Masyarakat Adat Sentani Masyarakat Adat Tepera Masyarakat Adat Mooi

90 lestari. Konsep tersebut telah digunakan oleh masyarakat adat yang mendiami wilayah Sentani, Tepera, dan Mooi. Sistem tersebut antara lain :

a. Masyarakat Adat Sentani

Weykla, Howangkla, Naukala, Hoplokala: artinya bahwa tempat untuk mengambil Tumbuhan Sowang yang digunakan sebagai bahan bangunan Tiang Rumah adat, Pagar, tali noken, bahan baku pukat, obat-obatan tradisional. Pengelolaan hutan pada kawasan ini biasanya ada aturan-aturan untuk mengambil kayu Sowang, dimana apabila hutan tersebut dalam kondisi yang rawan, atau gundul maka biasanya masyarakat dilarang untuk mengambil kayu Sowang atau mengelola kawasan tersebut. Poylo waybolokla: Hutan alam yang dilindungi dan berfungsi sebagai tempat bersemayam para dewa atau penguasa alam. Dalam kawasan ini masyarakat adat tertentu yang dapat memasuki daerah tersebut, karena dipercaya oleh orang tua dahulu, bahwa hutan tersebut telah dimiliki oleh para dewa atau para penguasa alam. NobuklaFaukla: Kawasan pemukiman kampung sekaligus dengan kebun tanaman jangka panjang. Kawasan ini biasanya dihuni oleh masyarakat adat dengan memanfaatkan lahan baik untuk berkebun maupun kegiatan lain yang dapat memberikan penghasilanpendapatan untuk kehidupan masing-masing masyarakat. OnggiklaYalikla: tempat berkebun sewaktu-waktu, bila ada acara dikampung berburu dengan menggunakan bantuan anjing, tanaman obat-obatan tradisional, berkebun dengan pola ladang berputar.

b. Masyarakat Adat Tepera

YoBuso: Pemukiman kampung dan ladang halaman. EmiyereEmiseke: Perladangan dengan sistem pertanian berputar. Seke: Bekas ladang yang ditinggalkan dan telah menjadi hutan alam. O’sena: Hutan alam yang dilingungi bagi kepentingan kebudayaan. 91

c. Masyarakat Adat Mooi

Kudben : Hutan dipuncak umumnya sebagai hutan alam yang dilindungi. Boynugum : Hutan bekas kebun yang bertumbuh menjadi hutan alam yang dilindungi. BusyoPay : Hutan perladangan pertanian berjalan Muay Knip : Kawasan pemukiman penduduk. Masyarakat adat yang mendiami kawasan cagar alam Pegunungan Cycloops khususnya di Kampung Doyo Baru dan Maribu sudah mempunyai pola pikir dan kemauan untuk menjaga serta melestarikan hutan dan semua yang ada di dalam kawasan cagar alam Pegunungan Cycloops. Masyarakat adat mempunyai nilai orientasi bahwa hubungan manusia dengan alam harus terjaga baik. Dalam pandangan masyarakat tradisional, manusia adalah bagian yang integral dengan ekosistemnya. Pandangan dan keyakinan demikian menyebabkan terbentuknya norma-norma dan nilai-nilai tertentu yang berfungsi sebagai pengendali sosial bagi masyarakat pendukungnya untuk berinteraksi dengan ekosistem. Norma-norma itu menetapkan apa yang baik dan apa yang tidak baik untuk dilakukan oleh masyarakat dalam bentuk hubungan-hubungan sosial maupun dalam pemanfaatan sumber-sumber daya alam yang ada, misalnya larangan-larangan untuk membunuh jenis-jenis hewan tertentu, menebang sembarangan pohon-pohon di kawasan hutan tertentu, merusak atau mencemarkan lingkungan alam tertentu atau melakukan perbuatan kurang baik di tempat-tempat tertentu. Perbuatan membunuh hewan, menebang hutan, merusak dan mencemarkan lingkungan yang dikeramatkan disamakan dengan membunuh masyarakat setempat.

6.3. Identifikasi Dampak Negatif Kepunahan Tumbuhan Sowang