Masyarakat adat Ormu PERAN MASYARAKAT ADAT SERTA IMPLIKASI KEBIJAKAN

136

4. Masyarakat adat Ormu

Masyarakat adat Ormu adalah masyarakat adat yang mendiami perairan laut sebelah Utara dari kawasan cagar alam Pegunungan Cycloop dengan lingkungan satu bahasa. Secara administrasi masyarakat adat Ormu terdiri dari atas dua wilayah, yaitu Kampung Ormu Besar yang mendiami satu daratan Pulau Papua, Kampung Ormu Kecil yang mendiami pulau. Masing-masing kampung terdiri dari beberapa marga yang mengikuti garis keturunan patrialineal. Hasil wawacara dengan tua-tua Kampung Ormu menyatakan bahwa, Kampung Ormu besar atau biasa disebut “Raraankwa”, memiliki 3 suku besar, yaitu; Suku Yefei suku yang disebut sebagai orang laut, yang mempunyai kekuasaan dilaut, suku Yowari suku Perang, Suku Trong suku yang berada di Hutan. Setiap suku memiliki tanggung jawab dan peran dalam menjaga kelestarian dari kawasan Raraankwa. Kampung Ormu dipimpin oleh seorang Kepala Adat yang dipilih dari suku Yowari, karena suku ini dikenal dahulu merupakan suku perang yang sangat pemberani untuk menyerang siapa saja yang masuk untuk merebut kampung Ormu. Dari wawancara yang dilakukan dengan Kepala masyarakat adat Ormu, diperoleh beberapa informasi pengelolaan dari Tumbuhan Sowang serta aturan-aturan dalam menjaga ketersediaan dari Tumbuhan Sowang. Sebenarnya pada kawasan cagar alam Pegunungan Cycloops di wilayah Kampung Ormu masih banyak terdapat Tumbuhan Sowang yang, tetapi kampung Ormu belum memiliki hukum yang melarang para pencuri jika diketahui mengambil Tumbuhan Sowang ini. Sedangkan masyarakat asli Ormu mengambil Tumbuhan Sowang hanya disesuaikan dengan keperluan saja, karena kayu yang digunakan oleh generasi sebelumnya masih kuat dan belum waktunya untuk diganti. Ini dapat dilihat dari tempat tinggal dan perahu yang terbuat dari Tumbuhan Sowang. Selain itu, bagi masyarakat Kampung Ormu, Tumbuhan Sowang juga dijual kepada masyarakat yang datang dari kawasan bagian utara Pegunungan Cycloops. Akan tetapi orang yang akan membeli kayu sowang ini, tidak boleh memasuki hutan dimana terdapat Tumbuhan Sowang, hanya sampai di bagian pantai, karena 137 masyarakat adat Ormu percaya bahwa orang asing yang ikut ke hutan akan mengalami kecelakaan. Biasanya orang pendatang yang mau membeli kayu tersebut sudah harus menyiapkan “Jha” Batu alam sebagai alat tukar dengan kayu Sowang yang dibutuhkan. Rumah adat atau “Rumah Revei” yang dibangun di kampung Ormu menggunakan kayu Sowang sebagai kayu utama dari rumah tersebut. Kayu Sowang, disebut dengan sebutan “ Tuwane “ atau “ Kayu Terkuat” dalam bahasa Ormu, karena mereka beranggapan bahwa rumah itu akan tahan lama, dan dijaga oleh dewa-dewa yang ada di dalam kayu tersebut. Bagi masyarakat adat Ormu, ada dua jenis Tumbuhan Sowang, yaitu Sowang Hitam atau Sowang Putih, yang mana keduanya dibedakan dari daunnya. Identifikasi pola penggunaan Tumbuhan Sowang dan aturan-aturannya bagi masyarakat adat yang berada di kawasan cagar alam Pegunungan Cycloops. Tabel 32. Penggunaan Tumbuhan Sowang oleh Masyarakat Adat Pemerintahan Suku Nama Sowang dalam bahasa Suku Fungsi Kegunaan Sowang oleh suku Peraturan Adat dalam Pegunaan tumbuhan Sowang Sentani Howang Maleuw Howang Hele  Tiang Utama Rumah Adat.  Alat perang tombak, Panah,dll  Alat rumah tangga  Seni Tradisional patung, alat Musik tradisional  Harus mendapat Izin dari Ondoafi.  Tidak boleh dalam mengambil tumbuhan Sowang sendiri.  Perempuan tidak boleh keluar rumah pada saat pria menebang pohon Sowang.  Pengambilan tanpa diketahui Ondoafi tua-tua kampung, harus di usir dari kampung. Mooi “Son” Kayu Keras  Tiang Utama Rumah Adat.  Alat perang tombak, Panah,dll  Alat rumah tangga.  Seni Tradisional patung, alat Musik tradisional  Sebagai bahan Bakar penghangat rumah.  Harus mendapat Izin dari Done  Harus mengambil kayu Sowang dengan keluarga atau tetangga, tidak boleh seorang diri.  Keperluan yang sangat penting dan harus mendasar.  Setelah menebang harus menanam kembali 138 tumbuhan yang baru.  Tidak boleh merusak daerah di sekitar penebangan pohon Sowang. Numbay “Sowan” kayu terkuat  Tiang Utama Rumah Adat.  Alat perang tombak, Panah,dll  Alat rumah tangga.  Seni Tradisional patung, alat Musik tradisional  Harus diketahui oleh Cheri dan Citra Ghuri dan mendapatkan Izin dari mereka untuk menebang dan mengambil kayu Sowang.  Harus mengambil kayu Sowang dengan keluarga atau tetangga, tidak boleh seorang diri.  Setelah menebang harus menanam kembali tumbuhan yang baru.  Tidak boleh merusak daerah disekitar penebangan pohon Sowang.  Ada ganti rugi bagi masyarakat yang berada disekitar kawasan pegunungan Cycloop. Ormu Tuwane Kayu terkuat  Tiang Utama Rumah Adat.  Alat perang tombak, Panah,dll  Alat rumah tangga.  Seni Tradisional patung, alat Musik tradisional  Alat penopang perahu dilaut.  Harus meminta Izin dari kepala suku kampung ormu besar untuk menebang dan mengambil kayu Sowang.  Harus mengambil kayu Sowang dengan keluarga atau tetangga, tidak boleh seorang diri.  Keperluan yang sangat penting dan harus mendasar.  Setelah menebang harus menanam kembali tumbuhan yang baru.  Tidak boleh merusak daerah disekitar penebangan pohon Sowang. Masyarakat adat Ormu menganggap hutan sebagai tempat menggantungkan kehidupan sehari-hari, seperti mencari sayur-sayuran, mengolah sagu, bercocok tanam dengan sistem perladangan berpindah-pindah. Sistem perladangan berpindah masih dijumpai di wilayah masyarakat adat Jayapura. Ondoafi menentukan lahan 139 yang akan dimanfaatkan oleh seluruh warga maupun setiap keluarga. Pekerjaan dilakukan oleh warga atau keluarga yang diatur berdasarkan pembagian kerja menurut adat-istiadat, biasanya kaum pria membuka lahan sedangkan kaum wanita bertanggungjawab untuk menanami, mengelola dan lebih maju lagi menangani pemasaran. Masyarakat adat di wilayah cagar alam Pegunungan Cycloops bagian Selatan dapat dikategorikan masyarakat adat yang hidup dengan pola “pertanian” yang masih sangat sederhana dengan peralatan dan teknik-teknik bercocok tanam yang sederhana pula. Dalam sistem pertanian, masyarakat adat tidak mengenal penggunaan berbagai bahan kimia sebagai pupuk atau racun hama. Pupuk yang digunakan adalah pupuk alam atau organik seperti abu sisa hasil pembakaran, hama tanaman ditanggulangi dengan asap. Dengan menggunakan sistem pertanian yang masih sederhana ini akan memperlambat masyarakat adat dalam mencapai dan mengembangkan berbagai prestasi intelektual, rekayasa teknologi, serta manfaat-manfaat ekonomi, tetapi sangat menjamin kelestarian alam yang berkesinambungan serta kehidupan yang lebih manusiawi. Hutan sebagai tempat penghasil kayu yang digunakan sebagai bahan dasar membangun rumah, kayu bakar dan kayu untuk pembuatan perahu, tidak terlepas dari pengetahuan tentang kegunaan Pohon. Masyarakat adat menggunakan pohon Tumbuhan Sowang untuk tiang rumah pembuatan rumah adat, sedangkan untuk rangka dan badan rumah menggunakan kayu besi Intsia bijuga dan Intsia palembanica dan kayu Matoa Pometia sp., lantai rumah dari nibung Ptydococcus paradoxus, atap dan dinding rumah dari daun dan pelepah pohon sagu gaba. Tumbuhan Sowang banyak dimanfaatkan sebagai hasil hutan kayu untuk membangun rumah bagi masyarakat adat, membuat alat transportasi, juga dibuat untuk menghasilkan seni ukiran yang merupakan pekerjaan sampingan selain berkebun, menangkap ikan dan berburu. Untuk membuat seni pahat atau ukir, masyarakat adat lebih cenderung untuk menebang pohon Sowang yang dipilih atau tebang pilih, sehingga pohon yang disekitarnya tidak ikut ditebang. Karena keberadaan hutan di kawasan ini jaga oleh masrayakat adat, dan mereka juga 140 mengetahui kriteria kayu yang memiliki kegunaan bagi masyarakat adat, seperti kayu untuk pembangunan rumah, kayu untuk pembuatan perahu dan seni melukis dan pahat. Hutan dianggap oleh masyarakat adat sebagai tempat tinggal arwah roh nenek moyang dan roh jahat, sehingga tidak boleh diganggu, karena bisa mendatangkan malapetaka seperti banjir, erosi atau tanah longsor dan kekeringan. Hutan juga berfungsi sebagai “tempat ibadah” sebab dalam kepercayaan adat tidak dikenal bangunan khusus untuk beribadah, sehingga pengelolaan hutan sarat dengan unsur- unsur spritual yang diwujudkan dalam berbagai bentuk upacara adat ritual yang dilakukan. Menjaga dan mengelola hutan bagi masyarakat adat, merupakan kewajiban yang harus dijalankan sebagai wujud tanggungjawabnya kepada Tuhan. Peran dan fungsi adat secara sistematis dapat dilihat dari gambar berikut. 141 Peran Masyarakat Adat dalam pengelolaan tumbuhan Sowang Masyarakat Suku Sentani 1. Keputusan dan aturan-aturan dalam penggunaan tumbuhan Sowang masih diatur dan ditata seorang kepala suku besar Ondofolo. 2. Penggunaan tumbuhan Sowang dilakukan secara turun-temurun 3. Tidak dilakukan penjualan tumbuhan Sowang, hanya adanya transaksi secara barter dengan benda-benda tradisional atau dilakukan dalam bentuk hibah. 4. Masih diberlakukan hukum adat dalam penggunaan tumbuhan Sowang Masyarakat Suku Mooi dan Tepera 1. Keputusan dan aturan-aturan dalam penggunaan tumbuhan Sowang masih diatur dan ditata seorang kepala suku besar Tua- tua kampung. 2. Penggunaan tumbuhan Sowang dilakukan secara turun-temurun. 3. Pelarangan kepada seluruh masyarakat adat tidak diperbolehkan untuk menebang pohon dengan sembarangan karena hutan adalah “ibu kandung” bagi suku Mooi. 4. Masih diberlakukan hukum adat dalam pengelolaan hutan Masyarakat Suku Ormu 1. Keputusan dan aturan-aturan dalam penggunaan tumbuhan Sowang masih diatur dan ditata Dewan Adat suku Ormu 2. Penggunaan tumbuhan Sowang dilakukan secara turun-temurun. 3. Tidak dilakukan penjualan tumbuhan Sowang, hanya adanya transaksi secara barter dengan benda-benda tradisional atau dilakukan dalam bentuk hibah. 4. Masih diberlakukan hukum adat dalam penggunaan tumbuhan Sowang. 5. Pelarangan dengan keras untuk menebang hutan dengan sebarangan Masyarakat Suku Numbay Humbolt 1. Keputusan dan aturan-aturan dalam penggunaan tumbuhan Sowang diatur dan ditata Cheri Citra Ghuri. 2. Penggunaan tumbuhan Sowang dilakukan secara turun-temurun. 3. Dilakukan transaksi secara barter antara tumbuhan Sowang dengan benda-benda tradisional atau dilakukan dalam bentuk hibah. 4. Hukum adat dalam penggunaan tumbuhan Sowang masih berlaku. Gambar 37. Peran Masyarakat Adat Dalam Pengelolaan Tumbuhan Sowang 142 8 .3. Penilaian Masyarakat adat Tentang Lingkungan Pegunungan Cycloops Penilaian masyarakat adat terhadap lingkungan dan kawasan cagar alam Pegunungan Cycloops dapat dilihat dari sikap dan persepsi terhadap lingkungan dan kawasan cagar alam Pegunungan Cycloops. Untuk mengetahui penilaian masyarakat terhadap lingkungan digunakan analisis deskriptif terhadap sikap dan persepsi masyarakat adat terhadap lingkungan dan kawasan cagar alam Pegunungan Cycloops yang mewakili masyarakat Kabupaten Jayapura dan Kota Jayapura.

2. Persepsi Masyarakat Adat Terhadap Lingkungan Pegunungan Cycloops