b. IUGR
c. Gemelli
d. Tali pusat menumbung
e. Kelainan kongenital
  Faktor persalinan a.
Partus lama b.
Partus dengan tindakan Dalam  rangka  menegakkan  diagnosis,  dilakukan  anamnesis  untuk
mendapatkan  faktor  resiko  terjadinya  asfiksia  neonatorum.  Kemudian dilakukan  pemeriksaan  fisis  sesuai  dengan  algoritma  resusitasi  neonatus,
yaitu : 1.
Bayi tidak bernafas atau menangis 2.
Denyut jantung kurang dari 100xmenit 3.
Tonus otot menurun 4.
Cairan  ketuban  ibu  bercampur  mekonium,  atau  sisa  mekonium  pada tubuh bayi
5. BBLR Kementrian kesehatan RI, 2010
Asfiksia  menyebabkan  kematian  neonatus  antara  8-35  di  negara  maju, sedangkan di negara berkembang antara 31-56,5. Insidensi asfiksia pada
menit pertama 471000 lahir hidup dan pada 5 menit 15,71000 lahir hidup untuk semua neonatus.  Insidensi asfiksia neonatorum di Indonesia kurang
lebih 401000 Depkes RI, 2009.
C.  Hiperbilirubinemia
Hiperbilirubinemia  dapat  disebabkan  oleh  proses  fisiologis  atau  patologis atau  kombinasi  keduanya.  Dewi  et  al,  2010.  Pada  hiperbilirubinemia
fisiologis,  terjadi peningkatan bilirubin  tidak terkonjugasi  2 mgdL pada minggu pertama kehidupan. Kadar bilirubin tidak terkonjugasi itu biasanya
meningkat  menjadi  6  sampai  8  mgdL  pada  umur  3  hari,  dan  akan mengalami  penurunan.  Pada  bayi  kurang  bulan,  kadar  bilirubin  tidak
terkonjugasi  akan  meningkat  menjadi  10  sampai  12  mgdL  pada  umur  5 hari  Cloherty  JP  2004  dalam  Azlin  et  al  2013.  Ikterus  neonatorum
merupakan  fenomena  biologis  yang  timbul  akibat  tingginya  produksi  dan rendahnya  ekskresi  bilirubin  selama  masa  transisi  pada  neonatus.  Pada
neonatus  produksi  bilirubin  2  sampai  3  kali  lebih  tinggi  dibanding  orang dewasa normal. Hal ini dapat terjadi karena jumlah eritosit pada neonatus
lebih banyak dan usianya lebih pendek. Banyak  bayi  baru  lahir, terutama bayi    kecil    bayi    dengan    berat    lahir    2500  g  atau  usia  gestasi    37
minggu  mengalami  ikterus  pada  minggu  pertama  kehidupannya.  Pada kebanyakan  kasus  ikterus  neonatorum,  kadar  bilirubin    tidak    berbahaya
dan    tidak    memerlukan    pengobatan.  Sebagian  besar  tidak  memiliki penyebab dasar atau disebut ikterus fisiologis yang akan menghilang pada
akhir  minggu  pertama  kehidupan  pada  bayi  cukup  bulan.  Sebagian  kecil memiliki  penyebab  seperti  hemolisis,  septikemi,  penyakit  metabolik
ikterus  non-fisiologis  Hidayat,  2009.  Salah  satu  penyebab  mortalitas pada  bayi  baru  lahir  adalah  ensefalopati  bilirubin  lebih  dikenal  sebagai
kern-ikterus.  Ensefalopati  bilirubin  EB  adalah  komplikasi  ikterus neonatorum  non  fisiologis  sebagai  akibat  efek  toksis  bilirubin  tak
terkonjugasi  terhadap  susunan  syaraf  pusat  SSP. Istilah  lain  adalah
kernikterus  yang  berarti  yellow  kern  titik-titik  warna  kuning  yang  terjadi mengenai sebagian besar struktur SSP, yang ditemukan pada autopsi bayi
yang meninggal karena ensefalopati bilirubin Usman, 2007. Ensefalopati bilirubin  merupakan  komplikasi  ikterus  neonatorum  yang  paling  berat.
Selain  memiliki  angka  mortalitas  yang  tinggi,  juga  dapat  menyebabkan gejala  sisa  berupa  cerebral  palsy,  tuli  nada  tinggi,  paralisis  dan  displasia
dental  yang  sangat  memengaruhi  kualitas  hidup  Munir,  2012.  Pada dasarnya  warna  kekuningan  pada  bayi  baru  lahir  dapat  terjadi  karena
beberapa hal, antara lain  : a.  Produksi  bilirubin  yang  berlebihan  misalnya  pada  pemecahan  sel
darah  merah  hemolisis  yang  berlebihan  pada  incompabilitas ketidaksesuaian darah bayi dengan ibunya.