Analytical Hierarchy Process AHP

8 Dalam kegiatan produksi, pemberi pesanan pada UMKM pengrajin memiliki hak penuh untuk menentukan jumlah, model, dan harga jual alas kaki yang dipesannya. Kegiatan produksi dilakukan secara manual, tanpa menggunakan mesin canggih. Pada UMKM mandiri, produksi alas kaki tidak hanya berdasarkan pesanan saja, tetapi juga secara kontinu memproduksi alas kaki untuk dititipkan ke toko-toko. UMKM mandiri sudah menggunakan peralatan yang lebih modern. Kapasitas produksi UMKM pengrajin berkisar antara 500 – 1000 pasang sepatu per minggu, sedangkan UMKM mandiri dapat mengerjakan 1500 – 2500 pasang sepatu per minggu. Pada kegiatan penjualan produk, pesanan yang telah selesai diproduksi oleh UMKM pengrajin akan langsung diambil oleh pemberi pesanan untuk dijual kembali ke grosir atau toko. Upah produksi pengrajin akan diberikan satu sampai tiga bulan setelah produk dipasarkan, dengan memperhitungkan modal awal yang telah diambil melalui bon putih. Sedangkan untuk UMKM mandiri, produk yang sudah selesai akan langsung dikirim ke gudang pusat atau dititipkan ke toko-toko. Dengan adanya kebebasan memasarkan produk, UMKM mandiri dapat melakukan negoisasi untuk menentukan harga jualnya sendiri, sehingga berpengaruh pada keuntungan yang akan diperoleh.

c. Pelayanan Purna Jual

Pelayanan purna jual merupakan suatu layanan yang disediakan oleh produsen kepada konsumen setelah produk dibeli. UMKM AK Ciomas sangat jarang menerima retur atau pengembalian barang dari konsumen. UMKM AK Ciomas tidak menyertakan garansi resmi dalam penjualan produknya. Namun jika terdapat pengembalian produk yang rusak parah, UMKM AK Ciomas akan memperbaiki atau menggantinya jika bahan baku produksi masih tersedia.

2. Aspek Pertumbuhan dan Pembelajaran

Terdapat tiga hal yang dikaji dalam aspek pertumbuhan dan pembelajaran, meliputi:

a. Kapabilitas Pekerja

Para pengrajin UMKM AK Ciomas merupakan pengrajin dengan keahlian membuat alas kaki secara turun-temurun, sehingga mereka sudah sangat menguasai teknik-teknik dalam pembuatan alas kaki. Namun terkadang terjadi kesalahan pada proses produksi yang disebabkan oleh ketidaktelitian pekerja. Meskipun begitu para pekerja bertanggungjawab atas kualitas produk dan ketepatan waktu penyelesaian pesanan. Namun dari segi motivasi pengembangan diri, pengrajin UMKM AK Ciomas cenderung tidak memiliki motivasi untuk mengembangkan diri melalui program-program edukatif, seperti pelatihanpenyuluhanseminar. Para pengrajin sudah merasa cukup dengan kemampuan dan keahlian yang dimiliki. Hal itu menghambat pengrajin untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mereka secara signifikan.

b. Ketersediaan Informasi

UMKM AK Ciomas belum memiliki sistem informasi yang terstruktur atau terkomputerisasi, namun UMKM AK Ciomas tetap mendapat informasi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan keadaan industri melalui media cetak, 9 media elektronik, media sosial, atau dengan mencari informasi ke industri sejenis. Namun kendala yang dihadapi UMKM AK Ciomas adalah terbatasnya informasi mengenai pasar dan pemasaran. Hal ini disebabkan karena tidak adanya campur tangan pengrajin dalam kegiatan pemasaran produk. Selain itu, kurangnya sosialisasi mengenai pelatihanpenyuluhan menjadi penghambat dalam proses pertumbuhan dan pembelajaran pada UMKM AK Ciomas.

c. Iklim Organisasi

Iklim organisasi yang menonjol pada UMKM AK Ciomas adalah adanya hubungan kekeluargaan yang erat antara pemilik usaha dan pekerja. Hal ini dikarenakan pemilik usaha hanya mempekerjakan orang-orang dalam lingkungan keluarga ataupun kerabat dekat. Karena struktur organisasinya masih sederhana, pemilik merangkap jabatan sebagai pengawas, sedangkan bagian lain diserahkan kepada orang tertentu di lingkungan keluarga atau pekerja yang telah dipercayai. Pemerintah sebagai pihak eksternal memegang peranan penting dalam proses pertumbuhan dan pembelajaran UMKM. Namun pada kenyataannya pengrajin merasa bahwa pemerintah kurang mendukung usaha yang mereka jalankan. Pelatihan yang difasilitasi pemerintah dirasa terlalu teoritis dan tidak ada bimbingan lanjutan setelah pelatihan selesai. Selain itu, kurangnya motivasi atau keinginan pengrajin untuk mengikuti pelatihan dapat menyebabkan pelatihan yang diselenggarakan tidak berhasil. 3. Aspek Lingkungan Eskternal  Lingkungan Jauh

a. Faktor Politik

Penerapan regulasi pemerintah akan mempengaruhi keberlangsungan usaha pada UMKM AK Ciomas. Salah satu kebijakan nasional yang dirasakan sangat berpengaruh pada usaha pengrajin adalah diberlakukannya CAFTA. Perdagangan bebas membuat produk impor yang memiliki harga jual lebih murah sangat berpotensi mendominasi pasar, terutama produk China.

b. Faktor Ekonomi

Kondisi perekonomian yang tidak stabil menyebabkan adanya fluktuasi harga bahan baku produksi. Hal ini menyebabkan tingginya biaya produksi yang tidak diikuti dengan kenaikan harga jual, sehingga menyebabkan kecilnya keuntungan yang diperoleh UMKM AK Ciomas.

c. Faktor Sosial

Salah satu kecenderungan sosial masyarakat saat ini adalah mengikuti tren fashion yang sedang populer. Kini masyarakat memandang sepatusandal bukan hanya sebagai kebutuhan, namun juga sebagai pelengkap gaya hidup yang memiliki nilai estetis.

d. Faktor Teknologi

Perkembangan teknologi produksi dan informasi dapat dimanfaatkan oleh UMKM AK Ciomas untuk mengefisiensikan aktivitas usahanya. Teknologi peralatan produksi membuat pengrajin dapat meningkatkan kualitas dan kapasitas output yang dihasilkan. Sedangkan teknologi informasi dapat dimanfaatkan untuk memasarkan dan mempromosikan produk.