. Vygotsky berpendapat bahwa perkembangan intelektual anak
dipengeruhi oleh faktor sosial. Lingkungan sosial dan
11
Paul Suparno, Konstruktivisme dan Dampaknya Terhadap Pendidikan, http:www.hamline.eduapakabarbasisdata199611180236.html
pembelajaran secara natural mempengaruhi perkembangan anak dalam meningkatkan kekomplekan dan kesistematikan kognitif.
12
Pada pembelajaran konstruktivisme, guru berusaha sebisa mungkin untuk memberikan sistem pembelajaran yang tidak monoton.
Pembelajaran ini banyak sekali digunakan dalam pembelajaran sains, dengan tuntunan berikut ini: belajar sesuatu yang baru dan berusaha
mengetahui pemahaman yang telah ada lebih mendalam. Hal ini merupakan tahap awal dari eksplorasi, dimana siswa dapat
menggabungkan antara pengalaman sebelumnya dengan pengetahuan yang baru.
13
Metode pembelajaran seperti itu disebut metode konstruktivisme.
Selain Piaget, Konstruksivis yang lain yaitu Vygostsky dalam Martinis berpendapat bahwa perkembangan intelektual anak
dipengaruhi oleh lingkungan sosial.
14
Lingkungan sosial dan pembelajaran secara natural mempengaruhi perkembangan anak dalam
meningkatkan kekomplekkan dan kesisitematisan kognitif. Berkaitan dengan anak dan lingkungan belajarnya menurut pandangan
konstruktivisme, Martinis mengutip dari Driver dan Bell mengajukan ciri-ciri pembelajaran konstruktivisme sebagai berikut: 1 siswa tidak
dipandang sebagai sesuatu yang pasif melainkan memiliki tujuan, 2 belajar mempertimbangkan seoptimal mungkin proses keterlibatan
siswa, 3 pengetahuan bukan sesuatu yang datang dari luar melainkan dikonstruksi secara persoanal, 4 pembelajaran bukanlah transmisi
pengetahuan, melainkan melibatkan pengaturan situasi kelas, 5 kurikulum bukanlah sekedar dipelajari, melainkan seperangkat
pembelajaran, materi dan sumber. Berkaitan dengan pembelajaran
12
Martinis Yamin dan Bansu I. Ansari, Taktik Mengembangkan Kemampuan Individual Siswa,
Jakarta: Gaung Persada Press Jakarta, 2008, Cet ke-1, h. 91.
13
Constructivism and the Five E’s, artikel ini diakses pada tanggal 20 Mei 2008, di http:www.constructivismeexpo.expo.edu.phpinatubopage4.html
.
14
Martinis Yamin dan Bansu I. Ansari, Taktik Mengembangkan Kemampuan...., h. 92.
Brooks Brooks menambahkan delapan visi pembelajaran yang berbasis konstruktivis sebagai berikut:
1. Pembelajaran disajikan secara utuh menuju bagian-bagian yang
penekanannya pada konsep-konsep besar big concepts 2.
Menggali pertanyaan siswa sangat dihargai 3.
Aktivitas pembelajaran dititikberatkan pada sumber data utama dan memanipulasi bahan-bahan atau alat peraga.
4. Siswa dipandang sebagai pemikir dengan memunculkan
permasalahan. 5.
Guru secara umum bertindak dengan cara interaktif, dan mediator lingkungan bagi siswa.
6. Guru menggali konsepsi siswa, sehingga memahami sajian
konsepsi siswa untuk penggunaan pelajaran berikutnya. 7.
Penilaian hasil belajar siswa terkait dengan pembelajaran dan terjadi melalui pengamatan guru terhadap pekerjaan dan
penampilan siswa serta portofolio. 8.
Siswa sebaiknya bekerja dalam kelompok
15
Filsafat tentang pembelajaran, yang menunjukkan pembelajar butuh untuk dibangun pemahaman mereka, yang biasa disebut
kontruktivisme. Sudah banyak diteliti dan ditulis oleh para ahli teori pembelajaran dan kognisi. Seperti Jean Piaget, Eleanor Duckworth,
George Hein dan Howard Gardener telah mendalami metode pembelajaran ini.
16
Konstruktivisme berarti bersifat membangun, dalam konteks Filsafat Pendidikan, konstruktivisme adalah suatu upaya membangun
tata susunan hidup yang berbudaya dan modern. Dalam proses pembelajaran konsep ini menghendaki agar anak didik dapat
mengembangkan kemampuannya secara konstruktif untuk
15
Martinis Yamin dan Bansu I. Ansari, Taktik Mengembangkan Kemampuan...., h. 93.
16
Constructivism and the Five E’s, http:www.constructivismeexpo.expo.edu.phpinatubopage4.html
, 20 Mei 2008
menyesuaikan diri dengan tuntutan dari ilmu pengetahuan dan teknologi.
17
Menurut Fensham 1994:5 penganut konstruktivisme memiliki pandangan tentang hal-hal yang dialami atau diceritakan secara aktif
oleh diri mereka sendiri. Makna yang dibangun bergantung pada pengetahuan yang sudah ada pada diri seseorang. Oleh karena
pengalaman dan hasil bacaan perorangan berbeda-beda, maka hasil pemaknaan juga boleh jadi menjadi amat berbeda.
18
Salah satu ahli pendidikan dari Indonesia berpendapat bahwa pendekatan pembelajaran konstruktivisme merupakan proses
pembelajaran yang menerangkan bagaimana pengetahuan disusun dalam benak atau pikiran manusia. John Dewey mengutakan lagi teori
konstruktivisme ini dengan mengatakan bahwa pendidik yang cakap harus melaksanakan pembelajaran sebagai proses menyusun atau
membina pengalaman secara terus menerus.
19
Pendapat lain menyatakan bahwa: Konstruktivisme merupakan cara pandang filosofist yang menganjurkan perubahan proses
pembelajaran skolastik baik formal maupun non formal dan informal melalui pengenalan, penyusunan, dan penetapan tangkapan
pengetahuan berdasar reaksi di dalam pikiran peserta didik. Ilmu pengetahuan tidak boleh dipindahkan kepada peserta didik transfer
knowledge dalam bentuk yang serba “sempurna””jadi” melalui program pengajaran guru Teacher Centered Learning.
20
17
Guru,PembelajaranKonstuktivistik, http:www.whandi.net?pilih=newaksi=lihatid=66
, 13 April 2007.
18
Nuryani Y. Rustaman Dkk, Strategi Belajar Mengajar Biologi, Surabaya: Penerbit Universitas Negeri Malang UM Press, cet 1, 2005, hal. 171
19
M. Khoiruddin, Konstruktivisme Dalam Strategi Pembelajaran, http:www.google.co.idsearch?hl=idlr=lang_idclient=firefox-
achannel=srls=org.mozilla:en- US:officialhs=1xJq=pembelajaran+konstruktivismestart=10sa=N
, 1 Juli 2008, hal 1.
20
Tumbuh Kembang, Konstruktivisme Dalam Pembelajaran ke Depan, http:tumbuhkembang.blogspot.com200708konstruktivisme-dalam-pembelajaran-ke.html
, 1 Juli 2008.
Menurut paham konstruktivisme di atas, ilmu pengetahuan sekolah tidak dapat dipindahkan begitu saja dari guru kepada murid,
tapi murid perlu dibina untuk memperoleh pengetahuan itu sendiri dengan pengalaman masing-masing.
Banyak ahli pskilogi dan pendidikan yang berkutat meneliti metode pembelajaran tersebut. Seperti yang sudah penulis jabarkan di
atas. Berikut ini sumbangan pemikiran dari John Dewey tentang pendekatan konstruktivisme. Bagi Dewey, berfikir adalah mengubah,
mengorganisasi kembali, membentuk makna. Dewey kerap berkata pada pembaca bahwa:
“ Mind is active, a verb and not a noun” Fosnot, 1996, p.126 Dewey menegaskan bahwa penting bagi siswa untuk
memperoleh pengetahuan melalui pengalaman. Pengalaman yang dimaksud Dewey adalah lingkungan sosial, dimana siswa bersama-
sama menganalisa objek permasalahan dan atau menciptakan sendiri komunitas untuk saling bertukar pikiran.
21
Akhir-akhir ini para ahli mengembangkan berbagai model pembelajaran yang dilandasi pandangan konstruktivisme dari Piaget.
pandangan ini berpendapat bahwa dalam proses belajar anak membangun pengetahuannya sendiri dan memperoleh banyak
pengetahuan di luar sekolah Dahar, 1989:160. Oleh karena itu setiap siswa akan membawa konsepsi awal mereka yang diperoleh selam
berinteraksi dengan lingkungan dalam kegiatan belajar mengajar. Terdapat beberapa hal yang perlu ditekankan dalam konstruktivisme,
yaitu : 1 peran aktif siswa dalam mengkonstruksi pengetahuan secara bermakna; 2 pentingnya membuat kaitan antar gagasan oleh siswa
mengkonstruksi pengetahuan; 3 mengaitkan antara gagasan siswa dengan informasi baru di kelas Tasker, 1992: 30. Konstruktivisme
yang menggunakan kegiatan hands-on serta memberikan kesempatan
21
Important People in the Development of the Theory of Constructivism, http:www.constructivisme.comchd.gse.gme.eduimmersionkonwledgebaseindex.htm
, 20 Mei 2008.
yang luas untuk melakukan dialog dengan guru dan teman-temannya akan dapat meningkatkan pengembangan konsep dan keterampilan
berpikir para siswa. Implementasi teori konstruktivisme dalam pembelajaran,
Menurut Hanbury 1996: 3 mengemukakan sejumlah aspek dalam kaitannya dengan pembelajaran matematika, yaitu: 1 siswa
mengkonstruksi pengetahuan matematika dengan cara mengintegrasikan ide yang mereka miliki, 2 matematika menjadi
lebih bermakna karena siswa mengerti, 3 strategi siswa lebih bernilai, dan 4 siswa mempunyai kesempatan untuk berdiskusi dan saling
bertukar pengalaman dan ilmu pengetahuan dengan temannya.
22
Ketika seseorang berinteraksi dengan lingkungannya, maka otaknya akan terbentuk struktur kognitif tertentu. Struktur kognitif itu
disebut skemata yang merupakan suatu organisasi mental yang akan memudahkan individu untuk menghadapi tuntutan lingkungannya
semakin meningkat. Siswa tidak boleh diberikan bagian-bagian yang terpisah,
penyerdehanaan masalah, dan pengulangan keterampilan dasar, tetapi sebaliknya: siswa dihadapkan pada lingkungan belajar yang kompleks,
terlihat samar-samar, dan masalah yang tidak beraturan. Masalah-masalah yang kompleks itu harus dihubungkan pada
aktivitas dan tugas yang otentik, karena keberagaman situasi yang dihadapi tersebut, seperti juga aplikasi yang mereka hadapi tentang
dunia nyata.
23
Berkaitan dengan anak dan lingkungan belajarnya menurut pandangan konstruktivisme, Driver dan Bell dalam Susan, Marilyn
dan Tony, 1995:222 mengajukan karakteristik sebagai berikut: 1 siswa tidak dipandang sebagai suatu yang pasif melainkan memiliki
tujuan, 2 belajar mempertimbangkan seoptimal mungin proses
22
Martinis Yamin dan Bansu I. Ansari, Taktik Mengembangkan Kemampuan...., h. 94.
23
Konstruktivisme dan Pembelajaran, http:suciptoardi.wordpress.com2007120448
, 1 Juli 2008.
keterlibatan siswa, 3 pengetahuan bukan sesuatu yang datang dari luar melainkan dikonstruksi secara personal, 4 pembelajaran
bukanlah transmisi pengetahuan, melainkan melibatkan pengaturan situasi kelas, 5 kurikulum bukanlah sekedar dipelajari, melainkan
seperangkat pmbelajaran, materi, dan sumber.
24
Konstruktivisme menyatakan bahwa pengetahuan akan terbentuk atau terbangun di dalam pikiran siswa sendiri ketika ia berupaya untuk
mengorganisasikan pengalaman barunya berdasar pada kerangka kognitif yang sudah ada di dalam pikirannya, sebagaimana dinyatakan
Bodner 1986:873: “… knowledge is constructed as the learner strives to organize his or her experience in terms of preexisting mental
structures”. Dengan demikian, belajar matematika merupakan proses memperoleh pengetahuan yang diciptakan atau dilakukan oleh siswa
sendiri melalui transformasi pengalaman individu siswa. Di samping itu, pentingnya kemampuan memecahkan masalah, terutama di saat
para siswa sudah bekerja atau di saat mempelajari materi lain, akan menuntut adanya perubahan proses pembelajaran di kelas-kelas,
termasuk di Sekolah Dasar di seluruh Indonesia. Berdasarkan penjelasan dan contoh di atas, implikasi
konstruktivisme pada pembelajaran di antaranya adalah:
25
1. Usaha keras seorang guru dalam mengajar tidak mesti diikuti dengan hasil yang bagus pada siswanya. Setiap siswa SD harus
mengkonstruksi membangun pengetahuan matematika di dalam benaknya masing-masing berdasar pada kerangka kognitif yang
sudah ada di dalam benaknya. 2. Tugas setiap guru adalah memfasilitasi siswanya, sehingga
pengetahuan matematika dibangun atau dikonstruksi para siswa
24
Pembelajaran Konstruktivisme ,
http:guru- beasiswa.blogspot.com200712pembelajaran-
matematika -dengan-teori.html
, 1 Juli 2008, hal 3.
25
Fadjar Shadiq, Implikasi Konstruktivisme Dalam Pembelajaran Matematika Sekolah Dasar,
http:www.google.co.idsearch?client=firefox-arls=org.mozilla3Aen- US3Aofficialchannel=shl=idq=pembelajaran+konstruktivismemeta=lr3Dlang_idbtn
G=Telusuri+dengan+Google , 1 Juli 2008, hal 7-8.
sendiri dan bukan ditanamkan oleh para guru. Para siswa harus dapat secara aktif mengasimilasikan dan mengakomodasi
pengalaman baru ke dalam kerangka kognitifnya. Karenanya, pembelajaran matematika akan menjadi lebih efektif bila guru
membantu siswa menemukan dan memecahkan masalah dengan menerapkan pembelajaran bermakna
3. Untuk mengajar dengan baik, guru harus memahami model-model mental yang digunakan para siswa untuk mengenal dunia mereka
dan penalaran yang dikembangkan dan yang dibuat para siswa untuk mendukung model-model itu. Karenanya, para guru harus
mau bertanya dan mau mengamati pekerjaan siswanya. Setiap kesalahan siswa harus menjadi umpan balik dalam proses
penyempurnaan rancangan proses pembelajaran berikutnya. 4. Pada konstruktivisme, siswa perlu mengkonstruksi pemahaman
mereka sendiri untuk masing-masing konsep matematika sehingga peranan guru dalam mengajar bukannya “menguliahi”,
menerangkan atau upaya-upaya sejenis untuk memindahkan pengetahuan matematika pada siswa tetapi menciptakan situasi
bagi siswa yang membantu perkembangan mereka membuat konstruksi-kontruksi mental yang diperlukan. Pada akhirnya
mudah-mudahan tulisan ini akan lebih menjelaskan dan dapat meyakinkan para guru, akan perlunya perubahan ini.
Adapun implikasi dari teori belajar konstruktivisme dalam pendidikan anak menurut Poedjiadi adalah sebagai berikut:
26
a tujuan pendidikan menurut teori belajar konstruktivisme adalah menghasilkan individu atau anak yang memiliki kemampuan
berfikir untuk menyelesaikan setiap persoalan yang dihadapi. b kurikulum dirancang sedemikian rupa sehingga terjadi situasi yang
memungkinkan pengetahuan dan keterampilan dapat dikonstruksi oleh peserta didik. Selain itu, latihan memecahkan masalah
26
Pembelajaran Konstruktivisme, http:guru-beasiswa.blogspot......
, hal 4, 1 Juli 2008.
seringkali dilakukan melalui belajar kelompok dengan menganalisis masalah dalam kehidupan sehari-hari dan
c peserta didik diharapkan selalu aktif dan dapat menemukan cara belajar yang sesuai bagi dirinya. Guru hanyalah berfungsi sebagai
mediator, fasilitor, dan teman yang membuat situasi yang kondusif untuk terjadinya konstruksi pengetahuan pada diri peserta didik.
Menurut Wheatley dalam jurnal Hamzah, dua prinsip utama dalam pembelajaran konstruktivisme. Pertama, pengetahuan tidak
dapat diperoleh secara pasif, tetapi secara aktif oleh struktur kognitif siswa. Kedua, fungsi kognitif bersifat adaptif dan membantu
pengorganisasian melalui pengalaman nyata yang dimiliki anak.
27
Pendapat lain mengatakan prinsip dari konstruktivisme sebagai berikut:
28
1. Menghadapi masalah yang relevan dengan siswa.
2. Struktur pembelajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah
pertanyaan. 3.
Mencari dan menilai pendapat siswa. 4.
Menyesuaikan kurikulum untuk menanggapi anggapan siswa. 5.
Menilai belajar siswa dalam konteks pengajaran. Konstruktivisme memiliki beberapa tahap yang dapat
menjadikan pembelajaran lebih efektif dan efisien, tahap-tahapnya adalah sebagai berikut:
29
1. Persiapan, pada tahap ini terdapat aktivitas untuk menarik
perhatian siswa, menstimulasi cara berfikir siswa dan menolong mereka untuk menerima pengetahuan yang baru. Biasanya dengan
27
Hamzah, “Pembelajaran Matematika Menurut Teori Belajar Konstruktivisme”dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, No. 040, Tahun ke-8, November 2002. h. 67
28
Guru, Pembelajaran Konstruktivistik, http:www.whandi.net?pilih=newaksi=lihatid=66
, 13 April 2007, hal 3.
29
The Maryland Virtual High School of Sciense and Mathematics, 5 E’s Lesson Components
, , http:mvhsl.mbhs.edumvhsprojlearningcyclelcmodel.html
, 29 Maret 2007.
metode; demonstrasi, membaca dari media koran, jurnal, buku, literature, biografi, dan menganalisis grafik.
2. Pencarian, pada tahap ini siswa diberi waktu untuk berfikir,
berencana, berinvestigasi dan mengorganisasi informasi. Dengan melakukan metode-metode berikut; mengumpulkan informasi agar
dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan open-ended dan untuk membuat keputusan, pemecahan masalah, mengkonstruksi model,
eksperimen. 3.
Penjelasan, siswa melakukan analisis terhadap pencarian yang dilakukan. Pemahaman mereka diklarifikasi dan dimodifikasi
karena aktivitas bayangan. Dengan menggunakan metode-metode berikut ini: analisis dan penjelasan siswa, mengeluarkan gagasan,
berdiskusi. 4.
Perluasan, pada tahap ini siswa diberi kesempatan untuk meluaskan dan menguatkan pengertian mereka akan konsep dan
menerapkan situasi yang sebenarnya. Dengan menggunakan metode pembelajaran berikut ini: pemecahan masalah, eksperimen
inquiri, aktivitas kemampuan berpikir, membuat keputusan. 5.
Evaluasi, dimana guru dan siswa menggenerasi alat dan rubrik. Konstruktivisme merupakan pembelajaran yang berfokus pada
bagaimana siswa dapat memahami konsep tentang materi yang diajarkan. Dimana siswa dapat membangun sendiri pemahamannya
dan mengaplikasikannya dalam kehidupan nyata, tentunya dengan prosedur di atas.
Tahap-tahap dalam pembelajaran konstruktivisme tercantum dalam berbagai persepsi dari beberapa ahli. Tapi memiliki satu tujuan,
diantaranya dari Ari Widodo, tahap-tahapnya adalah sebagai berikut:
30
1 Pendahuluan, tahap penyiapan pembelajaran untuk mengikuti
kegiatan pembelajaran.
30
Ari Widodo, Konstruktivisme dan Pembelajaran Sains, Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No. 064, Tahun ke-13, Januari 2007, Jakarta, h.101.
2 Eksploitasi, tahap pengidentifikasian dan pengaktifan pengetahuan
awal pembelajaran. 3
Restrukturisasi, tahap restrukturisasi pengetahuan awal pembelajaran agar terbentuk konsep yang diharapkan.
4 Aplikasi, tahap penerapan konsep yang telah dibangun pada
kontekskondisi yang berbeda dalam kehidupan sehari-hari. Secara umum menurut Horsley 1990: 59 dalam Martinis
mengutarakan bahwa pembelajaran dengan teori konstruktivisme meliputi empat tahapan:
1 Tahap apersepsi, ini berguna untuk mengungkapkan konsepsi awal
siswa dan membangkitkan motivasi belajar 2
Tahap eksplorasi 3
Tahap diskusi dan penjelasan konsep 4
Tahap pengembangan dan aplikasi konsep. Sehubungan dengan itu Tytler 1996: 20 lebih merincikan lagi
rancangan pembelajaran dengan teori ini yaitu: 1
Memberi kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan gagasannya dengan bahasanya sendiri.
2 Memberi kesempatan kepada siswa untuk berpikir tentang
pengalamannya, sehingga menjadi lebih kreatif dan imajinatif. 3
Memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan baru. 4
Memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki siswa.
5 Mendorong siswa untuk memikirkan perubahan gagasan mereka.
6 Menciptakan lingkungan belajar yang kondusif.
31
Konstruktivis menurut Piaget adalah dimana siswa akan mempunyai pengalaman belajar jika mereka aktif berpartisipasi.
Shapiro 1994 menyatakan bahwa di dalam kelas yang mengaplikasikan metode konstruktivis, siswa mempunyai sifat dan
perilaku yang sama dengan saintis: Siswa membangun hipotesa,
31
Martinis Yamin dan Bansu I. Ansari, Taktik Mengembangkan Kemampuan...., h. 94.
mengumpulkan data dengan melakukan percobaan atau observasi, dan membangun konsep berdasarkan hipotesis dan fakta yang mereka
peroleh.
32
Setiap model, strategi atau metode pendidikan memiliki keurangan dan kelebihan masing-masing. Adakalanya cocok
menggunakan metode yang satu dan tidak cocok dengan metode lainnya. Berikut ini akan dijelaskan kelebihan dari metode
konstruktivisme, diantaranya: 1.
Pembelajaran melekat dalam lingkungan belajar yang komplek, realistis, dan relevan.
2. Menyediakan negosiasi sosial, dan tanggungjawab bersama
sebagai bagian dari pembelajaran. 3.
Mendukung pandangan beragam dan menggunakan representasi yang juga beragam terhadap isi yang dipelajari.
4. Meningkatkan kesadaran diri dan pengertian bahwa pengetahuan
itu dibangun. 5.
Mendorong kesadaran dalam pembelajaran. Kekurangan dari metode konstruktivisme adalah sebagai
berikut:
33
1. Sulit mengubah keyakinan guru yang sudah bertahun-tahun
menggunakan pendekatan tradisional. 2.
Guru konstruktivis dituntut lebih kreatif dalam merencanakan pembelajaran dan memilih menggunakan media.
3. Pendekatan konstruktifis menuntut perubahan siswa evaluasi, yang
mungkin belum bisa diterima oleh otoritas pendidik dalam waktu dekat.
32
Munasprianto Ramli, Pembelajaran Sains Menyenangkan dengan Metode Konstruktivisme, Metamorfosa
, Vol. 1 No 2, Oktober 2006, Jakarta, h. 51
33
Guru, Pembelajaran Konstruktivistik, http:www.whandi.net?pilih=newaksi=lihatid=66
, hal 4, 13 April 2007.
4. Fleksibilitas kurikulum mungkin masih sulit diterima oleh guru
yang terbiasa dengan kurikulm terkontrol. 5.
Siswa dan orang tua mungkin memerlukan waktu beradaptasi dengan proses belajar dan mengajar yang baru.
b.
Pengertian Matematika
Matematika merupakan alat yang efisien dan diperlukan oleh semua ilmu pengetahuan, karena tanpa bantuan matematika ilmu
pengetahuan tidak akan mengalami kemajuan yang berarti. Sampai saat ini belum ada kesepakatan yang bulat diantara para
matematikawan, apa yang disebut matematika. Para ahli matematika mendefinisikan matematika dari tinjauan yang berbeda diantaranya ada
yang mengatakan bahwa matematika adalah bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari pernyataan yang ingin kita
sampaikan. Lambang matematika bersifat artifisial yang baru mempunyai arti setelah sebuah makna diberikan padanya, tanpa itu
matematika hanya sekumpulan rumus-rumus mati.
34
Pendapat lain mengatakan bahwa matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logis dan berhubungan dengan
bilangan.
35
Matematika merupakan bahasa artifisial yang dikembangkan untuk menjawab kekurangan bahasa verbal yang
bersifat alamiah. Matematika mempunyai kelebihan dibandingkan dengan bahasa verbal. Matematika mengembangkan bahasa numerik
yang memungkinkan untuk melakukan pengukuran secara kuantitatif, sedangkan bahasa verbal hanya mampu mengemukakan pernyataan
yang bersifat kualitatif.
36
Suatu rumus yang jika ditulis dalam bahasa
34
Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1990, h. 190.
35
R. Soedjadi, Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia Konstatasi Keadaan masa kini Menuju Harapan Masa Depan,
Jakarta: Depdiknas, 19992000, h. 11.
36
Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah …, h. 191.
verbal memerlukan kalimat yang panjang, sedangkan jika ditulis dalam bahasa matematika cukup ditulis dengan model yang sederhana.
Kata matematika berasal dari bahasa latin mathematica, yang bermula dari bahasa yunani mathematike dari akar kata mathema yang
berarti pengetahuan atau ilmu. Kata mathematike berkaitan pula dengan kata mathanein yang berfikir atau belajar. Dalam kamus besar
bahasa indonesia, mathematika diartikan sebagai ilmu tentang bilangan-bilangan, hubungan antar bilangan, dan prosedur operasional
yang digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai bilangan. Depdikbud.
37
Matematika adalah cara atau metode berpikir dan bernalar. Matematika dapat digunakan untuk memutuskan apakah suatu
ide itu benar atau salah, atau paling sedikit ada kemungkinan benar. Matematika adalah suatu medan eksplorasi dan
penemuan, di situ setiap hari ide-ide baru diketemukan. Matematika adalah cara berpikir yang digunakanuntuk
memecahkan semua jenis persoalan di dalam sains, pemerintah dan industri ia adalah bahasa lambang yang dipahami oleh semua
bangsa berbudaya di dunia bahkan dipercaya bahwa matematika akan menjadi bahasa yang dipahami oleh penduduk di planet
mars jika di sana ada penduduknya. matematika adalah seni, seperti halnya musik, penuh dengan simetri, pola dan irama yang
dapat sangat menyenangkan.
38
Menurut Abdurrahman, dalam buku pendidikan bagi anak berkesulitan belajar menuliskan:
Menurut Johnson dan Myklebust 1967: 244, matematika adalah bahasa simbolis yang fungsi praktisnya untuk mengekspresikan
hubungan-hubungan kuantitatif dan keruangan sedangkan fungsi teoritisnya adalah untuk memudahkan berpikir. Lerner 1988: 430
mengemukakan bahwa matematika disamping sebagai bahasa simbolis juga merupakan bahasa universal yang memungkinkan manusia
memikirkan, mencatat dan mengkomunikasikan ide mengenai elemen
37
Ismail et.al, Kapita Selekta Pembelajaran Matematika, PMAT444714SKSmodul.1- 12, Jakarta: Universitas terbuka, 2002, h. 1.15.
38
Sukardjono, Filasafat dan Sejarah Matematika Jakarta; UT, 2000, cet. 1, h. 1.3
dan kualitas. Kline 1981: 172 juga mengemukakan bahwa matematika merupakan bahasa simbolis dan ciri utamanya adalah
penggunaan cara bernalar deduktif, tetapi juga tidak melupakan cara bernalar deduktif.
39
Menurut Johnson dan Rising 1972 dalam bukunya mengatakan bahwa matematika adalah pola berfikir, pola mengorganisasikan,
pembuktian yang logis, matematika itu adalah bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas, dan
akurat, representasinya dengan symbol dan padat, lebih berupa bahasa simbol mengenai ide daripada mengenai bunyi.
40
c. Pengertian Hasil Belajar Matematika