Identifikasi Dampak Negatif Kepunahan Tumbuhan Sowang

91

c. Masyarakat Adat Mooi

Kudben : Hutan dipuncak umumnya sebagai hutan alam yang dilindungi. Boynugum : Hutan bekas kebun yang bertumbuh menjadi hutan alam yang dilindungi. BusyoPay : Hutan perladangan pertanian berjalan Muay Knip : Kawasan pemukiman penduduk. Masyarakat adat yang mendiami kawasan cagar alam Pegunungan Cycloops khususnya di Kampung Doyo Baru dan Maribu sudah mempunyai pola pikir dan kemauan untuk menjaga serta melestarikan hutan dan semua yang ada di dalam kawasan cagar alam Pegunungan Cycloops. Masyarakat adat mempunyai nilai orientasi bahwa hubungan manusia dengan alam harus terjaga baik. Dalam pandangan masyarakat tradisional, manusia adalah bagian yang integral dengan ekosistemnya. Pandangan dan keyakinan demikian menyebabkan terbentuknya norma-norma dan nilai-nilai tertentu yang berfungsi sebagai pengendali sosial bagi masyarakat pendukungnya untuk berinteraksi dengan ekosistem. Norma-norma itu menetapkan apa yang baik dan apa yang tidak baik untuk dilakukan oleh masyarakat dalam bentuk hubungan-hubungan sosial maupun dalam pemanfaatan sumber-sumber daya alam yang ada, misalnya larangan-larangan untuk membunuh jenis-jenis hewan tertentu, menebang sembarangan pohon-pohon di kawasan hutan tertentu, merusak atau mencemarkan lingkungan alam tertentu atau melakukan perbuatan kurang baik di tempat-tempat tertentu. Perbuatan membunuh hewan, menebang hutan, merusak dan mencemarkan lingkungan yang dikeramatkan disamakan dengan membunuh masyarakat setempat.

6.3. Identifikasi Dampak Negatif Kepunahan Tumbuhan Sowang

Pengelolaan sumberdaya alam berkaitan dengan ekonomi, yang mana memerlukan biaya dan memberikan manfaat ekonomi, demikian juga sumberdaya hutan. Apabila areal hutan akan dikonversi ke penggunaan lain, maka akan mengakibatkan hilangnya fungsi ekologi dan sosial seperti keanekaragaman hayati, pengaturan tata air, tempat melakukan upacara adat dan sebagainya. 92 Masalah kerusakan hutan di kawasan cagar alam Pegunungan Cycloops saat ini merupakan salah satu penyebab kepunahan dari Tumbuhan Sowang pada kawasan tersebut. Masalah ini tidak hanya dilansir oleh masyarakat adat yang merupakan pemilik hak ulayat dari kawasan Pegunungan Cycloops, tetapi juga telah disampaikan oleh berbagai kalanganlembaga pemerhati lingkungan yang berada di kawasan cagar alam Pegunungan Cycloops. Kecenderungan kerusakan hutan pada kawasan cagar alam menyebabkan kerusakan ekosistem yang berada di dalam hutan tersebut. Salah satunya, Tumbuhan Sowang yang akhir-akhir ini mengalami penurunan populasi dan bahkan di beberapa tempat sudah tidak ditemukan lagi. Masyarakat asli yang memiliki hak ulayat menilai bahwa jika keadaan ini tidak cepat diatasi maka keadaan yang terburuk yaitu hutan dan seluruh kehidupan didalamnya pada kawasan cagar alam Pegunungan Cycloops akan habis dan menjadi bencana bagi masyarakat yang bermukim di kawasan Pegunungan Cycloops. Hal ini merupakan kenyataan yang sementara dihadapi oleh penduduk yang tinggal dan menetap di kawasan cagar alam Pegunungan Cycloops dan bila kecenderungan ini tidak dapat dihentikan maka pada akhirnya Pegunungan Cycloops yang semula hijau akan berubah menjadi pegunungan yang kehilangan baju dan menjadi telanjang akibat terjadi deforestasi. Selanjutnya dikatakan bahwa ketidak mampuan membalik atau menghambat kondisi ini akan menghasilkan sebuah fenomena pada tahun-tahun mendatang yaitu keberadan sebuah lahan hutan tanpa hutan Forestland without forest atau hutan tanpa pepohonan Forest without trees dan sektor publik kehutanan akan melakukan manajemen hutan untuk hutan yang tidak ada Forest management of the non – existent forest. 93 Gambar 25. Penebangan Liar dan Perladangan pada Kawasan Cagar Alam Pegunungan Cycloops Beberapa faktor-faktor lain yang dapat menyebabkan kepunahan dari Tumbuhan Sowang dan kerusakan hutan pada kawasan cagar alam Pegunungan Cycloops dan mengakibatkan kehilangan manfaat dan fungsi dari hutan, antara lain : 1. Pemukiman dan Pertambahan Penduduk Seiring dengan pertambahan penduduk, pertumbuhan ekonomi dan industrialisasi serta batas kawasan cagar alam yang begitu dekat dengan batas pemukiman masyarakat dibeberapa tempat, menyebabkan terjadinya pembangunan perumahan dan pemilikan tanah dalam berbagai bentuk dan sifat, sehingga ada sebagian kapling masyarakat yang letaknya telah masuk kawasan cagar alam dan sebagian yang berbatasan. Kapling-kapling yang telah menjadi milik masyarakat adalah pemukiman yang terletak disepanjang batas kawasan cagar alam antara lain Angkasapura, Bhayangkara, Kloofkamp, Polimak, Skyline, Waena, Ifar Gunung, Doyo Baru dan Maribu yang merupakan daerah dikawasan cagar alam Pegunungan Cycloops. Berikut data jumlah penduduk yang bermukim di daerah kawasan cagar alam Pegunungan Cycloops. 94 Tabel 8. Jumlah Penduduk pada Kawasan Cagar Alam Pegunungan Cycloops KelurahanKampung Jumlah Jiwa Angkasapura 3938 Bhayangkara 12347 Kloofkamp 15555 Polimak 7,470 Skyline 6.629 Waena 10.139 Ifar Gunung 2007 Doyo Baru 3.620 Maribu 1020 Sumber: Data BKSDA Provinsi Papua 2010 Dari data jumlah pemukiman didalam kawasan cagar alam sudah tidak sesuai dengan prosedur dan rencana tata ruang wilayah Kabupaten Jayapura dan Kota Jayapura yang menyebabkan terjadinya pemukiman liar serta munculnya pemukiman baru disekitar maupun di dalam kawasan cagar alam Pegunungan Cycloops. Tingginya angka pertambahan penduduk setiap tahun jika tidak diimbangi dengan tersedianya lahan maka akan menambah jumlah pemukiman liar didalam kawasan cagar alam Pegunungan Cycloops. Jika masalah pemukiman masyarakat yang tidak teratur serta tidak sesuai dengan prosedur ini dibiarkan terus menerus dan tidak mendapat penanganan yang baik dari pihak terkait maka dikhawatirkan dalam jangka waktu beberapa tahun kedepan wilayah perbatasan kawasan cagar alam yang berfungsi sebagai zona penyangga kawasan cagar alam Pegunungan Cycloops akan berubah menjadi pemukiman bahkan bisa jadi pemukiman tersebut masuk didalam zona inti kawasan cagar alam Pegunungan Cycloops. 2. Perladangan Hasil pengolahan data primer menunjukan bahwa rata-rata responden bermata pencaharian pokok sebagai petanipeladang yaitu 192 KK atau 55,81. Pola perladangan masyarakat di beberapa lokasi yang dijadikan sampel dalam penelitian ini dapat dikatakan sangat aktif dan sebagian besar responden menggunakan sistem perladangan berpindah-pindah shifting cultivation. 3. Penebangan Kayu Kegiatan penebangan kayu didalam kawasan cagar alam Pegunungan Cycloops dibeberapa lokasi hampir sebagian dilakukan oleh semua kelompok 95 masyarakat. Pada umumnya pengambilanpenebangan kayu yang dilakukan masyarakat didalam kawasan digunakan untuk keperluan memasak, bahan bangunan rumah serta untuk dijual. Hal ini disebabkan karena memasak dengan kayu bakar merupakan cara praktis dan membutuhkan biaya yang sedikit sesuai dengan kondisi ekonomi masyarakat yang terbatas yang mana kurang mampu membeli peralatan masak seperti kompor minyak sehingga menggunakan kayu bakar sebagai perlengkapan memasak sehari-hari. Jenis-jenis pohon yang ditebang pada umumnya adalah kayu Matoa Pometia sp, kayu besi Intsia bijuga, kayu Merah Homalium sp dan kayu Sowang. Kayu Sowang merupakan jenis kayu yang mempunyai nilai ekonomis yaitu Rp.100.000,- hingga Rp.200.000,- perbatang. Gambar 26. Kayu Sowang yang Ditebang untuk Diperjualbelikan Hal lain yang turut mempengaruhi adalah langkanya BBM khususnya minyak tanah beberapa tahun terakhir ini. Akibatnya distribusi minyak tanah kepada masyarakat sangat sulit sehingga walaupun ada keluarga yang mempunyai kompor tetapi tidak bisa menggunakannya karena kelangkaan tersebut. 4. Pembangunan Jalan Dari survei di lapangan, diperoleh informasi bahwa saat ini sedang dibuat jalan raya yang akan menghubungkan beberapa lokasi baik di Kabupaten maupun Kota Jayapura yang rutenya akan melewati bahkan masuk dalam kawasan cagar alam 96 Pegunungan Cycloops. Jalan tersebut diantaranya meliputi: a Ruas Jalan Sentani – Waena, ruas jalan yang dibuat dari Sentani ke Waena dibangun pada zona penyangga hingga masuk dalam kawasan cagar alam. b Pembangunan ruas jalan alternatif dari Waena ke Jayapura dan Pembangunan ruas jalan dari Pasir VI menuju Ormu. Pembangunan jalan ini masuk dalam kawasan cagar alam. Dampak yang ditimbulkan dari pembangunan jalan ini adalah rusaknya habitat dan satwa yang ada di kawasan tersebut serta banyak masyarakat yang akan bermukim disepanjang jalan tersebut dan sudah pasti melakukan aktifitas di dalam kawasan cagar alam Pegunungan Cycloops. Gambar 27. Pembangunan Ruas Jalan Raya 5. Penggalian Bahan Galian C Kebutuhan akan bahan baku pembuatan jalan dan bangunan dari tahun ke tahun semakin meningkat, dan salah satu tempat yang memiliki peluang galian C adalah kawasan cagar alam Pegunungan Cycloops. Kebutuhan bahan galian C tersebut telah banyak digali secara illegal dan dijual kepada setiap kendaraan yang masuk untuk membelinya. Selain secara ilegal juga digali oleh perusahaan yang memiliki ijin dari Dinas Pertambangan Provinsi Papua. Dari hasil survei dan wawancara dengan para pengumpul di beberapa lokasi penggalian, diperoleh informasi bahwa penggalian bahan material bangunan dilaksanakan dengan dasar kontrak bersama pemilik tanah atau Ondoafi sebagai pemilik hak ulayat setempat. Kegiatan ini umumnya terfokus pada daerah aliran sungai, antara lain ; Angkasa, Kali 97 Yapis, Kali Kayabu, Kali Jabawi, Kali Ular, Waena, Harapan dan Hotel Sentani Indah. 6. Perburuan Satwa Perburuan satwa secara liar juga tidak dapat dihindari, yang dilakukan oleh masyarakat yang bermukim di kawasan cagar alam Pegunungan Cycloops. Jenis-jenis satwa yang menjadi sasaran buruan adalah; Kangguru pohon, Kus-Kus, Burung Cenderawasih, Burung Kakatua Raja, dan Burung Nuri Kepala Hitam. Gambar 28. Hewan yang Diburu Dari beberapa faktor diatas sebenarnya sedikit demi sedikit telah mengakibatkan kerusakan hutan dan mengurangi beberapa jenis hewan dan tumbuhan yang merupakan keanekaragaman hayati dengan nilai endemik pada kawasan cagar alam Pegunungan Cycloops. Faktor-faktor tersebut juga membawa dampak yang negatif dimana berkurangnya populasi Tumbuhan Sowang yang berada dikawasan cagar alam Pegunungan Cycloops. Dampak dari Pengrusakan terhadap kawasan cagar alam Pegunungan Cycloops telah dirasakan, dari jumlah sungai yang berhulu di Pegunungan Cycloops berjumlah 34 sungai, kini hanya tinggal 14 sungai yang masih dialiri oleh air, bahkan jumlah ini akan menurun jika keadaan dan beberapa kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat dikawasan cagar alam Pegunungan Cycloops tidak dihentikan. Dari beberapa kegiatan pengrusakan hutan pada kawasan Pegunungan Cycloops diatas, dampaknya pada tahun 2006 dimana terjadi banjir batu dan lumpur 98 yang menghancurkan vegetasi tutupan lahan di punggung dan lembah Pegunungan Cycloops yang membawa korban harta dan jiwa di Kabupaten dan Kota Jayapura. Gambar 29. Kerusakan pada Kawasan Cagar Alam Pegunungan Cycloops 99

BAB VII NILAI EKONOMI TUMBUHAN SOWANG