terlihat jika diteliti lebih jauh, Balance of Trade sektor pertanian ditopang oleh subsektor perkebunan terutama komoditas minyak sawit dan karet alam dengan
ekspor sebesar 25 182 681 ton pada tahun 2008 yang terus berkembang hingga menjadi 29 826 443 ton pada 2012. Secara mendalam, ekspor impor sektor
pertanian 2008 hingga 2012 dapat dilihat pada Tabel 1.2
Tabel 1.2 Ekspor Impor Pertanian Indonesia berdasarkan Subsektor tahun 2008-2012
Volume ton
Tahun Growth Rate
2008-2012 2008
2009 2010
2011 2012
Sektor Pertanian X
27 154 761 29 572 229 28 768 085 29 959 656
30 672 967 3.18
M 12 593 233 13 401 150 16 874 998
22 987 892 21 735 483
15.75 NX
14 561 528 16 171 080 11 893 087 7 041 764
8 937 484 -7.32
Subsektor Tanaman Pangan X
812 290 786 627
892 454 807 265
234 274 -17.56
M 7 414 293
7 788 215 10 504 604 15 363 009
14 440 737 20.04
NX -6 602 003
-7 001 588 -9 612 150 -14 555 744 -14 206 463
23.09 Subsektor Hortikultura
X 524 485
447 609 364 139
381 648 426 576
-4.18 M
1 429 967 1 524 666
1 560 808 2 052 271
2 138 802 11.17
NX -905 482
-1 077 057 -1 196 669
-1 670 623 -1 712 226
18.04 Subsektor Perkebunan
X 25 182 681 27 864 811 27 017 306
27 863 746 29 826 443
4.45 M
2 683 739 2 963 532
3 578 061 4 311 982
3 954 202 10.84
NX 22 498 943 24 901 279
2 343 245 23 551 764
25 872 241 3.78
Subsektor Peternakan X
635 304 473 182
494 186 906 997
185 675 -1.34
M 1 065 235
1 124 737 1 231 525
1 190 630 1 201 742
4.77 NX
-429 931 -651 555
-737 339 -283 633
-1 016 067 18.50
Sumber: Pusdatin Kementan 2013; X: ekspor; M: impor; NX: net export balance of trade
Berdasarkan Tabel 1.2, subsektor selain subsektor perkebunan mengalami trade deficit
, hal ini menandakan secara umum terjadi impor yang cukup tinggi di sektor ini hingga menyebabkan impor lebih dari ekspor. Impor yang tinggi pada
subsektor pertanian, didominasi oleh komoditas kedelai dan gandum, dimana keduanya sulit diproduksi di Indonesia, begitu pula pada subsektor peternakan
dengan komoditas susu dan sapi bakalan cattle.
Impor subsektor hortikultura perlu dicermati lebih lanjut, Indonesia melakukan impor hortikultura terutama di komoditas buah sub-tropis seperti apel,
pir, anggur, dan lengkeng yang cukup sulit diproduksi di negara tropis. Di sisi lain, Indonesia mampu memproduksi buah-buahan tropis musiman seperti mangga,
durian, duku, dan juga buah-buah dengan produksi sepanjang tahun seperti jeruk, pisang, nangka, nanas dan sebagainya. Indonesia juga mampu memproduksi
bahan-bahan makanan seperti cabe, bawang merah, tomat, wortel dan yang
lainnya, dimana konsumsi harian produk ini cukup tinggi, misalnya sebagai bumbu masakan.
Impor hortikultura relatif lebih murah, membuat komoditas impor lebih diminati dibandingkan produksi lokal. Importir berdalih jika pasokan seperti
impor buah hanya 6 hingga 10 dari stok pasar. Namun pada kenyataannya, terdapat dampak yang cukup signifikan terhadap peningkatan impor subsektor
hortikultura ketika terjadi persaingan antara produk impor dan produk lokal. Misalnya ketika apel impor melimpah, maka pada tingkat eceran harga apel lokal
menjadi terpuruk dan mengancam penurunan kesejahteraan petani
1
. Selain harga murah, terkadang kualitas yang lebih baik menarik konsumen untuk lebih memilih
produk impor, membuat produk lokal semakin tidak diminati walaupun harganya sudah turun
2
. Namun yang semakin memperburuk adalah ketika impor tetap dilakukan walaupun stok lokal masih banyak, misalnya pada komoditas jeruk.
Data BPS tahun 2011 mencatat produksi jeruk lokal mencapai 454 ribu ton dan konsumsi masyarakat sebesar 178 ribu ton, sedangkan impor jeruk telah mencapai
49 ribu ton
3
. Kecenderungan seperti inilah yang kemudian membuat potensi peningkatan impor menjadi banjir impor dan hal tersebut dapat memengaruhi
perekonomian domestik, terutama harga petani.
1.2 Perumusan Masalah
Impor subsektor hortikultura, pada komoditas sayur-mayur, didominasi oleh komoditas bawang, dimana bawang putih merupakan komoditas impor yang
paling tinggi dengan tingkat impor sekitar 400 ribu ton, kemudian impor bawang merah yang berfluktuasi nilainya sekitar 60 ribu ton hingga 160 ribu ton. Impor
komoditas buah-buahan tertinggi adalah apel, diikuti oleh pir, kedua komoditas ini merupakan buah sub-tropis. Di sisi lain komoditas jeruk, baik orange maupun
mandarin
memiliki tingkat impor yang cukup tinggi walaupun dapat diproduksi dengan baik pada tingkat domestik seperti yang sudah dibahas pada sub bab
sebelumnya. Tingginya impor hortikultura Indonesia tidak dibarengi dengan kebijakan
yang melindungi domestik, terutama harga produsen. Kebijakan special safeguard dapat digunakan untuk melindungi domestik dari gempuran banjir impor.
Indonesia memiliki hak untuk memberlakukan Special Agricultural Safeguard SSG terhadap 14 produk kode HS 8 digit berdasarkan kode HS, namun secara
umum merupakan empat produk kode HS 4 digit yaitu, susu HS0402, mentega HS0403, lemak susu HS0405, dan cengkeh HS0907. Tiga belas produk
tersebut digunakan untuk komoditas peternakan, dan 1 produk untuk komoditas perkebunan, artinya proteksi terhadap hortikultura tidak termasuk ke dalam SSG
dan penting untuk diajukan special safeguard lain untuk melindungi harga domestik, contohnya Special Safeguard Mechanism SSM.
Kebijakan SSM diajukan oleh WTO sebagai bentuk proteksi terhadap perekonomian domestik. Konsep perlindungan SSM adalah dengan meningkatkan
tarif impor untuk komoditas tertentu untuk beberapa waktu. Di Indonesia SSM dianggap penting untuk diberlakukan mengingat produk domestik produk petani
1
http:citizendaily.netbanjir-buah-impor-dan-alasan-importir
2
http:m.suaramerdeka.comindex.phpreadnews20140219191707
3
http:www.merdeka.comuangproduksi-melimpah-indonesia-tetap-doyan-impor-jeruk.html
yang akan bersaing dengan produk-produk impor sebagian besar dihasilkan oleh petani subsisten yang memiliki daya saing rendah Lubis et al. 2008. Namun
pemberlakuan SSM terutama di subsektor hortikultura tidak serta merta dilakukan, perlu dicermati beberapa kriteria terhadap komoditas yang memiliki potensi
terjadi banjir impor.
Tabel 1.3 Volume Impor Komoditas Hortikultura Indonesia 2008-2012
Komoditas Tahun
Growth Rate
2008-2012 2008
2009 2010
2011 2012
Bawang Merah 128,015
67,330 73,270
160,467 122,191
14.14 Bawang Putih
425,330 405,138
361,289 419,090
444,223 1.61
Bawang Bombay 38,899
33,862 52,545
74,651 64,931
17.82 Kentang
5,345 11,727
24,204 78,419
50,190 103.45
Kentang Bibit 2,944
2,280 2,726
2,457 1,862
-9.27 Tomat
142 47
57 18
111 101.35
Bunga Kol 635
590 906
1,043 1,026
15.00 Kubis
294 185
1,058 1,870
1,496 122.59
Kubis lainnya 267
183 170
308 833
53.25 Kacang Kapri
4,523 10,154
5,636 9,395
19,840 64.47
Cabe Segar 501
905 1,850
7,501 3,222
108.40 Mangga
969 821
1,129 989
1,267 9.50
Manggis 2
10 13
20 1
102.43 Jeruk orange
28,048 19,586
31,344 33,074
35,759 10.87
Jeruk mandarin 109,662
188,956 160,255
182,346 207,819
21.23 Anggur
25,686 34,961
41,260 55,794
65,275 26.59
Semangka 390
761 1,036
832 397
14.83 Apel
139,819 153,512
197,487 212,685
202,640 10.35
Nanas 193
46 84
68 12
-23.70 Pir
86,755 30,390
111,276 133,591
144,998 13.97
Pisang 56
214 79
1,631 2,042
552.17 Anggrek
1 1
7 - Lainnya
282 219
319 315
15,118 1180.49
Hortikultura lain 431,212
502,788 492,815
675,704 753,450
15.81 Total
1,429,967 1,524,666 1,560,808 2,052,271 2,138,802 11.71
Sumber: Pusdatin Kementan 2013
Berdasarkan Tabel 1.3 dapat dilihat yang memiliki potensi banjir impor dengan melihat tingginya tingkat volume impor dari tahun 2008 hingga 2012,
adalah bawang merah, bawang putih, jeruk, dan apel. Komoditas kentang juga memiliki kemungkinan terjadi banjir impor mengingat pertumbuhan impor yang
cukup tinggi dengan impor hanya sebesar 5 ribu ton pada tahun 2008 menjadi hingga 70 ribu ton pada tahun 2011. Kebijakan SSM di Indonesia hanya dapat
diberlakukan terhadap 20 produk pertanian yang dipantau harganya, dimana secara keseluruhan komoditas-komoditas yang disebutkan sebelumnya terpantau
kecuali apel dan pir, sehingga menyebabkan komoditas tersebut tidak dapat
diberlakukan SSM. Selain itu, impor bawang putih juga tidak dapat dikatakan mengancam produk lokal mengingat produksi lokal bawang putih yang cukup
rendah dibandingkan dengan konsumsi masyarakat sehingga impor bawang putih merupakan pilihan untuk memenuhi hal tersebut. Sehingga pilihan yang ada untuk
dipertimbangkan adanya SSM terhadap produk hortikultura adalah komoditas kentang, jeruk, dan bawang merah.
Tabel 1.4 menunjukkan perbandingan pada komoditas bawang merah, wortel, dan jeruk antara kemampuan produksi Indonesia dalam kilogram
dibandingkan dengan jumlah impor yang dilakukan Indonesia pada tahun yang sama juga dengan kilogram. Terlihat bahwa komoditas tersebut diproduksi dengan
jumlah yang cukup tinggi, namun di sisi lain impor pada komoditas ini juga cukup tinggi. Rasio ini pun terlihat cukup berfluktuasi sehingga terlihat adanya potensi
banjir impor pada tahun-tahun tertentu untuk ketiga komoditas ini.
Tabel 1.4 Rasio Impor dan Produksi Bawang Merah, Wortel, dan Jeruk tahun 2010-2012 ton
Tahun Kentang
Jeruk Bawang Merah
Produksi Impor
Rasio Produksi
Impor Rasio
Produksi Impor
Rasio
2010 1 060 805 24 204
2.28 2 028 904 191 599
9.44 1 048 934
70 573 6.73
2011 955 488 78 419
8.21 1 818 949 215 420 11.84
893 124 156 381 17.51
2012 1 094 240 46 588
4.26 1 611 784 211 886 13.15
964 221 95 156
9.87
Sumber: BPS 2013
Kecenderungan impor ini menyebabkan terjadinya persaingan antara dengan produk lokal. Dengan posisi seperti ini, Indonesia rentan terhadap banjir impor
komoditas hortikultura, terutama jika terdapat pola-pola khusus peningkatan volume komoditas hortikultura dunia, misalnya volume jeruk pada Tahun Baru
Imlek. Perdagangan internasional Indonesia dengan ASEAN dan China, juga negara-negara di seluruh dunia memang sedang meningkat, namun bukan berarti
peningkatan tersebut kemudian menjadi ancaman bagi produsen domestik, sehingga hal ini patut diukur dalam konteks banjir impor hortikultura.
Berdasarkan uraian diatas, deteksi potensi banjir impor di subsektor hortikultura Indonesia menjadi pokok permasalahan yang akan diteliti karena
dirasa memiliki alternatif perspektif yang berbeda terhadap urgensi prioritas pemberlakuan proteksi terhadap petani hortikultura lokal. Penelitian ini akan
menganalisis tekanan impor baik dari volume maupun harga untuk komoditas hortikultura Bawang Merah, Kentang, dan Jeruk, dengan alasan ketiga produk
hortikultura ini dapat diproduksi di Indonesia dengan baik dan melimpah namun di sisi lain terjadi impor yang cukup besar, sehingga penting untuk diamati apakah
kondisi seperti ini akan memengaruhi komoditas tersebut secara ekonomi. Secara spesifik, penelitian ini memiliki alur permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana kondisi impor kentang, jeruk, dan bawang merah Indonesia? 2. Apakah terjadi fenomena banjir impor yang terjadi pada komoditas hortikultura
kentang, jeruk, dan bawang merah? Seberapa sering frekuensi terjadinya banjir impor untuk komoditas ini?