regional dan internasional guna mengurangi secara berkelanjutan dan bermakna prevalensi penggunaan tembakau serta paparan terhadap asap rokok.
42
“The objective of this Convention and its protocols is to protect present and future generations from the devastating health, social, environmental
and economic consequences of tobacco consumption and exposure to tobacco smoke by providing a framework for tobacco control measures to
be implemented by the Parties at the national, regional and international levels in order to reduce continually and substantially the prevalence of
tobacco use and exposure to tobacco smoke”, Article 3 FCTC.
3. Kekuatan Mengikat FCTC Framework Convention for Tobacco Control
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi banyak mempengaruhi kehidupan bangsa-bangsa di dunia. Sejalan dengan perkembangan kehidupan
bangsa-bangsa di dunia, semakin berkembang pula permasalahan-permasalahan dalam masyarakat internasional dan menyebabkan terjadinya perubahan-
perubahan dalam Hukum Internasional. Pada dasarnya berlakunya Hukum Internasional didasarkan pada 2 prinsip
yaitu: 1
Pacta Sunt Servanda, yaitu perjanjian harus dan hanya ditaati oleh pihak- pihak yang membuat perjanjian.
2 Primat Hukum Internasional, yaitu perjanjian internasional mempunyai
kedudukan yang lebih tinggi dari undang-undang Nasional Suatu negara perserta perjanjian.
Namun dalam perkembangan hubungan Internasional dewasa ini terdapat ajaran doktrin Tentang hubungan Hukum Internasional, yang dikenal sebagai
Doktrin Inkoporasi. Doktrin ini menganggap bahwa perjanjian Internasional
42
Terjemahan Naskah FCTC Bahasa Indonesia, www.tcsc.com, Article 3 FTCF. Rabu 25122013
Universitas Sumatera Utara
adalah bagian dari Hukum Nasional yang mengikat, dan berlaku secara langsung setelah penandatanganan, kecuali perjanjian Internasional yang memerlukan
persetujuan lembaga legislatif, dan baru dapat mengikat setelah diatur dalam peraturan perundang-undangan nasional suatu negara. Doktrin ini dianut oleh
Inggris dan negara negara Anglo Saxon lainnya.
43
Amerika juga menganut doktrin ini, namun membedakannya dalam: Perjanjian Internasional yang berlaku dengan sendirinya Self Execuing Treaty,
dan Perjanjian Internasional yang tidak berlaku dengan sendirinya Non Self Executing Treaty
. Perjanjian-perjanjian Internasional yang tidak bertentangan dengan konstitusi Amerika dan termasuk dalam Self Executing Treaty, akan
langsung berlaku sebagai Hukum Nasionalnya. Sedangkan Perjanjian Internasional yang Non Self Executing baru dapat mengikat pengadilan di
Amerika setelah adanya peraturan perundang-undangan yang menjadikannya berlaku sebagai Hukum Nasional.
44
Perbedaan antara self executing dan non self executing Treaty tidak berlaku untuk perjanjian-perjanjian yang termasuk golongan executive agreement
karena tidak memerlukan persetujuan Badan Legislatif Parlemen, dan akan dapat langsung berlaku.
45
Dalam Sistem hukum kontinental di Jerman dan Perancis, suatu perjanjian internasional baru dapat berlaku apabila sesuai dengan ketentuan hukum nasional
tentang Pengesahan Perjanjian, dan diumumkan secara resmi. Indonesia menganut
43
Mushawir Arsyad, Asas Pacta Sunt Servanda Perspektif Hukum Internasional,
httpwww. universitas hasanuddin.com201201.html. Senin 23122013
44
Ibid 43
45
Ibid 43
Universitas Sumatera Utara
sistem hukum kontinental. Seorang ahli Hukum Internasional dari Italia, Anzilotti berpandangan bahwa kekuatan mengikatnya suatu perjanjian adalah karena
adanya prinsip mendasar yang disebut dengan pacta sunt servanda. Berdasarkan pada prinsip ini, maka negara terikat untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban
yang dipikulnya sesuai dengan perjanjian dengan itikad baik. Sehubungan dengan hal ini, Oppenheim telah memberikan tanggapan bahwa masalah mengapa
perjanjian internasional selalu mempunyai kekuatan hukum yang mengikat masih banyak dipertentangkan. Banyak pakar berpendapat bahwa kekuatan mengikat
dari suatu perjanjian adalah dalam hukum kodrat, dalam agama, dan prinsip- prinsip moral serta dalam sikap mengekang dari negara-negara yang akan menjadi
pihak dalam perjanjian tersebut. Beberapa diantaranya kemudian juga menegaskan bahwa hal itu merupakan keinginan dari para pihak yang
memberikan kekuatan mengikat dari perjanjian-perjanjian yang telah dibuatnya. Jawaban yang mungkin benar adalah bahwa perjanjian tersebut mengikat secara
hukum karena ada aturan kebiasaan dalam hukum internasional bahwa perjanjian itu mengikat.
46
Wujud penegasan prinsip Pacta Sunt Servanda maka Komisi Hukum Internasional dalam rancangannya tentang Hukum Perjanjian telah menyatakan
bahwa yang dimaksud dengan itikad baik adalah antara lain meminta agar suatu pihak dari perjanjian-perjanjian itu tidak akan mengambil tindakan apapun yang
diperkirakan dapat mencegah pelaksanaan atau menghalangi maksud perjanjian tersebut. Selanjutnya dinyatakan bahwa jika suatu negara tidak dapat menaati
kewajibannya untuk melaksanakan tanggung jawab internasional kecuali jika
46
Mushawir Arsyad, Asas Pacta Sunt Servanda Perspektif Hukum Internasional,
httpwww. universitas hasanuddin.com201201.html. Senin 23122013
Universitas Sumatera Utara
ketidakmampuan itu dapat dibenarkan atau dibebaskan menurut Hukum Internasional mengenai tanggung jawab negara.
47
Semua negara memiliki keharusan untuk setiap saat melaksanakan dengan itikad baik segala kewajiban yang timbul dari perjanjian tersebut dan sumber
hukum internasional lainnya. Negara tidak diperbolehkan untuk meminta agar ketentuan dalam Undang-Undang Dasar atau perundang-undangannya sebagai
alasan untuk tidak melaksanakan kewajibannya. Keharusan untuk menghormati kewajiban dengan itikad baik mencerminkan syarat dasar yang penting untuk
suatu tata hukum.
48
Dengan kata lain berdasarkan penjelasan diatas maka kekuatan mengikat dari FCTC apabila telah dilakukannya ratifikasi oleh suatu negara terhadap
perjanjian tersebut. Ratifikasi adalah proses adopsi perjanjian internasional, atau konstitusi atau dokumen yang bersifat nasional lainnya seperti amandemen
terhadap konstitusi melalui persetujuan dari tiap entitas kecil di dalam bagiannya. Proses ratifikasi konstitusi sering ditemukan pada negara federasi seperti Amerika
Serikat atau konfederasi seperti Uni Eropa.
49
Ratifikasi suatu kovensi atau perjanjian Internasional lainnya hanya dilakukan oleh Kepala Negara Kepala Pemerintahan. Pasal 14 Kovensi Wina
1980 mengatur tentang kapan ratifikasi memerlukan persetujuan agar dapat mengikat. Kewenangan untuk menerima atau menolak ratifikasi melekat pada
kedaulatan negara. Hukum Internasional tidak mewajibkan suatu negara untuk
47
Ibid 46
48
Ibid 46
49
Ibid 46
Universitas Sumatera Utara
meratifikasi. suatu perjanjian. Namun bila suatu negara telah meratifikasi perjanjian internasional maka negara tersebut akan terikat oleh perjanjian
internasional tersebut, Sebagai konsekuensi negara yang telah meratifikasi perjanjian internasional tersebut akan terikat dan tunduk pada perjanjian
internasional yang telah ditanda tangani, selama materi atau subtansi dalam perjanjian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan Nasional.
Kecuali dalam perjanjian bilateral, diperlukan ratifikasi.
50
Pada pasal 2 Konvensi Wina 1969, ratifikasi didefinisikan sebagai tindakan internasional dimana suatu Negara menyatakan kesediaannya atau
melahirkan persetujuan untuk diikat oleh suatu perjanjian internasional. Karena itu ratifikasi tidak berlaku surut, melainkan baru mengikat sejak penandatanganan
ratifikasi.
4. Posisi Indonesia Saat ini Terkait FCTC