Pengukuran Kinerja pelaku Rantai Pasok melalui pendekatan Data

Sehingga, bisa disimpulkan peningkatan jumlah kuantitas ekspor disebabkan faktor produktifitas petani kopi Arabika Gayo. Tabel 5 Data luas areal tanam kopi Arabika Nagroe Aceh Darussallam Tahun 1983-2006 No. Tahun Luas tanam Ha 1 1983 31,74 2 1984 32,47 3 1985 32,33 4 1986 33,88 5 1987 33,86 6 1988 43,22 7 1989 49,05 8 1990 55,31 9 1991 59,37 10 11 12 1992 1993 1994 59,43 59,82 59,76 13 1995 57,74 14 1996 57,76 15 1997 61,68 16 1998 62,14 17 1999 92,71 18 2000 100,07 19 2001 96,40 20 2002 94,90 21 2003 97,78 22 2004 98,35 23 2005 94,59 24 2006 94,89 Sumber : Data BPPS diolah 2006 tanaman menghasilkan Ketika ditelaah lebih lanjut luas areal tanam yang tergambar pada data diatas sebenarnya ada indikasi lahan yang telantar akibat adanya konflik dan tsunami di Aceh melalui persentase jumlah lahan terlantar Gambar 9. Gambar 9 Perkembangan Produksi Kopi 1990 sd 2007 di Aceh Tengah dan Bener Meriah APED, 2011 Dari serangkaian alur gambaran data yang disajikan diatas memperkuat hipotesa keberlanjuan rantai kopi organik di Aceh Tengah sebagai salah satu wilayah sentra produksi kopi organik Arabika Gayo terancam hilang karena kompleksitas permasalahan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya. Tercatat, jumlah petani kopi di Aceh Tengah 34.476 keluarga. Jika satu keluarga diasumsikan beranggotakan 4 orang, sebanyak 137.904 orang di sana yang menggantungkan hidup pada kebun kopi. Jumlah itu setara dengan hampir 90 persen total penduduk Aceh Tengah yang mencapai 149.145 jiwa 2010. Kondisi yang sama juga terjadi di Bener Meriah. Jumlah petani kopi mencapai sekitar 21.500 keluarga atau sekitar 84.000 jiwa orang. Itu artinya sekitar 75 persen penduduk di Bener Meriah 111.000 jiwa tahun 2010 menggantungkan hidup pada kebun kopi. Itu baru di petani, belum termasuk pedagang, tauke, agen kopi, dan warga yang bekerja di pengolahan kopi. Pengolahan kopi arabika di Aceh tengah masih terbatas dalam bentuk kopi beras dengan orintasi utama untuk expor.

III. METODE PENELITIAN

3.1. Kerangka Pemikiran

Manajemen risiko rantai pasok melalui pendekatan distribusi risiko Risk Sharing merupakan proses yang kompleks. Kompleksitas lingkungan tempat keputusan strategis dibuat merupakan pertimbangan utama untuk menentukan kerangka pikir model distribusi risiko yang akan dirancang. Terdapat beberapa alasan adanya kompleksitas ini yaitu : 1 Perancangan model dibatasi spesifik masalah yang berkaitan dengan standarisasi organik mutu produk; 2 Model yang akan dirancang melibatkan parameter pengukuran yang belum pernah digunakan pada model terdahulu yaitu kinerja pelaku rantai pasok; 3 Output dari model tidak hanya dirancang untuk menjaga keberlanjutan rantai pasok kopi organik di Aceh Tengah, akan tetapi sekaligus meningkatkan total profit pelaku di saat yang bersamaan; 4 Model dirancang untuk mediasi kontradiksi pandangan mengenai mekanisme mitigasi risiko rantai pasok melalui mekanisme distribusi risiko. Pengukuran risiko di dalam penelitian ini dilakukan secara kuantitatif melalui pendekatan metode statistik dengan keluaran berupa peluang risiko. Kerangka kerja yang dilakukan di dalam penelitian ini disusun secara sitematis berdasarkan tujuan perancangan model distribusi risiko rantai pasok kopi organik di Aceh Tengah. Tujuan dari model ini adalah melakukan peningkatan terhadap kualitas pasokan, kuantitas pasokan, total profit pelaku rantai pasok serta menjamin kontinuitas pasokan kopi organik. Sistematika penyusunan kerangka pikir model desain rantai pasok kopi organik terdiri atas beberapa sub model yang saling berkaitan satu sama lain sehingga bisa menghasilkan suatu model yang utuh untuk menyeimbangkan risiko balancing risk pelaku rantai pasok kopi organik di Aceh Tengah. Kekuatan model didapatkan melalui pendekatan yang berbeda dalam rangka menghasilkan sebuah rancangan model distribusi risiko. Rancangan model bertujuan untuk dapat meningkatkan total profit pelaku dan keberlanjutan pasokan disaat bersamaan. Perbedaan model dalam studi ini terdapat pada pemahaman yang berbeda dari model sebelumnya dalam proses justifikasi perspektif pelaku yang akan berbagi profit. Pergeseran cara pandang risiko dan motivasi yang berbeda dari setiap pelaku dengan jenis organisasi yang