BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penelitian
Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang utama, karena itu peranan sektor pajak sangat besar, terutama untuk menunjang keberhasilan
pembangunan pada tingkat nasional, regional, maupun lokal. Pajak Bumi dan Bangunan PBB merupakan pajak pusat, akan tetapi PBB
akan menjadi penerimaan daerah, karena sebagian besar dana bagi hasilnya 90 diserahkan kembali kepada daerah yang memungutnya dan 10 diserahkan ke
Pemerintah Pusat Kas Negara. Terbitnya Peraturan Pemerintah PP No. 16 Tahun 2000 yang
menggantikan PP No. 47 Tahun 1985 tentang Pembagian Hasil Penerimaan PBB antara Pemerintah Pusat dan Daerah terlihat bahwa persentase untuk Daerah
KabupatenKota lebih besar dibandingkan daerah provinsi. Hal ini dapat dipahami mengingat adanya kemauan politik dari Pemerintah untuk merealisasikan
terwujudnya otonomi daerah. Menurut Undang-Undang No. 33 Tahun 2004, dijelaskan bahwa sumber
penerimaan daerah otonom, terdiri atas: 1 Pendapatan Asli Daerah PAD.
2 Dana Perimbangan. 3 Lain-lain pendapatan yang sah.
Sedangkan yang dimaksud dengan dana perimbangan adalah “Dana yang bersumber dari pendapatan APBN Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
Universitas Sumatera Utara
yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi”. Pajak Bumi dan Bangunan sebagai salah satu sumber
penerimaan daerah, sedangkan dana perimbangan yang berperan dalam pembiayaan pembangunan di daerahnya. Sebagai pelaksana pembangunan
di daerah yang berdasar atas asas desentralisasi, Pemerintah Kota Medan berkewajiban mengurus rumah tangganya sendiri.
Sesuai dengan Pasal 10 Undang-Undang No. 33 Tahun 2004, dana perimbangan terdiri atas, sebagai berikut:
1 Dana Bagi Hasil DBH dari pajak, yakni; Pajak Bumi dan Bangunan PBB, Biaya Perolehan Hak Atas Tanah dan
Bangunan BPHTB, Pajak Penghasilan PPh Perorangan, dan penerimaan dari sumber daya alam yakni; kehutanan, pertambangan umum, perikanan,
pertambangan minyak bumi, pertambangan gas bumi, dan pertambangan panas bumi.
2 Dana Alokasi Umum DAU. Besarnya DAU didasarkan atas formula. Jumlah keseluruhan DAU ditetapkan
sekurang-kurangnya 26 dari Pendapatan Dalam Negeri Netto yang ditetapkan dalam APBN.
3 Dana Alokasi Khusus DAK. DAK ditentukan berdasarkan pendekatan kebutuhan yang sifatnya insidental
dan mempunyai fungsi yang sangat khusus, namun prosesnya tetap dari bawah bottom-up.
Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 12 UU No. 33 Tahun 2004, pengalokasian dana bagi hasil dari PBB adalah sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
1 Dana Bagi Hasil dari penerimaan PBB sebesar 90 untuk daerah dengan rincian sebagai berikut:
a. 16,20 untuk daerah provinsi yang bersangkutan dan disalurkan ke rekening Kas Umum Daerah Provinsi,
b. 64,80 untuk Daerah KabupatenKota yang bersangkutan dan disalurkan ke rekening Kas Umum Daerah KabupatenKota, dan
c. 9 untuk biaya pemungutan. 2 Sebesar 10 bagian pemerintah pusat, dari penerimaan PBB tersebut
dibagikan kepada seluruh Daerah KabupatenKota yang didasarkan atas realisasi penerimaan PBB tahun anggaran berjalan, dengan imbangan sebagai
berikut: a. 65 dibagikan secara merata kepada seluruh Daerah KabupatenKota.
b. 35 dibagikan secara insentif kepada Daerah KabupatenKota yang realisasi tahun sebelumnya mencapaimelampaui rencana penerimaan
sektor tertentu. Adapun alur penerimaan PBB dan alokasi Dana Bagi Hasil PBB dapat
dilihat pada gambar berikut ini:
Universitas Sumatera Utara
Gambar 1.1. Alur penerimaan dan alokasi DBH PBB Menurut Guritno Mangkusubroto 1989 menyatakan bahwa penerimaan
PBB di Indonesia bersumber dari 5 lima klasifikasi, yaitu: 1 Sektor perdesaan, yang meliputi tanah untuk pekarangan, tanah untuk ladang,
tanah untuk sawah, tanah tambak, tanah untuk ladang garam dan lain-lain yang ada di perdesaan.
2 Sektor perkotaan, yang meliputi tanah dan bangunan di kota-kota besar maupun kecil yang dapat dipandang sebagai kota, seperti ibukota negara,
ibukota provinsi, ibukota kabupaten, ibukota kecamatan dan sebagainya. 3 Sektor perkebunan, yang meliputi tanah beserta bangunan yang dipergunakan
untuk keperluan perkebunan, seperti tanah dan bangunan untuk pabrik serta untuk tanaman perkebunan.
4 Sektor perhutanan, yang meliputi tanah dan bangunan yang digunakan untuk usaha perhutanan, seperti tanah dan bangunan yang dipergunakan untuk
menimbun kayu, dan tanah hutan yang belum menghasilkan. 5 Sektor pertambangan, yang meliputi tanah dan bangunan yang dipergunakan
untuk pertambangan, misalnya tanah yang dibor untuk mendapatkan minyak, gas bumi, biji besi serta bangunan yang dibangun di sekitar tempat pemboran
yang dipergunakan untuk keperluan usaha pertambangan tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Sumber penerimaan PBB pada penelitian ini adalah pada sektor Perdesaan dan Perkotaan, yang mana obyeknya adalah bumi danatau bangunan yang
dimiliki, dikuasai danatau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan dan
pertambangan. Pajak bumi dan bangunan adalah pajak yang dikenakan atas harta tak gerak
oleh karena itu yang dipentingkan adalah obyeknya sehingga keadaan dan status orang atau badan yang dijadikan subyek pajak tidak penting dan tidak
mempengaruhi besarnya pajak, oleh karena itu pajak ini disebut pajak yang obyektif. Walaupun disebut pajak yang obyektif tetapi dipungut dengan surat
penetapan pajak yang pada prinsipnya setiap tahun dikeluarkan. Oleh karena itu keadaan atau status orang atau badan yang dijadikan subyek
tidak penting dan tidak mempengaruhi besarnya pajak. Namun kenyataannya Pemerintah menetapkan standar ganda, NJKP Nilai Jual Kena Pajak ditetapkan
sebesar 20 dan 40. Persentase 40 berlaku untuk obyek pajak perumahan dan bagi wajib pajak perorangan yang NJOP tanah dan bangunan lebih besar atau
sama dengan 1 satu milyar rupiah. Namun ketentuan tersebut tidak berlaku
untuk obyek pajak yang dimiliki, dikuasai, atau dimanfaatkan oleh PNS, anggota ABRI atau pensiunan termasuk jandadua yang penghasilannya semata-mata
dari gaji atau pensiunan. Bagi wajib pajak ini berlaku persentase NJKP sebesar 20. Berarti masih ada unsur subyektif karena pemerintah bukan hanya melihat
obyeknya tapi juga subyeknya
.
Tingkat pelayanan sebagai upaya peningkatan dan pengamanan penerimaan kas negara khususnya pada sektor Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan
Universitas Sumatera Utara
Perkotaan PBB P2 di Kota Medan, maka KPP Pratama se-Kota Medan memberikan pelayanan-pelayanan, yaitu:
1 Layanan cetak salinan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang Pajak Bumi dan Bangunan SPPT PBB.
2 Layanan mutasi Pajak Bumi dan Bangunan seluruhnya. 3 Layanan mutasi Pajak Bumi dan Bangunan sebagian, meliputi;
a. Balik Nama SPPT PBB. b. Pemecahan SPPT PBB.
c. Penimbulandata baru SPPT PBB. d. Pembetulan SPPT PBB Nama dan Alamat Wajib Pajak.
4 Layanan pengurangan besarnya PBB terhutang. 5 Layanan pengajuan keberatan atas PBB terhutang.
Berdasarkan data perkembangan realisasi penerimaan PBB P2 terhadap target penerimaan PBB P2 Kota Medan pada tahun 2000 sampai dengan tahun
2010, menunjukkan kecenderungan mengalami peningkatan. Namun dilihat dari realisasi penerimaan PBB P2 masih ada yang di bawah target yaitu tahun 2001
dan tahun 2007. Sedangkan penerimaan PBB P2 yang paling besar terjadi pada tahun 2004, yaitu realisasi penerimaan sebesar 123 atau 23 melebihi target
yang telah ditetapkan Pemerintah Kota Medan. Untuk perkembangan realisasi penerimaan PBB P2 terhadap target penerimaan PBB P2 Kota Medan tersebut,
dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
Universitas Sumatera Utara
100,71 95,81
102,66 118,97
123,37 102,49
101,8 94,6
100,59 101,45
107,14
20 40
60 80
100 120
140
2000 2001
2002 2003
2004 2005
2006 2007
2008 2009
2010
Penerimaan PBB P2 Target
Gambar 1.2. Perkembangan persentase realisasi penerimaan PBB P2 terhadap target penerimaan PBB P2 Kota Medan tahun 2000-2010
Sumber data: Dipenda Kota Medan, tahun 2011. Guna meningkatkan penerimaan PBB P2 tersebut perlu menganalisa faktor-
faktor yang mempengaruhi penerimaan PBB P2, sehingga dengan mengetahui hal tersebut dapat disusun stategi yang tepat agar peningkatan penerimaan PBB P2
dapat dicapai dengan efektif. Fenomena tersebut menimbulkan pertanyaan, mengapa penerimaan PBB P2
di Pemerintah Kota Medan perlu diteliti. Untuk itu perlu diteliti lebih lanjut faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan PBB P2, yaitu jumlah wajib pajak,
PDRB perkapita atas dasar harga berlaku ADHB, inflasi, tingkat suku bunga dan investasi.
Universitas Sumatera Utara
Wajib pajaksubyek pajak PBB P2 adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi danatau memperoleh manfaat atas
bumi, dan atau memiliki, menguasai danatau memperoleh manfaat atas bangunan, antara lain: pemilik, penghuni, pengontrak, penggarap, pemakai, penyewa. Jumlah
wajib pajak dalam penelitian ini adalah jumlah subyek pajak yang terdaftar dalam Daftar Himpunan Ketetapan Pajak DHKP yang ada dalam basis data di Kantor
Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan KP PBB dan KPP Pratama se-Kota Medan, bahwa perkembangan jumlah wajib pajak yang meningkat berpotensi
akan meningkatkan penerimaan pajak. Oleh sebab itu perlu adanya dukungan dari pihak masyarakat, baik jumlah dan tingkat kepatuhan dalam memenuhi kewajiban
perpajakannya. Produk Domestik Regional Bruto PDRB perkapita merupakan cermin dari
pendapatan masyarakat, semakin tinggi PDRB perkapita, kemampuan masyarakat untuk membayar PBB semakin meningkat, sehingga dapat meningkatkan
penerimaan PBB. PDRB perkapita ADHB untuk wilayah Kota Medan menunjukkan perkembangan yang terus meningkat dari tahun ke tahun.
Inflasi merupakan kenaikan harga secara terus menerus dan kenaikan harga yang terjadi pada seluruh kelompok barang dan jasa Pohan, 2008. Hal ini
mungkin dapat terjadi kenaikan tersebut tidak bersamaan. Naiknya inflasi akan meningkatkan nilai harga tanah, sehingga nilai jual obyek pajak juga akan
meningkat. Naiknya nilai jual obyek pajak akan meningkatkan penerimaan PBB. Tingkat suku bunga Bank Indonesia adalah suku bunga acuan yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia melalui rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia. Perubahan dari tingkat suku bunga Bank Indonesia akan sangat mempengaruhi
Universitas Sumatera Utara
pencapaian stabilitas inflasi. Naik turunnya tingkat suku bunga akan mempengaruhi penerimaan pajak, khususnya terhadap penerimaan Pajak Bumi
dan Bangunan. Naiknya tingkat suku bunga akan menurunkan keinginan meminjam dana dalam membayar kredit perumahan sehingga dapat menurunkan
penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan dan sebaliknya. Investasi merupakan salah satu motor penggerak pertumbuhan ekonomi.
Pada perekonomian tertutup, sumber dana investasi semata-mata berasal dari tabungan domestik. Sedangkan pada perekonomian terbuka sumber dana dapat
diperoleh melalui dana dari luar wilayah. Kota Medan merupakan kota ketiga terbesar di Indonesia setelah kota
Jakarta dan Surabaya, dilihat dari luasnya wilayah, jumlah penduduk, aktivitas industri dan perdagangan barang dan jasa. Saat ini Pemerintah Kota Medan
sedang berusaha pula untuk memperbesar luas wilayahnya. Melihat kondisi ini peluang bisnis di berbagai bidang seperti bidang industri, pariwisata, perbankan
dan lain-lain akan semakin menjanjikan keuntungan bagi para investor lokal maupun asing.
Sejak tahun 2000 penanaman modal investasi di Kota Medan secara berangsur-angsur mulai menunjukkan pertumbuhan yang cukup berarti. Hal ini
tidak saja didukung oleh faktor-faktor ekonomi yang dimiliki, tetapi didukung juga oleh faktor-faktor non ekonomi, sehingga menciptakan iklim dan lingkungan
penanaman modal yang semakin kondusif dari waktu ke waktu. Berdasarkan fenomena-fenomena tersebut di atas, maka penulis tertarik
untuk mengadakan penelitian guna penyusunan tesis ini, maka disusun tesis ini
Universitas Sumatera Utara
dengan judul: “Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan Kota Medan”.
1.2. Rumusan Masalah Penelitian