Semenjak tahun 2006, Indonesia menyusun naskah akademik dan rancangan undang-undang Pengendalian Dampak Tembakau Terhadap Kesehatan
PDPTK yang hingga saat ini belum juga disahkan oleh DPR RI. Secara garis besar RUU – PDPTK terdiri dari 13 bab dan 71 pasal yang mencakup:
Bab I : Ketentuan Umum
Bab II : Asas dan Tujuan
Bab III : Hak dan Kewajiban
Bab IV : Produksi dan Penjualan
Bab V : Pengemasan dan Pelabelan
Bab VI : Harga dan Cukai
Bab VII : Kawasan Tanpa Rokok
Bab VIII : Iklan, Promosi dan Pemberian sponsor
Bab IX : Kewajiban Pemerintah
Bab X : Peran Masyarakat
Bab XI : Ketentuan Pidana
Bab XII : Ketentuan Peralihan
Bab XIII : Penutup
RUU- PDPTK sudah disetujui oleh 259 anggota legislatif periode 2004- 2009, namun baru tahun 2009 masuk dalam program legislasi nasional.
2. Pengaruh Perjanjian FCTC Terhadap Hukum Nasional
Semua negara anggota yang tergabung dalam Organisasi Kesehatan DuniaWHO dalam Sidang Majelis Umum atau World Health Assembly yang ke-
56 di Jenewa bulan Mei 2003, secara aklamasi telah menyepakati naskah
Universitas Sumatera Utara
Framework Convention on Tobacco Control FCTC atau Konvensi Pengendalian
Masalah Tembakau KPMT. FCTC ini akan efektif sebagai instrumen hukum internasional apabila minimal 40 negara telah meratifikasinya. Sebelum
meratifikasi, negara yang bersangkutan diharuskan menandatanganinya sebagai bentuk endorsement. Sampai akhir Juli 2003 sebanyak 46 negara serta masyarakat
ekonomi eropa telah menandatanganinya. Pemerintah Indonesia sampai batas waktu akhir penandatanganan FCTC
belum menandatanganinya. Langkah yang dapat ditempuh oleh Pemerintah Indonesia untuk menjadi negara pihak dapat dilakukan melalui aksesi dan
kemudian meratifikasinya dengan UU tentang Pengesahan FCTC. Pada bulan Oktober 2007, sebanyak 152 negara menjadi anggota FCTC dengan melakukan
ratifikasi, termasuk Cina, India, dan Brazil. Indonesia adalah satu satunya dari 38 negara di wilayah asia tenggara dan pasifik barat yang belum meratifikasi FCTC.
Konvensi FCTC yang pada tahun 2007 lalu telah menjadi instrument hukum internasional memberikan pengaruh terhadap kebijakan hukum nasional
Indonesia, terutama perdagangan tembaku di Indonsia. Pemerintah Republik Indonesia sampai saat ini belum meratifikasiisi konvensi FCTC dikarenakan
banyaknya pertimbangan karena perjanjian ini menimbulkan akibat yang luas bagi kehidupan masyarakat dan keuangan negara Indonesia, sehingga dibutuhkan
pembentukan hukum nasional demi menopang kepentingan serta tidak merugikan masyakat apabila isi perjanjian FCTC ini diratifikasi.
Pemerintah walaupun
belum meratifikasi FCTC tetapi sudah membuat
berbagai peraturan dan kebijakan mengenai penanganan dan pengendalian perdagangan tembakau dalam negeri dimana awalnya pemerintah Indonesia
Universitas Sumatera Utara
mengeluarkan PP No 81 tahun 1999 tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan yang dirubah menjadi PP No 38 tahun 2000 tentang Perubahan atas PP No 81
tahun 1999 tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan, kemudian atas desakan kementrian Kesehatan yang terus mendesak agar diratifikasinya perjanjian FCTC
pemerintah meresponnya dengan mengeluarkan Undang-undang No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Kemudian untuk melaksanakan ketentuan Pasal 116
Undang-undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, perlu ditetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pengamanan Produk Tembakau sebagai Zat Adiktif
bagi Kesehatan yang bertujuan untuk mencegah dan menanggulangi dampak buruk penggunaan produk tembakau bagi kesehatan individu dan masyarakat,
karena hal itu pemerintah mengeluarkan Peratutan Pemerintah No 109 Tahun
2012 tentang Pengamanan Produk Tembakau Sebagai Zat Adiktif Bagi Kesehatan
yang isinya berusaha mengadopsi pasal pasal dari FCTC, dikarenakan banyak kebijakan dalam PP No 109 Tahun 2012 yang mengadopsi pasal-pasal dari FCTC.
Sebagai contoh pada Pasal 8 FCTC mengenai Perlindungan Terhadap Paparan Asap Rokok yang menetapkan kawasan bebas rokok pada suatu wilayah, hal ini
diterapkan di Pasal 49 ayat 1 PP No 109 Tahun 2012 yaitu:
93
1 Kawasan Tanpa Rokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 antara lain: a. fasilitas pelayanan kesehatan;
b. tempat proses belajar mengajar; c. tempat anak bermain;
d. tempat ibadah; e.
angkutan umum;
93
PP No. 109 Tahun 2012. http:www.tcsc.com.comhtml.Selasa212014
Universitas Sumatera Utara
f. tempat kerja; dan g. tempat umum dan tempat lain yang ditetapkan.
Melalui keterangan diatas kita dapat mengatakan bahwa pemerintah Indonesia walaupun belum meratifikasi perjanjian pengendalian perdagangan
tembaku FCTC, tapi sudah menunjukkan usaha untuk mengadopsi isi dari perjanjian tersebut. yang pada akhirnya akan meratifikasinya dikarenakan
banyaknya desakan dari negara negara peserta FCTC dan desakan Organisasi Kesehatan Dunia WHO.
Universitas Sumatera Utara
104
BAB IV PERLINDUNGAN INDUSTRI DAN PERTANIAN TEMBAKAU