8 berproduksi. Hal inilah salah satunya yang diduga membuat peremajaan masih
sedikit yang melakukannya. Petani perlu mencari penghasilan lain selama peremajaan agar kebutuhan rumah tangga dapat terpenuhi.
Perkebunan karet yang sudah berumur di atas 25 tahun seharusnya dilakukan peremajaan. Namun masih masih terdapat petani yang belum
melakukannya. Hal tersebut dapat dipengaruhi beberapa faktor yang memengaruhi keputusan petani untuk melakukan peremajaan pada kebun karet mereka.
Perkebunan karet yang dilakukan peremajaan diharapkan mampu meningkatkan produktivitas serta pendapatan petani karet. Biaya yang dikeluarkan pada saat
peremajaan yaitu berupa investasi pada perkebunan tersebut tidak semahal pada saat melakukan pembukaaan kebun baru. Hal ini dikarenakan petani tidak perlu
mengeluarkan biaya investasi baru seperti membeli lahan ataupun peralatan yang sudah dimiliki sebelumnya pada saat perkebunan karet didirikan. Perkebunan
karet yang sudah rusak dan tua harus segera dilakukan peremajaan agar dapat meningkatkan produktivitas serta memberikan pendapatan yang lebih kepada
petani dimasa mendatang. Manfaat peremajaan juga harus dapat dirasakan oleh petani dengan adanya peningkatan produktivitas dan diikuti dengan meningkatnya
pendapatan petani. Berdasarkan penjelasan dari uraian di atas, maka permasalahan yang dapat
dirumuskan yaitu : 1.
Berapa umur optimum peremajaan karet pada perkebunan karet rakyat? 2.
Faktor-faktor apa yang memengaruhi petani untuk melakukan peremajaan karet?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dengan adanya penelitian ini adalah : 1. Mengetahui umur optimum peremajaan karet pada perkebunan karet rakyat.
2. Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi petani untuk melakukan peremajaan karet.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada pembaca mengenai peremajaan karet yang dilakukan oleh petani perkebunan karet rakyat.
Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan masukan bagi pemerintah untuk
9 merumuskan dan merencanakan kebijakan dalam membuat program peremajaan
perkebunan karet. Penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat bagi literatur untuk penelitian selanjutnya.
1.5. Ruang Lingkup penelitian
Penelitian ini hanya membahas dan menganalisis tentang faktor-faktor yang memengaruhi petani perkebunan karet rakyat untuk melakukan peremajaan pada
perkebunan mereka serta mengetahui umur optimum peremajaan pada perkebunan karet rakyat. Petani perkebunan karet rakyat yang diteliti yaitu petani perkebunan
karet rakyat Kabupaten Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan. Periode pengamatan yang digunakan yaitu produksi rata-rata pada satu tahun terakhir
yaitu antara tahun 2011 dan tahun 2012.
10
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usahatani Karet
Usahatani karet yaitu suatu bentuk usahatani yang dilakukan petani melalui pengusahaan karet. Banyak penelitian yang melakukan penelitian terkait
dengan usahatani karet, baik berupa pendapatan petani ataupun dari sisi kelayakan pelaksanaannya ataupun system yang diterapkan pada usahatani. Penelitian yang
dilakukan Batubara 2004 terkait dengan usahatani karet yaitu tentang usahatani karet rakyat yang dibina UPP TCSDP. Batubara 2004 meneliti usahatani yang
dilakukan dapat memberikan keutungan atau tidak bagi petani. Analisis keuntungan usahatani karet yang dilakukan menggunakan alat analisis Net BC,
NPV, dan IRR. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk melihat kegiatan usahatani dalam pembentukan modal untuk investasikan kembali pada
intensifikasi dan perluasan kebun karet. Hasil penelitian menunjukkan pembentukan modal dari usahatani karet layak untuk diinvestasikan jika luas
lahan karet mencapai 2 Ha. Nilai NPV yang diperoleh pada saat umur karet berumur 13 tahun yaitu Rp 15.378.976,00 diikuti dengan nilai IRR 15,00 persen
dan Net BC1. Nilai-nilai tersebut diperoleh pada tingkat harga yang sama yaitu dengan nilai kurs US 1 Rp 9.000,00Kg.
Tujuan lain dari penelitian Batubara 2004 yaitu untuk mengetahui keuntungan yang diperoleh dari usahatani karet binaan UPP TCSDP. Keuntungan
yang diterima dari hasil analisis diketahui lebih tinggi dibandingkan dengan upah minimum sektoral sektor pertanian dan perkebunan pada saat itu di Provinsi
Sumatera Selatan. Upah standar minimum sektoral diperoleh dengan standar jam kerja 7 jam per hari kerja, sedangkan petani karet rata-rata memiliki jam kerja
sekitar 5 jam kerja per hari. Hal ini data menandakan bahwa usahatani karet pada daerah binaan UPP TCSDP menguntungkan bagi petani dan petani masih
mengandalkan karet untuk memenuhi kebutuhan mereka. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Batubara, Hendratno dan
Amypalupy 2008 menggunakan alat analisis Break Event Point BEP dan imbangan penerimaan dan biaya RC sebagai indikator penentuan buka sadap
kebun karet dalam penelitiannya terkait dengan usahatani karet. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis kebun karet dengan klon tertentu yang mampu
11 memberikan pendapatan usahatani karet yang menguntungkan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pada saat terjadi kondisi gejolak perekonomian yang ekstrim dilihat dari nilai RC dan BEP, maka formula buka sadap kebun karet dengan
jenis tanaman karet dari klon quick starter klon PB 260 masih mampu memberikan keuntungan yang signifikan. Keuntungan yang akan diperoleh dari
penerapan formula tersebut yaitu berupa pengembalian investasi menjadi lebih awal dan biaya investasi selama masa Tanaman Belum Menghasilkan TBM
dapat dikurangi. Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penggunaan bibit karet yang unggul dapat memberikan keutungan yang lebih bagi petani dalam usahatani
karet. Perkebunan karet yang biasanya dikelola oleh petani rakyat berbentuk
perkebunan karet seperti hutan. Hal ini dapat dikarenakan kebiasaaan atau adat petani pada derah tersebut ataupun dikarenakan adanya kelebihan dengan pola
penanaman karet yang dibiarkan tumbuh liar seperti di hutan. Pola tanam karet yang seperti itu dinamakan pengembangan karet dengan pola atau sistem
wanatani. Penelitian yang dilakukan Suhatini et.al 2003 menyatakan bahwa pengembangan usahtani karet berbasiskan sistem wanatani merupakan salah satu
upaya meningkatkan produktivitas karet rakyat dan pendapatan petani karet. Penulis membagi usahatani sistem wanatani karet di Kabupaten Sanggau menjadi
tiga pola wanatani berbasis karet atau Rubber Agroforesty System RAS. Pola pertama yaitu pola RAS 1 berupa hutan karet produktif. Pola ini memiliki tujuan
untuk melakukan penghematan biaya sarana produksi dan efisiensi tenaga kerja serta upaya untuk melestarikan keanekaragaman hayati. Pola kedua yaitu pola
RAS 2 berupa sistem wanatani kompleks yang memiliki tujuan untuk memanfaatkan tenaga kerja secara optimal serta melakukan diversifikasi
komoditi. Pola yang terakhir yaitu pola RAS 3 yang merupakan reklamasi lahan alang-alang. Pola terakhir ini bertujuan untuk menjaga kesuburan tanah dan
diversifikasi komoditi. Analisis data dalam penelitian tentang usahatani karet berbasiskan sistem
wanatani dilakukan dengan melakukan analisis pendapatan riil petani. Salah satu tujuan dari penelitian ini diantaranya yaitu untuk mengetahui karakteristik sosial
ekonomi petani yang menerapkan sistem wanatani pola RAS 1, 2, dan 3. Hasil
12 penelitian menunjukkan bahwa melalui analisis pendapatan riil petani, pendapatan
yang diperoleh dengan pola RAS lebih tinggi dibandingkan dengan yang di luar RAS. Pendapatan rata-rata yang diperoleh dari pola RAS 1, 2, dan 3 yaitu sebesar
Rp5.301.392 per 0,5 ha per tahun, sedangkan pendapatan rata-rata di luar RAS yaitu sebesar Rp1.100.204 per 0,5 ha per tahun.
Berdasrakan studi empiris yang sudah ada dapat disimpulkan, usahatani karet masih menguntungkan bagi petani. Usahatani karet dengan sitem wanatani dan
penggunanaan bibit unggul dapat memberikan keuntungan yang lebih bagi petani karet.
2.2. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Peremajaan Tanaman Tahunan