64 diduga karena petani mulai kesulitan untuk menyadap pohon karet dikarenakan
pohon karet sudah mengalami habis kulit sadap.
6.3. Umur Optimum Peremajaan Karet
Dasar pertimbangan untuk melakukan peremajaan adalah biaya imbangan Opportunity Cost dari lahan yang digunakan. Penentuan saat optimum
peremajaan merupakan suatu hal yang penting dengan tujuan memperoleh pendapatan yang maksimal. Penentuan saat optimum peremajaan dapat dilakukan
dengan dua cara yaitu dengan secar teknis dan secara ekonomis. Dalam penelitian ini, saat optimum peremajaan ditentukan secara ekonomis dengan menggunakan
konsep ketiga Faris 1960 dalam sutarna 2000. Metode ini dapat menjelaskan bahwa titik optimum peremajaan dicapai apabila pendapatan marjinal MNR per
tahun sama dengan taksiran nilai kini amortisasi pendapatan bersih Amortised of Net Revenue
ANR pada tahun yang sama. Dengan kata lain, metode Faris menjelaskan bahwa peremajaan optimum terjadi apabila nilai MNR sama dengan
atau mendekati nilai ANR pada tahun yang sama. Berdasarkan lampiran 2 dapat diketahui selisish nilai MNR dan ANR yang
terkecil yaitu pada umur tanaman tahun ke 4 dari karet. Namun selisih nilai pada umur tahun ke 4 tersebut bukanlah saat optimum peremajaan karet. Hal ini
dikarenakan pada umur tahun ke 4, karet belum menghasilkan dan merupakan tahun-tahun awal penanaman karet. Selisih nilai MNR dan nilai ANR yang paling
kecil dapat dilihat setelah umur karet pada tahun ke 6 atau pada saat tanaman karet sudah menghasilkan TM. Hasil penelitian Ismail dan Mamat 2002 juga
menghasilkan dua titik selisih nilai MNR dan ANR terkecil yaitu pada saat sawit berumur 3 tahun dan 33 tahun. Umur peremajaan optimum yang digunakan dalam
penelitian tersebut adalah umur 33 tahun. Hal ini dikarenakan pada tahun awal saat tanaman belum menghasilkan, tidak mungkin untuk dilakukan peremajaan
karena tanaman baru saja ditanam. Sehingga untuk menentukan umur peremajaan optimum dapat dilihat dari selisih nilai MNR dan ANR terkecil setelah tanaman
menghasilkan. Selisih nilai MNR dan ANR yang paling kecil pada saat TM yaitu terjadi
pada umur karet tahun ke 23. Selisih nilai MNR dan ANR yang paling kecil menandakan bahwa pada tahun ke 23 adalah umur atau saat optimum peremajaan
65 karet. Pada tahun tersebut selisih antara nilai MNR dan ANR yaitu sebesar
936.147 rupiah. Perhitungan saat optimum peremajaan karet juga dicoba dengan metode Faris 1960 yang digunakan oleh Ismail dan Mamat 2002 untuk
menghitung peremajaan optimal tanaman kelapa sawit. Metode yang digunakan pada penelitian Ismail dan Mamat 2002 yaitu dengan menggunakan selisih nilai
MNR dan AVNR terkecil. Perhitungan penentuan saat optimum peremajaan karet dengan menggunakan metode ini juga menghasilkan umur atau saat optimum
karet pada tahun ke 23 karet. Jika dilihat dari umur optimum peremajaan yang terjadi, perkebunan karet
rakyat di Kabupaten Banyuasin 23 tahun lebih cepat daripada umur optimum perkebunan rakyat 30 tahun yang terjadi di Kecamatan Musi Landas yang
diperoleh dari hasil penelitian Jenahar 2003. Hal ini dapat terjadi karena adanya perbedaan faktor luar yang memengaruhi seperti iklim, jenis tanah, dan topografi
daerah. Sedangkan perbedaan faktor dalam yang mungkin memengaruhi seperti pengetahuan petani dan penerapan teknologi, dan manajemen.
Perbedaan faktor dalam ini dapat di sebabkan antara lain karena penerapan teknologi seperti teknik penyadapan yang dilakukan petani. Petani karet di
Kabupaten Banyuasin pada umumnya melakukan penyadapan yang kurang optimal atau tidak sesuai dengan prosedur dan standar umum dari penyadapan.
Ketidaksesuain ini dapat terjadi karena petani hanya mempelajari teknik penyadapan dari pengalaman yang diperoleh selama berkebun karet.
Perbedaan lainnya kemungkinan dapat disebabkan oleh penggunaan pupuk yang juga kurang optimal. Seperti pada Tabel 22 tentang penggunaan biaya
produksi pada karet, penggunaan biaya untuk pupuk semakin menurun. Penurunan biaya tersebut dikarenakan petani mengurangi penggunaan pupuk pada
kebun karet mereka. Penggunaan pupuk yang tidak sesuai dengan standar kebutuhan karet dapat menjadi salah satu penyebabkan penurunan produktivitas
karet yang semakin cepat. Faktor-faktor tersebut tentu akan mengubah struktur biaya produksi atau produktivitas dari tanaman karet yang dihasilkan oleh masing-
masing kebun. Analisis kepekaan atau sensitivitas juga dilakukan dalam penelitian ini.
Analisis kepekaan yang dilakukan yaitu berupa kepekaan tehadap perubahan
66 tingkat suku bunga, produktivitas, harga jual, serta biaya produksi terhadap
penentuan umur optimum peremajaan. Analisis kepekaan perubahan tingkat suku bunga dilakukan pada suku bunga yang paling rendah yaitu pada tingkat 2 persen
dan pada tingkat suku bunga dimana pengusahaan perkebunan karet sampai batas kelayakan yaitu tingkat suku bunga 22 persen. Perubahan tingkat suku bunga
lainnya dilakukan hanya untuk melihat seberapa jauh tingkat kepekaan dan pengaruhnya terhadap umur optimum peremajaan karet.
Berdasarkan Tabel 23 dapat diketahui umur optimum peremajaan dipengaruhi oleh perubahan tingkat suku bunga. Perubahan tingkat suku bunga
sebesar 20 persen mampu menyebabkan umur optimum peremaajaan mengalami perubahan empat tahun lebih cepat 19 tahun dari umur optimum sebelumnya 23
tahun. Perubahan kenaikan tingkat suku bunga dapat menyebabkan umur optimum peremajaan karet menjadi lebih cepat dibandingkan tingkat suku bunga
sebelumnya. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 23 bahwa semakin tinggi tingkat suku bunga maka umur optimum peremajaan akan semakin menjadi lebih pendek
atau cepat. Tabel 23. Kepekaan Penentuan Saat Optimum Peremajaan pada Perubahan
Produktivitas, Biaya Produksi dan Harga Jual pada Tingkat Bunga 5,75
No Uraian
Saat atau Umur Optimum
Tingkat Suku Bunga 5,75
1 Keadaan awal 23 Tahun
2 Penurunan Produktivitas 35 27 Tahun
3 Kenaikan Biaya Sarana Produksi 10 23 Tahun
4 Penurunan Harga Jual 30 23 Tahun
Perubahan Tingkat Suku Bunga
5 2
23 Tahun 6
15 22 Tahun
7 22
19 Tahun Analisis kepekaan yang dilakukan dalam penelitian ini juga melihat dari
perubahan produktivitas, harga jual karet, dan biaya produksi karet. Perubahan produktivitas yang di analisis merupakan penurunan produktivitas sebesar 35
persen dari produksi rata-rata. Penurunan produktivitas sebesar 35 persen dikarenakan flukuasi penurunan produksi getah karet pada petani responden
berkisar antara 20 sampai 50 persen dari produksi biasanya. Sehingga
67 pengambilan nilai penurunan produktivitas 35 persen merupakan rata-rata dari
penurunan produktivitas karet yang terjadi pada petani responden secara umum. Pemilihan penurunan harga jual karet sbesar 30 persen dikarenakan adanya
penurunan sebesar 30 persen dari harga karet dunia. Penurunan harga jual karet yang mengikuti dengan penurunan harga jual karet dunia karena dianggap
memiliki keterkaitan antara harga karet dunia dan harga jual karet pada petani responden. Kenaikan biaya sarana produksi sebesar 10 persen disesuaikan dengan
kenaikan harga biaya produksi yang terjadi terakhir kali. Dari hasil perhitungan pada Tabel 23 dapat dilihat bahwa saat optimum
peremajaan pada masing-masing kondisi perubahan adalah 23 tahun kecuali dari perubahan penurunan produktivitas sebesar 35 persen. Penurunan produktivitas
karet sebesar 35 persen mampu membuat saat atau umur optimum peremajaan menjadi lebih panjang atau lama 27 tahun dibandingkan dengan keadaan awal
23 tahun. Produktivitas karet yang menurun dapat memengaruhi secara langsung penerimaan petani. Penerimaan yang menurun dapat mengakibatkan umur
optimum peremajaan menjadi lebih lama. Hal ini apabila dipikirkan dengan logika, penerimaan petani yang rendah mengakibatkan petani kesulitan untuk
mendapatkan biaya dalam melakukan peremajaan. Petani akan cenderung menunda untuk melakukan peremajaan sampai mendapatkan modal yang cukup.
Walaupun petani melakukan peminjaman sebagai modal peremajaan, pengembalian modal akan menjadi lebih sulit bagi petani ketika penerimaan
petani rendah. Umur optimum peremajaan karet juga tidak mengalami perubahan pada
kondisi harga jual karet yang turun sebesar 30 persen. Penurunan harga jual karet sebesar 30 persen tidak mengubah saat atau umur optimum peremajaan karet.
Walaupun harga jual karet juga mengakibatkan penerimaan menjadi menurun, namun pada taraf penurunan sebesar 30 persen umur optimum peremajaan karet
masih berada pada umur yang sama. Umur optimum peremajaan karet mengalami perubahan ketika dilakukan penurunan harga jual karet yang lebih besar dari 30
persen. Perubahan harga jual karet dan produktivitas berbanding lurus dengan perubahan penerimaan petani. Penurunan harga karet jual karet sebesar 35 persen
68 yang juga dicoba ternyata mampu mengubah umur optimum peremajaan karet
menjadi lebih lama atau panjang dibandingkan dengan keadaan awal. Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan bahwa perubahan berupa
kenaikan biaya sarana produksi sebesar 10 persen tidak mampu menyebabkan perubahan bagi umur optimum peremajaan. Hal ini dapat dikarenakan biaya
sarana produksi tidak terlau besar mengambil bagian dari jumlah biaya total yang dikeluarkan selama pengusahaan kebun karet. Hal ini juga diduga dapat terjadi
karena petani tidak terlalu fokus pada biaya sarana produksi yang dikeluarkan. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, petani pada umumnya jarang
melakukan pemupukan yang merupakan bagian dari biaya produksi. Petani tidak akan melakukan pemupukan pada kebun karet mereka apabila petani sulit atau
tidak dapat memperoleh pupuk. Begitu juga dengan pemberantasan hama dan penyakit pada tanaman karet.
Pemupukan yang paling maksimal dilakukan yaitu pada tahun-tahun awal umur kebun karet yaitu saat tanaman belum menghasilkan. Setelah tanaman
menghasilkan, kecenderungan yang dilakukan petani pada umumnya hanya memupuk satu tahun sekali. Apabila pupuk sulit diperoleh atau pada saat umur
tanaman sudah tua maka petani tidak akan melakukan pemupukan pada kebun karet. Berdasarkan hasil wawancara, diketahui bahwa walaupun karet masih
dalam usia yang produktif namun apabila pupuk sulit untuk didapatkan maka petani juga tidak akan melakukan pemupukan.
Hasil data yang diperoleh dari petani karet di daerah penelitian yaitu, petani karet rata-rata melakukan peremajaan sedikit lebih lama dari umur
optimum peremajaan karet. Rata-rata umur karet yang diremajakan oleh petani yaitu sekitar umur 24,6 tahun atau dapat dibulatkan menjadi 25 tahun. Perbedaan
antara umur aktual rata-rata peremajaan yang dilakukan petani dengan perhitungan peremajaan optimum yang dilakukan mengalamai perbedaan lebih
kurang 2 tahun peremajaan optimum lebih pendek atau cepat dari peremajaan aktual. Perbedaan umur yang terjadi tidak terlalu besar sehingga dapat dikatakan
petani yang melakukan peremajaan, rata-rata sudah sesuai dengan umur optimum peremajaan. Namun pada kelompok petani yang tidak meremajakan, trata-rata
umur kebun karet mereka yaitu 26 tahun.
69 Perbedaan antara umur optimum peremajaan dengan umur karet kelompok
petani yang tidak diremajakan dan juga pada petani yang melakukan peremajaan pada umur karet 26, 27 dan 29 tahun cukup jauh. Peremajaan yang dilakukan
petani tersebut salah satunya dapat dikarenakan petani masih belum terlalu peduli atau sadar terhadap peremajaan optimum pada kebun karet mereka. Petani hanya
akan meremajakan kebun karet mereka apabila kebun karet mereka sudah tidak bisa lagi disadap atau dengan kata lain tidak menghasilkan getah lagi.
Salah satu faktor yang dapat memengaruhi umur peremajaan pada petani lebih lama dari umur peremajaan optimum adalah produktivitas karet yang
dihasilkan dibawah atau lebih rendah dibandingkan produktivitas rata-rata. Hasil analisis sensitivitas umur optimum peremajaan terhadap penurunan produktivitas
menunjukkan bahwa produktivitas yang semakin menurun dapat menyebabkan umur optimum peremajaan karet menjadi lebih lama atau panjang. Peningkatan
produktivitas minimal 35 persen dari produktivitas sebelumnya mampu membuat umur peremajaan sebelumnya 26, 27 dan 29 tahun menjadi umur optimum
peremajaan karet 23 tahun. Faktor lain yang dapat menyebabkan petani lebih lama melakukan
peremajaan daripada umur optimum peremajaan yaitu dari penerapan teknologi atau faktor teknis pada petani. Petani yang memberikan pupuk secara teratur dan
kontinu lebih mungkin untuk menghasilkan karet lebih lama dibandingkan kebun karet yang tidak dilakukan pemupukan. Penyadapan yang tidak terlalu boros kulit
atau berlebihan juga menjadi faktor yang menyebabkan karet dapat menghasilkan produksi lebih lama.
Petani yang melakukan peremajaan umumnya meremajakan karet pada saat karet sudah tidak ekonomis lagi untuk disadap, dengan kata lain effort yang
dikeluarkan petani pada saat penyadapan tidak sebanding dengan pendapatan atau hasil yang diterima. Berdasarkan hasil wawancara pada petani yang memiliki
kebun karet berumur 31 tahun yang belum dilakukan peremajaan dikarenakan kebun karet tersebut masih menghasilkan. Petani masih bisa melakukan
penyadapan pada batang karet dan hasil yang cukup tinggi. Hal ini dikarenakan kulit karet pada batang masih bisa disadap dan menghasilkan getah atau dengan
kata lain belum mengalami mati kulit. Kebun karet tersebut pernah tidak
70 dilakukan penyadapan selama lebih kurang 2 tahun dan petani juga tidak selalu
melakukan penyadapan setiap hari. Pola penyadapan yang tidak terlalu sering mampu mencegah tejadinya mati kulit pada tanaman karet.
Penurunan harga karet juga dapat menjadi salah satu faktor yang memengaruhi peremajaan optimum pada petani dalam meremajakan kebun
karetnya. Namun dikarenakan adanya keterbatasan data yang didapat, maka tidak diketahui secara pasti seberapa besar penurunan harga karet yang terjadi di petani
selama petani mengusahakan kebun karetnya. Pada kondisi nyata, penurunan harga karet yang terjadi di petani belum dapat diketahui secara pasti ada yang
melebihi dari penurunan harga sebesar 30 persen.
71
VII FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KEPUTUSAN PETANI MELAKUKAN PEREMAJAAN KARET
Model regresi logistik biner pada Tabel 24 adalah model terbaik yang dapat dibuat berdasarkan data yang didapat. Model regresi logistik biner yang didapat
digunakan untuk mengetahui faktor-faktor lain yang memengaruhi keputusan petani karet melakukan peremajaan. Faktor-faktor yang berpengaruh yaitu usia,
pendidikan, pengalaman, jumlah tanggungan keluarga, proporsi penghasilan lain serta luas lahan yang dimiliki. Faktor-faktor tersebut terbagi menjadi dua
kelompok utama yaitu faktor teknis dan faktor sosial ekonomi. Faktor teknis yang memengaruhi yaitu faktor luas lahan. Sedangkan faktor sosial ekonomis yaitu
faktor usia, pendidikan, pengalaman, jumlah tanggungan keluarga, dan proporsi penghasilan lain. Hasil pendugaan model regresi logistik biner pada petani karet
di Kabupaten Banyuasin tahun 2012 dapat dilihat pada Tabel 24. Tabel 24. Hasil Pendugaan Model Regresi Logistik Biner Faktor-Faktor yang
memengaruhi Keputusan Petani Karet Melakukan Peremajaan Predictor
Coef SE Coef
Z P
Odds Ratio Constant
5,24659 9,79633
0,54 0,592
Usia -0,38169
0,34958 -1,09
0,275 0,68
Pendidikan -1,77186
1,55525 -1,14
0,255 0,17
Pengalaman 0,32134
0,28081 1,14
0,252 1,38
Jumlah tanggungan
keluarga 0,40961
0,63801 0,64
0,521 1,51
Proporsi Penghasilan
lain 0,05400
0,02733 1,98
0,048 1,06
Luas lahan 3,07414
2,02692 1,52
0,129 21,63
Test that all slopes are zero : G = 29.321, DF = 6, P-Value = 0.000
Pengujian signifikansi model dilakukan dengan menggunakan nilai G statistik atau P-value. Dapat dilihat pada Tabel 24 pada baris Test that all slopes
are zero diketahui bahwa P-value dari G statistik sebesar 0,000. Hal ini
menandakan bahwa nilai P-value l ebih kecil dari nilai α yang ditentukan yaitu
sebesar 15 persen. Nilai P-value yang lebih kecil memberikan arti bahwa model regresi logistik biner yang dibuat mampu menggambarkan pengaruh variabel
72 independent terhadap variabel dependen peremajaan dengan baik pada selang
kepercayaan 85 persen bahkan mampu hingga 95 persen. Pada Tabel 24 dapat dilihat bahwa model regresi logistik biner menunjukkan
variabel pengalaman, jumlah tanggungan anggota keluarga, proporsi penghasilan lain, dan luas lahan memiliki koefisien yang bernilai positif. Koefisien yang
bernilai positif menunjukkan faktor tersebut mampu meningkatkan peluang terjadinya peremajaan pada petani karet. Sedangkan variabel usia dan pendidikan
memiliki koefisien yang bernilai negatif. Koefisien yang memiliki nilai negatif menandakan bahwa adanya penambahan atau peningkatan jumlah pada faktor
tersebut dalam satu satuan akan menurunkan peluang petani karet untuk melakukan peremajaan.
Hasil pendugaan model yang diperoleh juga menjelaskan bahwa pada taraf nyata α = 5 persen, variabel yang signifikan memengaruhi keputusan petani karet
melakukan peremajaan adalah proporsi penghasilan lain. Sedangkan untuk penggunaan taraf nyata α sebesar 15 persen, variabel luas lahan memiliki
pengaruh yang signifikan. Hal ini terlihat dari variabel nilai P yang merupakan pernyataan dari P-value uji Wald Wald Test. Apabila P-value uji Wald dari
suatu variabel α, maka dapat dikatakan bahwa variabel tersebut berpengaruh nyata di dalam model pada taraf nyata α masing-masing.
Pengujian signifikansi variabel menunjukkan bahwa faktor proporsi penghasilan lain dan luas lahan signifikan dalam memengaruhi dan menentukan
keputusan petani karet melakukan peremajaan pada taraf nyata α masing-masing. Sedangkan faktor usia, pendidikan, pengalaman serta jumlah tanggungan keluarga
tidak berpengaruh signifikan di dalam model pada taraf nyata mencapai sebesar 20 persen.
Faktor-faktor yang sesuai dengan harapan atau dugaan yaitu faktor usia petani, pengalaman, proporsi penghasilan lain dan luas lahan. Faktor tersebut
sesuai harapan dikarenakan sesuai dengan hipotesis yang dilakukan sebelumnya yaitu pendugaan pengaruh faktor tersebut terhadap model. Sedangkan faktor yang
tidak sesuai dengan harapan atau hipotesis yang dilakukan yaitu faktor pendidikan dan jumlah tanggungan keluarga. Berikut ini akan dijelaskan dalam sub bab
73 terkait dengan variabel atau faktor-faktor yang memengaruhi petani dalam
melakukan peremajaan.
7.1. Usia X1