Mekanisme Kerja DEA Dalam Model Distribusi Risiko Risk Sharing

Perbaikan model juga diikuti oleh beberapa kajian lebih lanjut yang perlu dipertimbangkan sebelum diimplementaikan ke lapangan. Diantara beberapa kelemahan model yang perlu ditelaah lebih lanjut adalah : 1. Model belum bisa mendeskripsikan dengan jelas seberapa besar peningkatan profit di sisi pelaku petani, prosesor dan kolektor sebagai bagian jaringan rantai pasok akibat peningkatan kualitas pasokan produk. Kajian ini diperlukan berkaitan dengan salah satu indikasi harga yang berlaku dikoperasi pada saat ini masih bisa ditingkatkan jika kualitas standar oganik produk diperbaiki lagi. Perbaikan harga di tingkat koperasi pasti akan mempengaruhi harga jual di tingkat pelaku upstream rantai pasok. 2. Model RS belum bisa menjelaskan dengan lebih jelas siklus periode penilaian efisiensi pelaku rantai pasok. 3. Model RS belum bisa mendeskripsikan model kuantitatif untuk analisis kelembagaan yang akan menyertai proses implementai model. Mekanisme tranparansi harga juga menjadi salah satu indikator yang harus dikaji ketika akan mengaplikasikan model RS dalam penelitian ini. Koordinasi rantai pasok telah diberikan sebagai panduan yang jelas dalam melakukan proses tranparansi harga. Struktur kontrak dalam penelitian ini diberikan dalam bentuk model kuantitatif sehingga bisa menjadi parameter acuan yang jelas dalam merancang model atau mekanisme tranparansi harga dari distributor koperasi ke level Upstream rantai pasok. Permasalahan ini akan menjadi fokus riset selanjutnya dalam memperbaiki model RS yang diusulkan dalam penelitian ini. Halaman ini sengaja dibiarkan kosong

VII. KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan

Mengacu pada tujuan dari penelitian ini dalam mendesain rantai pasok kopi organik di Aceh Tengah untuk optimalisasi Balancing Risk, maka dapat disimpulkan bahwa : a Hasil identifikasi risiko rantai pasok kopi organik di Aceh Tengah diketahui terdapat empat komponen faktor risiko yaitu risiko pasokan, kualitas, permintaan dan harga. Risiko harga dan kualitas merupakan faktor risiko yang paling besar pengaruhnya terhadap keberlanjutan rantai pasok. Total persentase risiko harga dalam jaringan rantai pasok untuk ke empat pelaku adalah 42,18 sementara risiko kualitas 33.77 . Dari hasil evaluasi risiko diketahui pelaku tingkatan petani merupakn pelaku yang paling berisiko dengan bobot sebesar 0.74 diikuti dengan koperasi 0.14. Sementara pelaku tingkatan prosesor dan kolektor relatif menanggung bobot risiko yang kecil masing-masing 0,03 dan 0,09. b Metode penanggulangan risiko dilakukan melalui model distribusi risiko atau RS dengan mekanisme penentuan harga jual optimal untuk setiap pelaku di dalam rantai pasok berdasarkan tingkat pencapaian kinerja dari masing- masing pelaku.. Dari proses pendistribusian profit diketahui model RS berhasil menggeser bobot risiko petani sebesar 0,25 Sementara peningkatan marjin untuk pelaku petani untuk setiap kg penjualan kopi meningkat sebesar Rp 25.432,45. Dari model juga diperoleh pendistribusian risiko bisa dioptimalkan dalam rangka menciptakan penyeimbangan risiko balancing risk antar pelaku rantai pasok. c Perancangan rantai pasok berkelanjutan diperoleh melalui mekanisme model RS dan rancangan struktur kontrak yang terbukti mampu meningkatkan total profit koperasi, petani, prosesor dan kolektor. Peningkatan marjin total koperasi diketahui Rp 2.638.8747.95 untuk 20 orang pelaku rantai pasok. Sementara peningkatan total marjin petani, kolektor dan prosesor bisa dicapai melalui peningkatan kinerja masing-masing pelaku. Melalui model ini secara signifikan terbukti mampu meningkatkan total profit pelaku yang