Peremajaan Optimum Tanaman Perkebunan

16 ketika tanaman tahunan tersebut dilakukan tumpang sari dengan tanaman lain maka nilai Net NC yang didapat yaitu sebesar 0,96 atau Net BC 1. Berdasarkan studi empiris terkait dengan manfaat tanaman sela terhadap peremajaan dan pendapatan yang diterima petani, tanaman sela memiliki pengaruh yang positif pada beberapa penelitian yang telah dilakukan. Tanaman sela tidak mengganggu pertumbuhan tanaman utama dan tanaman utama khususnya karet dapat berkembang lebih baik dibandingkan dengan tanaman yang tidak ditanami tanaman sela. Penerapan tanaman sela juga harus disesuaikan dengan kondisi komoditi dan lingkungan tempat petani melakukan peremajaan.

2.4. Peremajaan Optimum Tanaman Perkebunan

Peremajaan merupakan salah satu hal yang penting dalam usaha untuk mempertahankan kontinuitas produksi tanaman perkebunan. Umur penentuan peremajaan untuk setiap tanaman perkebunan memiliki jumlah tahun yang berbeda-beda tergantung dari komoditinya. Sudah banyak penelitian yang dilakukan untuk menentukan saat optimum peremajaan tanaman perkebunan. Terdapat beberapa metode yang digunakan untuk menghitung umur atau saat optimum peremajaan, salah satunya yaitu metode Faris Ismail Mamat 2002; Sutarna 2000; Ernah 2010. Penentuan umur optimum peremajaan dengan metode Faris dilakukan dengan mencari nilai Marginal Net Revenue MNR sama dengan atau mendekati nilai Amortisasi Net Revenue ANR pada tahun yang sama. Metode ini dapat digunakan untuk tanaman perkebunan seperti kopi, kakao, teh, karet, atau kelapa sawit. Penelitian yang dilakukan Ismail dan Mamat 2002 yaitu menentukan saat optimum peremajaan tanaman kelapa sawit yang ada di Malaysia. Namun dalam penelitian yang dilakukan Ismail dan Mamat menggunakan metode Faris dengan mencari umur peremajaan optimum ketika nilai MNR sama atau menekati nilai AVNR. Hasil penelitian menunjukkan bahwa saat optimum peremajaan kelapa sawit dipengaruhi oleh harga jual CPO. Saat harga jual CPO mengalami kenaikan maka saat optimum premajaan akan menjadi lebih pendek daripada saat harga jual sebelumnya. Hal ini terbukti ketika harga jual berada pada level RM 180 per ton, saat optimum peremajaan yaitu 27 tahun. Sedangkan pada saat harga naik menjadi 17 RM 200 dan RM 220 maka saat optimum peremajaan secara berurutan berubah menjadi 26 dan 25 tahun. Berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan Ernah 2010 yaitu melakukan penentuan saat optimum peremajaan pada tanaman kakao. Penentuan saat optimum tanaman kakao tidak dipengaruhi oleh perubahan harga jual dari kakao. Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa perubahan harga yang dibuat tidak memengaruhi saat optimum peremajaan namun lebih dipengaruhi dari perubahan nilai tingkat suku bunga yang terjadi. Semakin rendah nilai tingkat suku bunga maka saat optimum peremajaan akan semakin cepat atau pendek. Hasil penelitian lain tentang saat optimum peremajaan tanaman perkebunan yaitu pada tanaman teh. Pada penelitian ini Sutarnah 2000 tidak melakukan uji sensitivitas seperti yang dilakukan pada kedua penelitian sebelumnya. Sutarnah 2000 hanya melihat saat optimum peremajaan teh melalui dua kondisi yaitu secara finansial dan secara ekonomi. Saat optimum peremajaan tanaman teh secara finansial ataupun ekonomi tidak mengalami perbedaan. Saat optimum peremajaan pada kedua keadaan tersebut didapat pada tahun ke 41 dari tahun nol penanaman teh. Perbedaan antara kondisi finansial dan kondisi ekonomi dari penelitian tersebut yaitu dari penggunaan harga jual teh. Harga jual teh pada perhitungan secara finansial menggunakan harga yang sebenarnya dan perhitungan secara ekonomi mengunakan harga bayangan dari teh. Berdasarkan hasil penelitian Sutarnah 2000 juga dapat disimpulkan bahwa perubahan harga pada tanaman teh juga tidak memengaruhi saat optimum peremajaan pada tanaman teh. Namun memang belum adaya penelitian lebih lanjut tentang faktor apa yang paling memengaruhi saat optimum dari tanaman perkebunan. Sehingga tidak dapat diketahui secara pasti faktor yang memengaruhi saat optimum peremajaan suatu tanaman perkebunan. Berbeda dengan ketiga penelitian sebelumnya, Jenahar 2003 mengitung saat optimum peremajaan tanaman karet dengan menggunakan penentuan titik optimal peremajaan Sutardi 1973 dalam Jenahar 2003 dan juga dengan menggunakan metode pengembangan dari metode Sutardi 1973 dalam Jenahar 2003. Metode pengembangan tersebt dikembangkan sendiri oleh Jenahar 2003. 18 Kedua metode tersebut tidak memiliki perebedaan dalam menentukan saat optimum peremajaan dan luas optimum peremajaan. Pada penelitiannya Jenahar 2003 menggunakan perubahan keadaan produksi karet yaitu pada keadaan produksi karet normal, pesimis, dan optimis. Kondisi karet pada keadaan normal, pesimis, dan optimis selain dari produksi karet juga dipengaruhi dari harga jual karet dan tingkat inflasi yang terjadi. Keadaan normal dan optimis yang dibuat menggunakan harga jual dan tingkat inflasi yang sama namun pada saat kondisi pesimis menggunakan harga jual dan tingkat inflasi yang lebih rendah dibandingkan dua kondisi sebelumnya. Perbedaan yang ada pada setiap kondisi menyebabkan perbedaan pada saat optimum peremajaan karet. Saat optimum peremajaan karet pada kondisi normal dicapai pada umur ekonomi 25 tahun. Sedangkan pada saat kondisi pesimis, saat optimum peremajaan karet berada pada umur ekonomis 24 tahun. Keadaan terakhir yaitu pada keadaan optimis, saat optimum peremajaan karet berada pada umur ekonomi 27 tahun. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Jenahar 2003 dapat disimpulkan bahwa saat optimum peremajaan karet dipengaruhi oleh perubahan harga jual, tingkat inflasi, dan perubahan produksi karet di setiap kondisi. Namun tidak dapat diketahui secara jelas perubahan apa yang paling memengaruhi saat optimum peremajaan dikarenakan perubahan tersebut dilakukan secara bersamaan dalam satu kondisi. 19 III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis yang diugunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan konsep peremajaan, hipotesis faktor-faktor yang memengaruhi petani melakukan peremajaan dan konsep peremajaan optimum. 3.1.1. Konsep Umur Optimum Peremajaan Umur optimum peremajaan tahun dimana sebaiknya peremajaan dilakukan dan apabila melewati tahun tersebut maka akan terjadi kerugian. Penentuanan saat atau umur optimum peremajaan merupakan kegiatan yang dilakukan untk menentukan batas umur ekonomis dengan mempertahankan kontinuitas atau keberlanjutan produksi agar tercapai kondisi yang optimal sepanjang kegiatan produksi berlangsung. Banyak metode yang dapat digunakan dalam melakukan penentuan umur optimum peremajaan. Salah satu metode yang dapat digunakan yaitu metode yang digunakan Faris. Faris 1960 dalam Sutarna 2002 membahas penentuan optimum peremajaan dengan tiga tipe atau konsep dari asset produksi yang dimiliki. Terdapat tiga konsep peramajaan yang dikemukan oleh Faris dalam Ernah 2010 dan Ismail dan Mamat 2002 yaitu : 1. Produksi jangka pendek dengan penerimaan yang diwujudkan dengan cara penjualan asset. Konsep pertama ini biasanya digunakan pada produksi jangka pendek yaitu kira-kira mencapai waktu enam bulan. Penerimaan usaha yang berproduksi pada jangka pendek akan diperoleh dengan cara menjual asetnya yaitu tanaman itu sendiri. Peremajaan optimum pada konsep pertama ini ditentukan dengan mengetahui nilai tambahan penerimaan bersih marginal net revenue MNR sama dengan penerimaan bersih rata-rata average net revenue . 2. Produksi jangka panjang dengan penerimaan yang diwujudkan dengan cara menjual asset yang dimiliki. Produksi jangka panjang ini merupakan kegiata produksi yang kira-kira mencapai umur usaha 50 tahun. Konsep kedua dimaksudkan dengan peneriman usaha jangka panjang diperoleh dengan cara menjual asset di akhir pengusahaan asset tersebut. Konsep kedua ini biasanya digunakan pada tanaman tahunan yang hasil kebunnya hanya satu kali 20 produksi seperti jati atau gaharu. Pengusahaan kebun jati untuk mendaptkan penerimaan dari penjualan kayu diperoleh pada saat tanaman jati ditebang. Selama jati belum ditebang maka tidak akan penerimaan yang akan diperoleh. Prinsip yang digunakan pada konsep kedua Faris 1960 yaitu peremajan optimum dapat ditentukan pada saat tambahan penerimaan bersih MNR dari kegiatan ini sama atau mendekati dengan nilai amortisai tertinggi dari pendapatan bersih dari kegiatan selanjutnya anticipated of net revenue. 3. Produksi jangka panjang yang diwujudkan dengan cara penjualan hasil sepanjang hidup asset. Maksud dari konsep ketiga mnejelaskan bahwa suatu usaha jangka panjang dimana penerimaan diperoleh dari hasil produksi sepanjang umur asset. Konsep ini biasanya digunakan untuk menentukan umur optimum peremajaan pada tanaman perkebunan seperti kopi, karet, teh, kelapa sawit, dan kakao. Prinsip peremajaan optimum pada konsep ketiga yaitu penerimaan bersih net revenue tahunan tahunan merupakan tambahan penerimaan bersih marginal net revenue, sehingga saat peremajaan optimum terjadi pada saat keuntungan bersih per tahun sama dengan amortisasi dari nilai kini keuntungan selama masa pengusahaan amortisasi of net revenue ANR. Mengingat tanaman karet termasuk tanaman tahunan dan perkebunan yang memiliki silkus hidup yang cukup panjang, maka konsep yang sesuai sebagai penentuan umur optimum peremajaan pada penelitian ini yaitu konsep ketiga. 21 Gambar 1. Grafik hubungan antara umur dengan MR, MC, MNR dan ANR S umber : Sutarna 2000 Penentuan saat atau umur optimum peremajaan dengan menggunakan metode Faris berbeda dengan penentuan optimum dengan cara pendekatan break event point. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 1 yaitu grafik hubungan antara umur dengan Marginal Revenue MR, Marginal Cost MC, Marginal Net Revenue MNR, dan Amortised Net Revenue ANR. Dari Gambar dapat dilihat bahwa penentuan umur optimum peremajaan dengan pendekatan break event point terjadi pada saat MC sama dengan MR yaitu pada titik O2 dan berada pada umur di titik X2. Sedangkan penentuan umur optimum peremajaan dengan metode Faris 1960 dalam Sutarna 2000 terjadi pada saat grafik MNR memotong grafik ANR yaitu pada titik O1 yang berada pada umur di titik X1. Penentuan umur optimum peremajaan dengan metode Faris terjadi lebih cepat dibandingkan dengan penentuan umur optimum berdasarkan pendekkatan break event point. Prinsip penentuan saat optimum peremajaan dengan metode Faris diterapkan pada usaha yang sifatnya jangka panjang dan faktor bunga juga ikut diperhitungkan. MNR ANR MR MC Umur RpHektar 22 3.1.2. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Keputusan Petani Melakukan Peremajaan Peremajaan dalam bahasa lain dapat digunakan dengan istilah replacement, replanting , rejuvenation, atau bahkan renovation. Dalam artian luas peremajaan adalah suatu kegiatan untuk memperbarui dari kondisi lama yang sudah mulai turun fungsi atau tidak memiliki lagi nilai fungsinya. Peremajaan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan istilah replanting atau penggantian tanaman. Peremajaaan replanting dilakukan pada kebun-kebun yang memiliki tanaman sudah tidak berproduksi lagi. Dalam penelitian ini terdapat beberapa hipotesis faktor-faktor yang memengaruhi keputusan petani melakukan peremajaan karet. Faktor-faktor yang diduga memengaruhi keputusan petani dalam melakukan peremajaan dibagi menjadi dua faktor utama yaitu faktor social ekonomi dan faktor teknis. Faktor sosial ekonomi terdiri dari faktor pengalaman petani, pendidikan, proporsi penghasilan lain dan jumlah tanggunagn anggota keluarga. Sedangakn faktor teknis yang digunakan dalam penentuan faktor-faktor hanya luas lahan petani. 1. Usia Petani Usia petani adalah salah satu variabel independen yang diduga memengaruhi keputusan petani dalam melakukan peremajaan. Usia dan pendidikan merupakan faktor yang mampu memengaruhi cara pikir dan keputusan seseorang, Usia petani yang digunakan adalah usia petani responden secara keseluruhan yaitu petani responden yang meremajakan dan tidak meremajakan. Hipotesis yang digunakan pada variable ini adalah semakin tinggi usia petani maka diduga sementara peluang petani untuk melakukan peremajaan akan semakin rendah. Hal ini berdasarkan pernyataan dari Suratiyah 2009 usia seseorang menentukan prestasi kerja atau kinerja dari orang tersebut. Semakin tuanya usia petani maka prestasi atau tingkat produktivitas kerjanya akan semkain menurun. Begitu juga seperti yang dijelaskan oleh soekartawi 2005 bahwa petani yang memiliki usia lebih tua cenderung tidak melakukan penerapan inovasi pada pertanian mereka. Petani yang berusia tua akan lebih cenderung untuk tidak melakukan peremajaan pada kebun karet mereka. 23 2. Pendidikan Pendidikan sangat berhubungan terhadap pola pikir petani. Variabel pendidikan diharapkan nanti dapat berpengaruh positif terhadap peluang petani dalam melakukan peremajaan. Seperti yang dijelaskan Soekartawi 2005 bahwa petani yang memeiliki pendidikan lebih tinggi akan relatif lebih cepat melakukan adopsi dalam inovasi teknologi. Hal ini dikarenakan petani yang berpendidikan cenderung akan memiliki pola pikir untuk mendapatkan hasil yang lebih maksimal dengan tindakan yang efisien. Sehingga apabila dikaitkan ke peremajaan maka petani yang berpendidikan diduga akan melakukan peremajaan pada kebun mereka untuk mendapatkan hasil yang maksimal dibandingkan tetap melakukan penyadapan dengan produksi yang rendah, atau secara ekonomi tidak menguntungkan lagi. 3. Pengalaman Petani Pengalaman petani adalah salah satu variabel independen yang diduga memengaruhi keputusan petani dalam melakukan peremajaan. Usia, pengalaman dan pendidikan merupakan faktor yang mampu memengaruhi cara pikir dan keputusan seseorang, Peengalaman petani yang digunakan adalah pengalaman petani responden dalam usahatani karet secara keseluruhan yaitu petani responden yang meremajakan dan tidak meremajakan. Hipotesis yang digunakan pada variable ini adalah semakin lama pengalaman petani maka diduga sementara peluang petani untuk melakukan peremajaan akan semakin tinggi. 4. Jumlah Tanggungan Anggota Keluarga Jumlah tanggungan anggota keluarga merupakan jumlah anggota keluarga yang masih dalam tanggungan petani responden. Soekartawi 2005 menjelaskan bahwa jumlah keluarga sering dijadikan pertimbangan dalam pengambilan keputusan oleh petani untuk melakukan inovasi atau teknologi baru. Jumlah tanggungan diduga memiliki diduga pengaruh yang negatif dalam model dikarenakan semakin banyak anggota keluarga maka peluang petani untuk tidak melakukan peremajaan akan semakin besar. Junlah tanggungan akan menjadi salah satu faktor yang dapat menghambat petani untuk melakukan peremajaan. Semakin banyak anggota keluarga yang ditanggung, maka petani akan semain banyak membutuhkan biaya untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. biaya 24 hidup yang banyak akan cenderung membuat petani untuk menunda untuk melakukan peremajaan. 5. Proporsi Penghasilan lain Proporsi penghasilan lain petani yaitu berupa persentase penghasilan lain dalam pendapatan total yang dimiliki petani. Faktor ini memiliki hubungan dengan jumlah pendapatan yang diperoleh petani. Faktor ini ikut diperhitungkan karena diduga memiliki pengaruh yang positif terhadap keputusan petani dalam melakukan peremajaan karet. Semakin tinggi atau besar proporsi penghasilan lain dibandingkan dengan pendapatan karet dalam pendapatan total petani maka tingkat kesejahteraan petani akan semakin meningkat. Hal ini dapat menyebabkan petani cenderung untuk melakukan peremajan pada kebun karet mereka. 6. Luas lahan yang Dimiliki Luas lahan merupakan luas lahan total yang dimiliki dan dikelola oleh petani petani karet responden. Luas lahan dapat menjadi salah satu tolok ukur dari ukuran usahatani. Semakin luas lahan yang dimiliki maka semakin besar ukuran usahatani yang dimiliki. Secara teoritis, luas lahan diduga akan memiliki pengaruh positif terhadap keputusan melakukan peremajaan. Soekartawi 2005 menjelaskan bahwa ukuran usahatani selalu memiliki hubungan yang positif dalam pengambilan keputusan petani untuk menerapkan teknologi baru. Hal ini dilihat dalam hubungan pada keputusan petani untuk melakukan peremajaan yaitu dapat dikarenakan semakin luas lahan yang dimiliki petani, maka petani akan semakin mudah untuk mengatur pola tanam karet. Luas lahan diduga juga salah satu faktor yang akan menentukan keputusan petani dalam melakukan peremajaan.

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional