Internal Factor Evaluation Matrix IFE

7

1. Aspek Proses Bisnis Internal

Merupakan serangkaian aktivitas internal yang dilakukan oleh UMKM AK Ciomas, meliputi:

a. Proses Inovasi

UMKM AK Ciomas, baik UMKM pengrajin maupun mandiri, cenderung belum sepenuhnya melakukan inovasi, baik dalam proses teknik dan teknologi produksi, produk, pemasaran, maupun manajemen. Proses produksi yang dilakukan di UMKM AK Ciomas dipelajari secara turun-temurun, dan hingga saat ini tidak mengalami pembaharuan atau perubahan dalam teknik produksinya. Untuk teknologi produksi, UMKM pengrajin sama sekali tidak mengikuti perkembangan teknologi, sehingga masih menggunakan cara manual dengan peralatan sederhana. Hal itu menghambat peningkatan kualitas dan kapasitas produksi pada UMKM pengrajin. Sedangkan pada UMKM mandiri, teknologi produksi sudah direspon dengan lebih baik, tercermin dari ketersediaan mesin yang lebih modern untuk proses produksinya. Berkaitan dengan produk, UMKM AK Ciomas seringkali mengkreasikan produk yang belum ada di pasaran, namun hasil kreasi mereka kurang direspon dengan baik oleh pemberi pesanan. Pihak pemberi pesanan lebih memilih untuk menduplikasi produk yang sedang tren di pasaran. Sehingga UMKM AK Ciomas hanya akan memproduksi produk yang sedang tren, dengan segmen pasar kelas menengah ke bawah dan positioning produk sebagai produk alas kaki murah berkualitas baik. Dalam hal pemasaran, sulit untuk menerapkan metode pemasaran baru dengan kondisi terbatasnya akses dan informasi pasar. Dalam hal manajemen, UMKM AK Ciomas tidak memiliki struktur organisasi dan tanggung jawab manajemen yang jelas, sehingga pelaksanaan tugas berjalan sesuai dengan kebiasaan dan pengalaman sebelumnya.

b. Proses Operasi

Proses operasi UMKM AK Ciomas terdiri dari 3 aktivitas, yaitu pengadaan bahan baku, produksi alas kaki, dan penjualan produk. Dalam pengadaan bahan baku, terdapat mekanisme berbeda antara UMKM pengrajin dan UMKM mandiri. UMKM pengrajin menjalin kemitraan dengan pemberi pesanan untuk pengadaan bahan baku, sedangkan UMKM mandiri menggunakan modal sendiri dalam pembelian bahan bakunya. Pada UMKM pengrajin, terdapat persetujuan dari pengrajin untuk menjual kembali produknya ke pemberi pesanan dengan harga jual produk yang ditentukan oleh pemberi pesanan. Setelah ada kesepakatan, pemberi pesanan memberikan bon putih kepada pengrajin dimana tertulis jumlah dan harga produk yang dipesan, bahan baku yang diperlukan, serta tempat pembelian bahan baku. Ketergantungan pengrajin pada pemberi pesanan membuat posisi tawar pengrajin dalam mengontrol harga jual sangat lemah, yang berdampak pada kecilnya bahkan seringkali tidak ada keuntungan yang diperoleh. Sedangkan pada UMKM mandiri, bahan baku diperoleh dengan cara membeli sendiri ke penjual bahan baku secara tunai ataupun pembayaran dengan tenggang waktu tertentu, dan tidak ada perjanjian UMKM mandiri untuk menjual produknya ke pihak tertentu. Hal ini dikarenakan modal UMKM mandiri berasal dari milik pribadi pemilik usaha. 8 Dalam kegiatan produksi, pemberi pesanan pada UMKM pengrajin memiliki hak penuh untuk menentukan jumlah, model, dan harga jual alas kaki yang dipesannya. Kegiatan produksi dilakukan secara manual, tanpa menggunakan mesin canggih. Pada UMKM mandiri, produksi alas kaki tidak hanya berdasarkan pesanan saja, tetapi juga secara kontinu memproduksi alas kaki untuk dititipkan ke toko-toko. UMKM mandiri sudah menggunakan peralatan yang lebih modern. Kapasitas produksi UMKM pengrajin berkisar antara 500 – 1000 pasang sepatu per minggu, sedangkan UMKM mandiri dapat mengerjakan 1500 – 2500 pasang sepatu per minggu. Pada kegiatan penjualan produk, pesanan yang telah selesai diproduksi oleh UMKM pengrajin akan langsung diambil oleh pemberi pesanan untuk dijual kembali ke grosir atau toko. Upah produksi pengrajin akan diberikan satu sampai tiga bulan setelah produk dipasarkan, dengan memperhitungkan modal awal yang telah diambil melalui bon putih. Sedangkan untuk UMKM mandiri, produk yang sudah selesai akan langsung dikirim ke gudang pusat atau dititipkan ke toko-toko. Dengan adanya kebebasan memasarkan produk, UMKM mandiri dapat melakukan negoisasi untuk menentukan harga jualnya sendiri, sehingga berpengaruh pada keuntungan yang akan diperoleh.

c. Pelayanan Purna Jual

Pelayanan purna jual merupakan suatu layanan yang disediakan oleh produsen kepada konsumen setelah produk dibeli. UMKM AK Ciomas sangat jarang menerima retur atau pengembalian barang dari konsumen. UMKM AK Ciomas tidak menyertakan garansi resmi dalam penjualan produknya. Namun jika terdapat pengembalian produk yang rusak parah, UMKM AK Ciomas akan memperbaiki atau menggantinya jika bahan baku produksi masih tersedia.

2. Aspek Pertumbuhan dan Pembelajaran

Terdapat tiga hal yang dikaji dalam aspek pertumbuhan dan pembelajaran, meliputi:

a. Kapabilitas Pekerja

Para pengrajin UMKM AK Ciomas merupakan pengrajin dengan keahlian membuat alas kaki secara turun-temurun, sehingga mereka sudah sangat menguasai teknik-teknik dalam pembuatan alas kaki. Namun terkadang terjadi kesalahan pada proses produksi yang disebabkan oleh ketidaktelitian pekerja. Meskipun begitu para pekerja bertanggungjawab atas kualitas produk dan ketepatan waktu penyelesaian pesanan. Namun dari segi motivasi pengembangan diri, pengrajin UMKM AK Ciomas cenderung tidak memiliki motivasi untuk mengembangkan diri melalui program-program edukatif, seperti pelatihanpenyuluhanseminar. Para pengrajin sudah merasa cukup dengan kemampuan dan keahlian yang dimiliki. Hal itu menghambat pengrajin untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mereka secara signifikan.

b. Ketersediaan Informasi

UMKM AK Ciomas belum memiliki sistem informasi yang terstruktur atau terkomputerisasi, namun UMKM AK Ciomas tetap mendapat informasi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan keadaan industri melalui media cetak,