B. Kebijakan Pembatasan Perdagangan Tembakau di Indonesia
1. Kebijakan Cukai Tembakau Kebijakan tarif cukai hasil tembakau di tahun 2013 dilandasi oleh
beberapa latar belakang kepentingan yang berbeda. Di satu sisi cukai masih menjadi alat penerimaan negara yang memberikan kontribusi yang cukup besar
bagi pemerintah. Disisi lain, pemerintah juga harus mempertimbangkan keberadaan industri hasil tembakau yang memeberikan kesempatan kerja yang
cukup luas bagai masyarakat. Kemudian tidak kalah pentingnya adalah aspek pengendalian konsumsi. Meskipun Indonesia belum meratifikasi Framework
Convention on Tobacco control FCTC namun langkah-langkah kebijakan di
bidang industri hasil tembakau juga sudah mengarah pada FCTC tersebut. Pokok-pokok kebijakan tarif cukai 2013 antara lain: mempertegas sistem
tarif cukai hasil tembakau dengan penerapan tarif cukai full spesifik; mencabut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 181PMK.0112009 tentang Tarif Cukai
Hasil Tembakau; pemberlakuan tarif cukai rata-rata jenis hasil tembakau untuk jenis Sigaret Kretek Mesin SKM, Sigaret Putih Mesin SPM dan Sigaret Kretek
Tangan SKT mengalami kenaikan secara moderat dalam kisaran 8,5; kebijakan cukai hasil tembakau 2013 dilakukan dalam rangka pengendalian
konsumsi dan kepentingan penerimaan negara, yang kemudian akan dijelaskan di bawah ini:
95
Pokok-Pokok Kebijakan Bila merujuk pada struktur tarif cukai hasil tembakau yang telah
ditetapkan pemerintah tersebut, terdapat beberapa hal pokok kebijakan cukai hasil
95
Kebijakan Tarif Cukai Hasil Tembakau 2013 . http:www.tcsc.comhtml.
Selasa22012014
Universitas Sumatera Utara
tembakau tahun 2013. Penulis mencoba untuk menafsirkan pokok-pokok kebijakan tersebut dalam rangkuman tulisan sebagai berikut :
96
a. Mempertegas sistem tarif cukai hasil tembakau, yaitu penerapan tarif cukai full spesifik dalam rangka memudahkan pemungutan dan pengawasan barang kena
cukai Kebijakan tarif cukai hasil tembakau 2013 semakin mengukuhkan
penerapan sistem tarif cukai spesifik yang mengarah pada penyederhanaan struktur tarif cukai. Sistem tarif cukai spesifik secara teoritis akan mengurangi
disparitas harga antara harga jual eceran penetapan pemerintah dengan harga transaksi pasar. Adanya disperitas inilah yang menjadi faktor pemicu upaya-upaya
pelarian cukai baik yang sifatnya pemalsuan pita cukai, penggunaan pita cukai yang bukan haknya bahkan tanpa pita cukai sama sekali. Dengan penerapan
sistem spesifik, maka intervensi pemerintah terhadap cukai hasil tembakau tidak lagi dilakukan terhadap harga jual eceran namun lebih difokuskan pada intervensi
tarif. Harga jual secara fleksibilitas dapat diimplementasikan oleh pengusaha hasil tembakau sesuai dengan strategi pemasaran masing-masing. Hal inilah yang
memberikan dampak pada penurunan disperitas harga di tingkat pasar. Efek multipliernya tentu saja akan berimbas pada semakin berkurangnya upaya-upaya
pelanggaran cukai yang diakibatkan oleh adanya disperitas harga tersebut.
97
b. Mencabut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 181PMK.0112009 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau j.o PMK Nomor 167PMK.0112011
96
Kebijakan Tarif Cukai Hasil Tembakau 2013 . http:www.tcsc.comhtml.
Selasa22012014
97
Ibid 73
Universitas Sumatera Utara
Pada tahun 2012 para pengusaha hasil tembakau yang tergabung dalam Forum Masyarakat Industri Rokok Seluruh Indonesia Formasi mengajukan
gugatan uji materi terhadap pemberlakuan PMK 167PMK.0112011 tentang tarif cukai hasil tembakau. Salah satu hal pokok yang digugat adalah besaran tarif
cukai yang diimplementasikan dalam PMK tersebut dianggap telah melanggar ketentuan Undang-undang Cukai karena telah melebihi angka tarif maksimum
57 dari harga jual eceran. Putusan Mahkamah Agung pada akhirnya menerima gugatan uji materi dari Formasi tersebut. Sebagai konsekuensinya, pemerintah
diharuskan untuk segera mencabut pemberlakuan PMK 167PMK.0112011. Menurut perhitungan waktu paling lambat bagi pemerintah untuk menjalankan
putusan MA atas uji materi adalah tanggal 24 Desember 2012. Hal inilah yang membuat pemberlakuan PMK 179PMK.0112012 menjadi agak unik dan juga
cukup kompleks. PMK 179 mulai berlaku sejak tanggal 25 Desember 2012. Suatu pemberlakuan peraturan yang tidak lazim ditambah lagi bahwa tanggal 25
Desember merupakan hari libur.
98
c. Pemberlakuan tarif cukai rata-rata jenis hasil tembakau untuk jenis Sigaret Kretek Mesin SKM, Sigaret Putih Mesin SPM dan Sigaret Kretek Tangan
SKT mengalami kenaikan secara moderat berkisar mulai Rp5,00 s.d. Rp20,00 per batang atau secara rata-rata dalam kisaran 8,5.
Kebijakan menaikan tarif cukai terhadap hasil tembakau yang tergolong primadona penghasil cukai SKM, SPM dan SKT adalah suatu keharusan apabila
pemerintah ingin memenuhi target penerimaan cukai tahunan sebesar 88,02 trilyun rupiah. Apalagi bila mengingat asumsi tingkat pertumbuhan produksi
98
ibid 73
Universitas Sumatera Utara
rokok yang akan sedikit melambat di tahun 20013 sejalan dengan pemberlakuan PP nomor 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat
Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan. Akan tetapi meskipun terhadap seluruh produk primadona tersebut dinaikan tarif cukainya, pemerintah
tetap memperhitungkan kebijakan keberpihakan pada industri yang menyerap banyak tenaga kerja. Beban tarif cukai hasil tembakau yang dibuat dengan tangan
khususnya SKT masih lebih rendah dibandingkan yang dibuat dengan mesin. Kemudian untuk tarif cukai hasil tembakau untuk jenis Tembakau Iris TIS,
Klobot KLB, dan Kelembak Menyan KLM dinaikkan dalam kisaran Rp1,00 sampai dengan Rp4,00 per batanggram. Untuk tarif cukai hasil tembakau yang
diimpor ditetapkan sama dengan tarif cukai tertinggi untuk masing-masing jenis dan golongan hasil tembakau yang diproduksi di dalam negeri. Disamping
menaikan tarif cukai beberapa jenis produk hasil tembakau, kebijakan cukai kali ini juga menaikkan batasan HJE per batang dan gram untuk 10 sepuluh layer
tarif cukai. Sejak pemberlakuan tarif spesifik tahun 2006, tercatat baru tahun ini saja pemerintah melakukan penyesuaian terhadap HJE. Menurut analisa penulis,
hal ini dilakukan sebagai upaya untuk menghindari tarif cukai agar tidak melebihi batasan tertinggi 57 sebagaimana putusan uji materi MA. Untuk memenuhi
aspek penyederhanaan administrasi, struktur tarif cukai 2013 juga telah dilakukan penyederhanaan. Beberapa jenis rokok yang semula terdiri atas tiga layer batasan
HJE kini disederhanakan dengan menggabungkan SKM golongan I layer 3 digabung, sehingga jenis SKM golongan I menjadi 2 layer. Kemudian, SPM
golongan II layer 3 digabung, sehingga jenis SPM golongan II menjadi 2 layer.
99
99
Kebijakan Tarif Cukai Hasil Tembakau 2013 . http:www.tcsc.comhtml. Selasa22012014
Universitas Sumatera Utara
d. Kebijakan Cukai hasil tembakau 2013 dilakukan dalam rangka pengendalian konsumsi dan kepentingan penerimaan negara
Permasalahan aspek kesehatan yang disebakan oleh konsumsi hasil tembakau sudah menjadi wacana umum. Kampanye mengenai peringatan dampak
kesehatan akibat merokok sudah dilakukan dengan berbagai cara dan upaya, baik oleh Kementerian Kesehatan maupun kelompok masyarakat yang peduli dengan
hal ini. Sebenarnya secara riil sudah ada bentuk pembatasan yang dilakukan pemerintah terhadap akses produk hasil tembakau tersebut, antara lain dengan
kebijakan: batasan jumlah batang sigaret dalam kemasan eceran, pencantuman label peringatan bahaya merokok, persyarataan perizinan yang semakin
diperberat, dan sebagainya. Akan tetapi hal-hal tersebut dianggap belum cukup efektif untuk mengendalikan konsumsi hasil tembakau. Terakhir, upaya untuk
mengendalikan konsumsi hasil tembakau semakin menguat dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah nomor 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang
Mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan. Kebijakan menaikan tarif cukai hasil tembakau adalah salah satu langkah efektif untuk
mendukung upaya pengendalian konsumsi hasil tembakau. Secara teoritis, apabila tarif cukai hasil tembakau ditingkatkan maka asumsinya konsumen akan
mengurangi konsumsinya terhadap hasil tembakau. Disisi lain, kebijakan menaikan tarif cukai hasil tembakau dalam jangka pendek akan meningkatkan
penerimaan negara. Data statistik membuktikan bahwa sejak sepuluh tahun yang lalu, angka penerimaan cukai cenderung meningkat secara signifikan. Sederhanya
saja, tahun 2002 angka penerimaan cukai baru mencapai 23,34 trllyun rupiah
Universitas Sumatera Utara
sedangkan tahun 2012 yang lalu angka penerimaan cukai sudah mencapai 84,67 trilyun rupiah.
100
Meskipun demikian, efek peningkatan penerimaan cukai sebagai akibat kebijakan menaikkan tarif cukai menurut teori Laffer akan berhenti pada titik tarif
tertentu peak of tariff. Setelah tarif puncak tersebut, menurut Laffer, penerimaan justru akan menurun, jadi sinergi antara kebijakan pengendalian hasil tembakau
dengan kebijakan peningkatan penerimaan cukai akan berhenti pada tingkat tarif peak tersebut. Pada akhirnya pemerintah harus memilih, apakah cukai akan
dijadikan sebagai instrumen pengendalian konsumsi ataukah masih akan terus dipakai sebagai instrumen untuk meningkatkan penerimaan negara.
101
Kebijakan tarif cukai hasil tembakau yang dijalankan pemerintah merupakan sinergi dari beberapa kepentingan yang berbeda. Disatu sisi
pemerintah harus mengakomodir kebutuhan pencapaian target penerimaan cukai sesuai asumsi APBN. Namun disisi lain pemerintah juga berkomitmen untuk
memenuhi rekomendasi FCTC dalam rangka lebih peduli dengan aspek kesehatan. Yang tidak kalah pentingnya lagi adalah aspek ketenagakerjaan dalam
industry hasil tembakau. Semua aspek kepentingan tersebut senantiasa harus diakomodir dalam penyusunan kebijakan tariff cukai hasil tembakau.
Berdasarkan beberapa pertimbangan tersebut, pokok-pokok kebijakan tarif cukai 2013 mencakup antara lain:
102
100
Kebijakan Tarif Cukai Hasil Tembakau 2013 . http:www.tcsc.comhtml.
Selasa22012014
101
Ibid 77
102
Ibid 77
Universitas Sumatera Utara
a. mempertegas sistem tarif cukai hasil tembakau dengan penerapan tarif
cukai full spesifik; b.
mencabut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 181PMK.0112009 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau;
c. pemberlakuan tarif cukai rata-rata jenis hasil tembakau untuk jenis Sigaret
Kretek Mesin SKM, Sigaret Putih Mesin SPM dan Sigaret Kretek Tangan SKT mengalami kenaikan secara moderat dalam kisaran 8,5;
d. kebijakan cukai hasil tembakau 2013 dilakukan dalam rangka
pengendalian konsumsi dan kepentingan penerimaan negara. 2. Pembatasan Produksi Rokok
Pemerintah dalam upayanya untuk membatasi produksi rokok di Indonesia mengeluarkan Peraturan Pemerintah pada 24 Desember 2012 yaitu Peraturan
Pemerintah PP No. 109 Tahun 2012 Tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan. PP tembakau
ini mengatur kewajiban pencantuman kandungan nikotin, tar serta bahan lainnya dalam kemasan rokok, termasuk peringatan kesehatan, kawasan tanpa rokok,
perlindungan anak dan wanita hamil, pengendalian dan pengawasan iklan rokok. Bagi perusahaan-perusahaan rokok yang melanggar peraturan ini akan
dikenai sanksi mulai dari teguran hingga hingga penghentian sementara kegiatan produksi. Pemberlakuan PP Tembakau ini paling lambat 18 bulan setelah
diundangkan. Produsen rokok sepertinya harus bersiap-siap untuk membatasi iklan dan
promosi produk tembakau yang menjadi sponsor kegiatan. Pembatasan untuk iklan rokok ini mulai berlaku Juni 2014.
Pasal 61 PP No. 1092012 menyebutkan, ketentuan mengenai pencantuman peringatan kesehatan paling lambat 18 bulan terhitung sejak PP ini
diundangkan yaitu tanggal 24 Desember 2012. Adapun ketentuan mengenai pembatasan iklan dan promosi Produk Tembakau atau menjadi sponsor kegiatan
Universitas Sumatera Utara
diberlakukan paling lambat 12 bulan sejak PP ini diundangkan.Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi menyatakan PP ini merupakan turunan dari Undang-Undang
Kesehatan No 36 tahun 2009 yang sudah diatur dan dibantu oleh sosialisi bersama-sama oleh pemerintah,Lembaga Swadaya Masyarakat LSM dan
masyarakat. “Kami juga melakukan sosialisasi melalui media sosial seperti Youtube, Twitter dan iklan layanan masyarakat. Selain itu, saya cukup optimistis
hal ini bisa menurunkan jumlah perokok,” katanya.
103
Pembatasan iklan rokok diatur dalam Pasal 27 PP 1092012 yang beberapa di antaranya berisi kewajiban mencantumkan peringatan kesehatan dalam bentuk
gambar dan tulisan sebesar paling sedikit 10 dari total durasi iklan atau 15 dari total luas iklan, kemudian kewajiban mencantumkan tulisan “18+” dalam
iklan.Pasal 28 PP Tembakau diatur ketentuan bahwa iklan produk tembakau di media cetak tidak boleh diletakkan di sampul depan atau belakang media cetak,
dan halaman depan surat kabar. Tidak boleh diletakkan berdekatan dengan iklan makanan. Luas kolom iklan tidak boleh memenuhi seluruh halaman dan tidak
dimuat di media cetak untuk anak, remaja dan perempuan.
104
Untuk media penyiaran, ada pembatasan siaran yang diatur pada pasal 29 yaitu iklan produk tembakau hanya boleh ditayangkan di jam tayang setelah pukul
21.30 hingga pukul 05.00 pagi. Iklan produk tembakau di media ruang juga harus memenuhi ketentuan dengan tidak diletakkan di kawasan tanpa rokok, tidak
diletakkan jalan utama atau protokol, harus diletakkan sejajar dengan bahu jalan dan tidak boleh memotong jalan atau melintang dan tidak boleh melebihi ukuran
103
Widyaiswara Surono. Kebijakan Tarif Cukai 2013. httpwww.Pusdiklat Bea dan Cukai.comhtml. Senin 20012014
104
Ibid
Universitas Sumatera Utara
72 meter persegi. Selama 3 tahun lalu mulai 2010 pemerintah telah mulai menyusun PP Tembakau dengan melakukan koordinasi dengan berbagai sektor
dan melibatkan masyarakat serta pihak-pihak yang berkepentingan, termasuk pelaku industri rokok itu sendiri. Pemerintah menghitung bahwa sepanjang 2010
tak kurang dari Rp 231,27 triliun dikeluarkan pemerintah dan masyarakat terkait tembakau. Penjualan rokok di 2010 sebesar Rp138 triliun, sementara untuk biaya
perawatan kesehatan termasuk rawat inap dan jalan bagi penderita gangguan kesehatan yang ditimbulkan oleh rokok sebesar Rp2,11 triliun. Sekitar Rp 91,16
triliun untuk kehilangan produktivitas karena kematian prematur dan morbiditas disabilitas. Sementara pendapatan negara dari cukai tembakau sepanjang 2010
hanya mencapai Rp 55 triliun.
105
3. Kebijakan Dibidang Kesehatan Secara nasional peraturan perundang-undangan terkait pengendalian
dampak tembakau terhadap kesehatan manusia, antara lain adalah: a. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan UUNo.362009
tentang Kesehatan b. Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 1999 Tentang Pengamanan Rokok Bagi
Kesehatan Dirubah Dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2000 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 81 tahun 1999 tentang
Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan ad.a Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan UU No.362009
tentang Kesehatan
105
Pemerintah Terapkan Pembatasan Industri rokok Error Hyperlink reference not valid. Rabu 22012014
Universitas Sumatera Utara
Undang-Undang ini dibentuk dengan pertimbangan bahwa kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus
diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945. Setiap kegiatan dalam upaya untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dilaksanakan berdasarkan prinsip
nondiskriminatif, partisipatif, dan berkelanjutan dalam rangka pembentukan sumber daya manusia Indonesia, serta peningkatan ketahanan dan daya saing
bangsa bagi pembangunan nasional. Pembangunan kesehatan sebagai salah satu upayapembangunan nasional diarahkan guna tercapainya kesadaran, kemauan dan
kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk, agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang
optimal bagi masyarakat tersebut, pemerintah mengatur tentang upaya kesehatan bagi seluruh masyarakat khususnya mengatur tentang penggunaan bahan yang
mengandung zat adiktif yaitu tembakau dan produk yang mengandung tembakau karena dapat menimbulkan kerugian bagi dirinya danatau masyarakat
sekelilingnya. Pengaturan tersebut dituangkan dalam Pasal 113, Pasal 114, Pasal 115 dan Pasal 199 Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
106
Pasal 113 Undang-Undang ini menetukan bahwa :
107
1 Pengamanan penggunaan bahan yang mengandung zat adiktif diarahkan agar tidak mengganggu dan membahayakan kesehatan perseorangan, keluarga,
masyarakat, dan lingkungan.
106
Sally Jeane, Laporan Akhir Penelitian Hukum Efektivitas Peraturan Terkait Pengendaliann Produk Tembakau Terhadap Kesehatan
. www.Kemenhum.com. Selasa 22012014
107
Ibid 83
Universitas Sumatera Utara
2 Zat adiktif sebagaimana dimaksud pada ayat 1 meliputi tembakau, produk yang mengandung tembakau, padat, cairan, dan gas yang bersifat adiktif yang
penggunaannya dapat menimbulkan kerugian bagi dirinya danatau masyarakat sekelilingnya.
3 Produksi, peredaran, dan penggunaan bahan yang mengandung zat adiktif harus memenuhi standar danatau persyaratan yang ditetapkan. Penjelasan
pasal 113 ayat 3 dijelaskan bahwa : Penetapan standar diarahkan agar zat adiktif yang dikandung oleh bahan tersebut dapat ditekan untuk mencegah
beredarnya bahan palsu. Penetapan persyaratan penggunaan bahan yang mengandung zat adiktif ditujukan untuk menekan dan mencegah penggunaan
yang mengganggu atau merugikan kesehatan. Pasal 114 menetukan bahwa:
Setiap orang yang memproduksi atau memasukkan rokok ke wilayah Indonesia wajib mencantumkan peringatan kesehatan. Penjelasan Pasal 114
ini menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan “peringatan kesehatan” dalam ketentuan ini adalah tulisan yang jelas dan mudah terbaca dan dapat disertai
gambar atau bentuk lainnya. Pasal 115 menetukan bahwa:
1 Kawasan tanpa rokok antara lain: a. fasilitas pelayanan kesehatan;
b. tempat proses belajar mengajar; c. tempat anak bermain;
d. tempat ibadah; e.
angkutan umum;
Universitas Sumatera Utara
f. tempat kerja; dan g. tempat umum dan tempat lain yang ditetapkan.
2 Pemerintah daerah wajib menetapkan kawasan tanpa rokok di wilayahnya. Penjelasan Pasal 115 :
Ayat 1 Khusus bagi tempat kerja, tempat umum, dan tempat lainnya dapat menyediakan
tempat khusus untuk merokok. Ayat 2
Pemerintah daerah dalam menetapkan kawasan tanpa rokok harus mempertimbangkan seluruh aspek secara holistik.
Pada Penjelasan dijelaskan tentang penyediaan tempat khusus untuk merokok dalam Ayat 1, dan Ayat 2, sebagai berikut:
Pasal 115 Ayat 1
Khusus bagi tempat kerja, tempat umum, dan tempat lainnya dapat menyediakan tempat khusus untuk merokok.
Ayat 2 Pemerintah daerah dalam menetapkan kawasan tanpa rokok harus
mempertimbangkan seluruh aspek secara holistik. Pasal 199 menentukan bahwa:
1 Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau memasukkan rokok ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan tidak
mencantumkan peringatan kesehatan berbentuk gambar sebagaimana
Universitas Sumatera Utara
dimaksud dalam Pasal 114 dipidana penjara paling lama 5 lima tahun dan dendan paling banyak Rp500.000.000,00 lima ratus juta rupiah;
2 Setiap orang yang dengan sengaja melanggar kawasan tanpa rokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 115 dipidana denda paling banyak
Rp50.000.000,00 lima puluh juta rupiah. Penjelasan Cukup Jelas. Pasal 201
1 Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 190 ayat 1, Pasal 191, Pasal 192, Pasal 196, Pasal 197, Pasal 198, Pasal 199, dan Pasal
200 dilakukan oleh korporasi, selain pidana penjara dan denda terhadap pengurusnya, pidana yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi berupa pidana
denda dengan pemberatan 3 tiga kali dari pidana denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 190 ayat 1, Pasal 191, Pasal 192, Pasal 196 , Pasal
197, Pasal 198, Pasal 199, dan Pasal 200.
2 Selain pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat 1, korporasi dapat dijatuhi pidana tambahan berupa:
a. pencabutan izin usaha; danatau b. pencabutan status badan hukum.
Penjelasan cukup jelas. Ketentuan dalam Pasal 113 bersifat diskrimanatif terhadap petani
tembakau dan industri yang berbahan tembakau. Hal itu diindikasikan dalam Ayat 1, yang berisi penjelasan tentang zat adiktif secara umum, namun dalam Ayat
2 hanya menentukan bahwa tembakau sebagai zat adiktif. Banyak tumbuhan lain yang mengandung zat adiktif. Ini sangat diskriminatif. Ayat 2 Pasal 113 UU
Universitas Sumatera Utara
No. 232009 tentang Kesehatan tersebut terkandung gambaran peraturan yang berisi imbauan keras untuk tidak mengkonsumsi makanan atau barang yang
terbuat dari tembakau, karena dianggap mengandung zat adiktif dan membahayakan bagi diri sendiri maupun orang lain. Kalau tembakau dianggap
mengandung zat adiktif, bagaimana nanti nasib ribaun petani tembakau yang tersebar di seluruh Indonesia jika seandainya suatu saat nanti para petani
tembakau dilarang menanam tanaman itu karena berbahaya, Kalau kita berpedoman dengan pasal ini seharusnya semua rokok yang beredar di Indonesia
harus dengan peringatan bergambar tentang akibat atau dampak rokok terhadap kesehatan. Tetapi sangat disayangkan pada penjelasan pasal 114 tersebut telah
memberi celah kepada industri rokok untuk tidak member peringatan kesehatan yang dalam bentuk gambar disebabkan penjelasan tersebut mencamtumkan kata
“dapat” yang bisa diasumsikan bukanlah suatu keharusan.
108
Jadi penjelasan pasal 114 dengan pasal 199 Ayat 1 UU No. 362009 tentang Kesehatan jelas-jelas kontra produktif dimana pada Pasal 199 Ayat 1
mengharuskan peringatan kesehatan dengan gambar tetapi pada penjelasan Pasal 114 telah menganulirnya.
Penegasan beberapa pasal dalam UU No. 362009 tentang Kesehatan tersebut tidak membuat perusahaan rokok bergeming, malahan terus beriklan
secara gencar.
109
ad.b Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 1999 Tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan Dirubah Dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun
108
Sally Jeane, Laporan Akhir Penelitian Hukum Efektivitas Peraturan Terkait Pengendaliann Produk Tembakau Terhadap Kesehatan
. www.Kemenhum.com. Selasa 22012014
109
Sally Jeane, Laporan Akhir Penelitian Hukum Efektivitas Peraturan Terkait Pengendaliann Produk Tembakau Terhadap Kesehatan
. www.Kemenhum.com. Selasa 22012014
Universitas Sumatera Utara
2000 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 1999 Tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan
Rokok merupakan salah satu zat adiktif yang bila digunakan dapat mengakibatkan bahaya kesehatan bagi individu dan masyarakat baik selaku
perokok aktif maupun perokok pasif karena dalam rokok terdapat kurang lebih 4.000 empat ribu zat kimia antara lain nikotin yang bersifat adiktif dan tar yang
bersifat karsinogenik yang dapat mengakibatkan berbagai penyakit antara lain kanker, penyakit jantung,impotensi, penyakit darah, enfisema, bronkitis kronik
dan gangguan kehamilan. Perokok mempunyai risiko 2-4 kali lipat untuk terkena penyakit koroner dan risiko lebih tinggi untuk kematian mendadak. Merokok
merugikan kesehatan baik bagi perokok itu sendiri maupun orang lain di sekitarnya Perlindungan terhadap perokok pasif perlu dilakukan mengingat risiko
terkena penyakit. Kanker bagi perokok pasif 30 tiga puluh persen lebih besar dibandingkan dengan perokok itu sendiri. Perokok pasif juga dapat terkena
penyakit lainnya seperti jantung sistemik yang disebabkan oleh asap rokok.
110
Pengamanan rokok adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan dalam rangka mencegah dan atau menangani dampak penggunaan rokok baik langsung
maupun tidak langsung terhadap kesehatan. Penyelenggaraan pengamanan rokok bagi kesehatan bertujuan untuk mencegah penyakit akibat penggunaan rokok bagi
individu dan masyarakat dengan : a. Melindungi kesehatan mesyarakat terhadap insiden penyakit yang fatal dan
penyakit yang dapat menurunkan kualitas hidup akibat penggunaan rokok.
110
Sally Jeane, Laporan Akhir Penelitian Hukum Efektivitas Peraturan Terkait Pengendaliann Produk Tembakau Terhadap Kesehatan
. www.Kemenhum.com. Selasa 22012014
Universitas Sumatera Utara
b. Melindungi penduduk usia produktif dan remaja dari dorongan lingkungan untuk penggunaan rokok dan ketergantungan rokok;
c. Meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan masyarakat terhadap bahaya kesehatan terhadap penggunaan rokok.
Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan dengan tujuan: a. melindungi kesehatan dari bahaya akibat merokok;
b. membudayakan hidup sehat; c. menekan perokok pemula;
d. melindungi
kesehatan perokok pasif. Penyelenggara pengamanan rokok bagi kesehatan di laksanakan dengan
pengaturan : a. Kadar kandungan nikotin dan tar.
b. Persyaratan produksi dan penjualan rokok c. Persyaratan iklan dan promosi rokok,
d. Penetapan kawasan tanpa rokok Kadar kandungan nikotin dan tar pada setiap batang rokok yang beredar di
wilayah Indonesia tidak boleh melebihi kadar kandungan nikotin 1.5 mg dan kadar kandungan tar 20 mg Setiap orang yang memproduksi rokok berkewajiban
melakukan pemeriksaan kadar kandungan nikotin dan tar pada setiap hasol produksinyadan wajib mencantumkan keterangan tentang kadar kandungan
nikotin dan tar pada label dengan penempatan yang jelas dan mudah di baca. Menurut estimasi World Health Organization WHO jumlah perokok di dunia
diperkirakan sebanyak 1,1 miliar, dimana sepertiganya berumur 156 tahun dan 800 juta di antaranya berada di negara berkembang. Kecenderungan peningkatan
Universitas Sumatera Utara
jumlah perokok terutama kelompok anakremaja disebutkan oleh gencarnya iklan dan promosi rokok di berbagai media massa. Pengamanan rokok bagi kesehatan
perlu diselenggarakan pada tempat umum, tempat kerja dan angkutan umum yang dilaksanakan dengan penetapan kadar kandungan nikotin dan tar yang boleh ada
pada setiap rokok yang beredar, produksi dan penjualan rokok, periklanan dan promosi rokok dan penetapan kawasan tanpa rokok. Oleh karena itu diperlukan
perlindungan terhadap bahaya rokok bagi kesehatan secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambunngan.
111
C. Perlindungan Hukum Bagi Industri dan Pertanian Tembakau Nasional