dikenali karena mempunyai bau yang khas seperti bawang putih dari kulit dan buahnya.
Pohon kulim mempunyai kekhasan yaitu kulit yang lepas dari irisannya berwarna ungu, tebal dan bagian luar berwarna merah kecokelatan dan dapat lepas
menjadi bagian yang kecil berbentuk lempeng segi empat. Kulim termasuk ke dalam kayu kelas awet I-II. Kayu kulim mudah dikerjakan dan tidak cepat
menumpulkan gigi gergaji, hasil serutan bervariasi tergantung pada tingkat perpaduan serat sampai licin.
2.2 Habitat dan Penyebaran
Rachmawati 1998 mengatakan bahwa kulim dapat tumbuh secara alami pada ketinggian kurang dari 100 m dpl, dengan topografi datar hingga
bergelombang dan terdapat pada kemiringan 0-15 pada jenis tanah podsolik merah kuning. Menurut Bertham 2006 kayu bawangkulim dapat tumbuh
sepanjang tahun pada ketinggian 600-900 m dpl. Kulim juga dapat tumbuh di tanah kering dan berpasir dan tidak mengandung air seperti daerah rawa-rawa.
Daerah penyebaran meliputi Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Palembang, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur.
Penyebaran kulim di Riau terdapat dibeberapa HPH seperti PT. Rokan Permai Timber, PT. Kulim Company, PT. Shorea Mer Timber, PT. Mandau, PT.
Seberidawana, PT. Wana Riau Sentosa dan PT. Nanjak Makmur. Semua HPH tersebut wilayah kerjanya berada di daerah Indragiri Hulu, Indragiri Hilir, Kampar
dan Bengkalis Ismail 2000.
2.3 Kegunaan
Kayu kulim banyak digunakan sebagai bahan baku untuk membuat tiang, jembatan, umpak dalam tanah, balok tiang dan papan pada bangunan rumah serta
bagian lunas perahu Ismail 2000. Buahnya digunakan sebagai pengganti bawang putih pada masakan dan dapat dijadikan sebagai bahan obat. Selain kayunya yang
terkenal awet dan kuat, kulim juga memiliki manfaat lain yaitu buahnya digunakan sebagai obat cacing. Di daerah Kenohan
– Kalimantan Timur, kulim dikenal
dengan nama “bawang hutan” dan dimanfaatkan selain sebagai pengganti
aroma bawang putih biji dan kulit kayunya, juga sebagai sayuran daun, obat tradisional akar dan daun dan upacara ritual kulit kayu dan buah Siagian et al.
2000 diacu dalam Rahayu et al. 2007. Menurut Setyowati dan Wardah 2007 buah kulim yang digiling dan ditambahkan air dapat mencegah masuk angin pada
anak-anak.
2.4 Permudaan
Permudaan alam kulim cukup banyak dan menyebar, sedangkan permudaan buatan dapat dilakukan baik dengan anakan dari permudaan alam
maupun dari persemaian. Anakan kulim dapat tumbuh pada tempat yang agak terbuka Rachmawati 1998. Biji ditanam di bawah naungan secara langsung di
lapangan dan di persemaian. Kondisi habitat yang cocok bagi pertumbuhan biji serta kondisi tajuk yang tidak terlalu rapat dapat mempengaruhi permudaan
Bahrun 2000.
2.5 Ancaman Kepunahan
Ancaman kepunahan kulim terletak pada perusakan lahan dan habitat secara besar-besaran di Riau. Pada saat ini keberadaan kulim di daerah Riau
terancam punah akibat dari penebangan liar atau eksploitasi hutan. Kegiatan tersebut dilakukan karena adanya tingkat kebutuhan masyarakat terhadap kulim
yang semakin tinggi. Rachmawati 1998 mengatakan bahwa pemanfaatan kulim sebagai bahan baku pembuat kapal di Bagan Siapi-api dan manfaat lainnya.
Ancaman kelestarian kulim selain manusia adalah hama yang memakan buah kulim seperti babi hutan Sus scrofa, kijang Muntiacus muntjak, kancil
Tragulus javanicus, bajing Lariscus sp., dan landak Hystrix brachyura. Selain itu, faktor fisiologi dari kulim yang lambat tumbuh dan berbuah hanya
sekali dalam setahun Heryanto Garsetiasih 2004.
2.6 Status Konservasi Kulim
Kategori status konservasi spesies tumbuhan berdasarkan IUCN 2001 adalah sebagai berikut: