Penyeimbangan Risiko Tingkat Prosesor
rantai pasok DMU. Nilai efisiensi pelaku ditetapkan berdasarkan garis batas efficient frontier dari setiap unit yang memperoleh nilai efisiensi tertinggi.
Sehingga, sejumlah pelaku dengan nilai efisiensi tertinggi yaitu 100 akan membentuk garis batas efisien yang melingkupi envelope nilai efisiensi pelaku
yang kurang dari 100 . Prinsip inilah yang menjadi tolak ukur metode DEA untuk membedakan antara pelaku yang efisien dan tidak efisien. Pelaku yang
berada di dalam lingkup garis batas efisiensi akan ditetapkan sebagai pelaku yang tidak efisien Gambar 22.
Pelaku 1 Pelaku 4
Pelaku 7
Pelaku 2 Pelaku 2
Pelaku 5 Pelaku 6
Outputinput O
u tpu
t in
pu t
Garis batas efisiensi
a b
c
Gambar 22 Ilustrasi prinsip benchmarking DEA dalam model distribusi risiko Berdasarkan persamaan 10 diketahui bahwa garis a, b, c merupakan rentang nilai
ketidakefisienan pelaku rantai pasok yang didefinisikan model RS sebagai koofisien risk aversion
. Pelaku 2, 5, dan 6 merupakan pelaku dengan nilai EV yang belum optimal karena kinerja yang belum maksimal. Mekanisme ini akan
menyebabkan perolehan nilai harga jual untuk pelaku ke 2, 5 dan 6 menjadi tidak maksimal. Hal ini disebabkan nilai efisiensi
θ yang menjadi parameter dalam penetapan jumlah insentif belum optimal sehingga jumlah harga yang didapatkan
pelaku menjadi tidak maksimal. Prinsip yang telah dijelaskan diatas yang menjadi indikator dalam
peningkatan profit pelaku rantai pasok terutama sekali koperasi. Ketika diimplementasikan ke dunia nyata, model RS akan bekerja berdasarkan
mekanisme kompetisi antar pelaku dalam memperoleh nilai harga jual yang optimal. Peningkatan nilai harga jual diperoleh dengan perbaikan kinerja sehingga
jumlah insentif yang diterima pelaku bisa dioptimalkan. Garis batas efisiensi pada model DEA akan didefinisikan sebagai batas harga jual optimal yang bisa
diberikan koperasi sebagai distributor melalui sharing profit dalam mekanisme model RS. Perbaikan kinerja bisa dilakukan pelaku jika terjadi peningkatan nilai
atribut pada model DEA sehingga indikator tersebut akan menjadi parameter tolak ukur koperasi dalam meningkatkan profit yang diinginkan. Peningkatan kuantitas
dan kualitas pasokan dari petani sebagai salah satu atribut model DEA akan berimplikasi terhadap peningkatan profit koperasi. Sebaliknya, petani sebagai
pelaku sentral yang dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas pasokan kopi organik akan memperoleh keuntungan karena terjadi peningkatan terhadap harga
jual produk yang dipasok. Total profit pelaku bagian hulu rantai pasok dapat meningkat jika nilai harga jual tingkat koperasi FP
yi
ikut meningkat. Indikatornya dapat dilihat pada perbaikan atribut kualitas sehingga posisi harga
jual koperasi ikut meningkat. Studi ini tidak dapat memberikan gambaran nyata sampai ke negosiasi harga pada tingkat importir dengan exportir koperasi akibat
perbaikan kualitas produk.