Perdarahan otak   Fungsi hati yang belum sempurna
  Anemia atau polisitemia   Lemak yang sedikit sehingga kesulitan mempertahankan suhu tubuh
normal   Masalah pencernaantoleransi minum
  Risiko infeksi Gandaputra et al, 2009.
Pada faktor risiko ini memiliki nilai OR = 0,279 yang artinya, neonatus yang mempunyai  berat  badan  lahir  rendah  lebih  beresiko  0,279  kali  untuk  mengalami
kematian pada masa neonatus daripada neonatus yang mempunyai berat lahir normal. Dari  analisis  bivariat  dapat  diketahui  bahwa  nilai  OR  pada  faktor  risiko  ini  paling
kecil  dibandingkan  nilai  OR  faktor  risiko  lainnya.  Hal  ini  disebabkan  karena  pada neonatus yang memiliki faktor risiko ini ada 19 yang hidup melewati masa neonatus,
sehingga  perbedaan  yang  ditimbulkan  antara  neonatus  dengan  berat  badan  lahir rendah yang mengalami kematian dan tidak mengalami kematian tidak begitu besar,
hal ini dapat dikarenakan perawatan yang adekuat pada neonatus dengan berat badan lahir rendah.
5.2.4.  Analisis Pengaruh Asfiksia Neonatorum Terhadap Kematian Neonatus.
Asfiksia  menyebabkan  kematian  neonatus  antara  8-35  di  negara  maju, sedangkan  di  negara  berkembang  antara  31-56,5.  Insidensi  asfiksia  pada  menit
pertama  471000  lahir  hidup  dan  pada  5  menit  15,71000  lahir  hidup  untuk  semua neonatus.  Insidensi asfiksia neonatorum di  Indonesia kurang lebih 401000 Depkes
RI, 2009.   Berdasarkan  hasil analisis uji chi-square diperoleh nilai p sebesar 0,001 p0,05  artinya  faktor  risiko  ini  dinyatakan  significant  atau  bermakna  yang  berarti
dapat mewakili keseluruhan populasi dan bahwa asfiksia neonatorum mempengaruhi kematian  neonatus.    Pada  faktor  risiko  ini  didapat  nilai  OR  =  5,4  yang  artinya,
neonatus  yang  asfiksia  neonatorum  lebih  beresiko  5,4  kali  untuk  mengalami kematian    pada  masa  neonatus  daripada  neonatus  yang  tidak  mengalami  asfiksia
neonatorum.  Nilai  OR  pada  faktor  risiko  ini  merupakan  nilai  OR  tertinggi  kedua diantara  faktor-faktor  risiko  lainnya.  Perubahan-perubahan  yang  terjadi  pada
neonatus  yang  mengalami  asfiksia  antara  lain  hipoksia,  hiperkapnia  dan  asidosis
metabolik.  Pada  asidosis  metabolik,  terjadi  perubahan  metabolisme  aerob  menjadi anaerob  yang  akan  menyebabkan  kelainan  biokimiawi  darah  yang  lebih  parah.
Keadaan  ini  akan  mempengaruhi  metabolisme  sel,  jaringan,  dan  organ,  khususnya organ vital, seperti otak, jantung, ginjal, paru yang berdampak pada gangguan fungsi,
gagal organ sampai kematian Muslihatun, 2010.
5.2.5.  Analisis Pengaruh Kelainan Kongenital Terhadap Kematian Neonatus
Kelainan  kongenital  dapat  merupakan  penyebab  penting  terjadinya  abortus, lahir  mati,  ataupun  kematian  bayi  segera  setelah  lahir.  Kematian  bayi  pada  bulan
pertama  kehidupannya  sering  disebabkan  kelainan  kongenital  yang  besar  11,7. Bayi yang dilahirkan dengan kelainan kongenital cenderung mempunyai berat badan
lahir rendah BBLR, atau kecil masa kehamilan Kadri 1991 dalam Made 1998. Berdasarkan  hasil  analisis  uji  chi-square  diperoleh  nilai  p  sebesar  0,008  p0,05
artinya  faktor  risiko  ini  dinyatakan  significant  atau  bermakna  yang  berarti  dapat mewakili  keseluruhan  populasi  dan  bahwa  kelainan  kongenital  mempengaruhi
kematian  neonatus.  Pada  faktor  risiko  ini  mempunyai  nilai  OR  =  12  yang  artinya, neonatus  yang  mempunyai  kelainan  kongenital  lebih  beresiko  12  kali  untuk
mengalami kematian pada masa neonatus daripada neonatus  yang tidak mempunyai kelainan kongenital. Dari hasil uji bivariat nilai OR pada faktor risiko ini merupakan
nilai OR tertinggi atau paling beresiko terhadap kematian neonatus. Ini sesuai dengan penelitian  Hapsara  S  et  al  tahun  2014  yang  menyatakan  faktor  yang  paling  kuat
pengaruhnya  terhadap  kematian  neonatus  adalah  kelainan  kongenital  mayor  disusul penyakit  membran  hialin,  skor  Apgar  rendah  pada  menit  kelima,  dan  sepsis.  Pada
penelitian  ini  didapat  data  kelainan  kongenital  neonatus  berupa  anensefalus, hidrosefalus kongenita, kelainan kongenital pada saluran pencernaan. Pada neonatus
yang  mengalami  kelainan  kongenital  biasanya  ditemukan  faktor  risiko  lain  seperti berat badan lahir rendah ataupun asfiksia neonatorum.
5.2.6.  Analisis Pengaruh Sepsis Neonatorum Terhadap Kematian Neonatus.
Sepsis  neonatorum  adalah  sindrom  klinik  penyakit  sistemik,  disertai bakteremia  yang  terjadi  pada  bayi  dalam  satu  bulan  pertama  kehidupan.  Angka
kejadian sepsis neonatal adalah 1-10 per 1000 kelahiran hidup, dan mencapai 13-27 per  1000  kelahiran  hidup  pada  bayi  dengan  berat  1500gram.  Angka  kematian  13-
50,  terutama  pada  bayi  prematur  5-10  kali  kejadian  pada  neonatus  cukup  bulan dan  neonatus  dengan  penyakit  berat  dini.  Infeksi  nosokomial  pada  bayi  berat  lahir
sangat rendah, merupakan penyebab utama tingginya kematian pada umur setelah 5 hari kehidupan  Pusponegoro, 2000.  Berdasarkan hasil analisis uji  chi-square  pana
penelitian  ini  diperoleh  nilai  p  sebesar  0,002  p0,05  artinya  faktor  risiko  ini dinyatakan  significant  atau  bermakna  yang  berarti  dapat  mewakili  keseluruhan
populasi  dan  bahwa  sepsis  neonatorum  mempengaruhi  kematian  neonatus.    Pada faktor  risiko  ini  didapati  nilai  OR    =  4,667  yang  artinya,  neonatus  yang  sepsis
neonatorum  lebih  beresiko  4,667  kali  untuk  mengalami  kematian  pada  masa neonatus daripada neonatus yang tidak sepsis neonatorum. Hasil penelitian ini tidak
jauh berbeda dengan hasil penelitian Hapsara S et al tahun 2014 yang mendapat hasil OR pada faktor risiko kematian neonatus akibat sepsis neonatorum sebesar 4,26.
5.2.7.  Analisis Pengaruh Umur Ibu Terhadap Kematian Neonatus.
Berdasarkan  hasil  analisi  uji  chi-square  diperoleh  nilai  p  sebesar  0,1661 p0,05  artinya  faktor  risiko  ini  dinyatakan  tidak  significant  atau  tidak  bermakna
yang  berarti  tidak  dapat  mewakili  keseluruhan  populasi  dan  bahwa  umur  ibu  tidak mempengaruhi  kematian  neonatus.  Hasil  penelitian  ini  tidak  sesuai  dengan    teori
yang  mengatakan  umur  ibu  sangat  berpengaruh  terhadap  kematian  neonatal,  umur ibu  yang  terlalu  muda  yaitu    20  tahun  kondisinya  belum  siap  untuk  menerima
kehamilan  karena  anatomi  tubuhnya  belum  sempurna,  akibat  resiko  kematian maternal dan perinatal akan meningkat, sedangkan umur ibu yang 35 tahun anatomi
tubuhnya  sudah  mulai  mengalami  degenerasi  sehingga  kemungkinan  terjadi komplikasi pada saat kehamilan dan persalinan akan meningkat, akibatnya kematian
neonatal  semakin  besar  Magdalena  et  al,  2012.  Dalam  penelitian  yang  lain  pula dinyatakan  bahwa  risiko  untuk  terjadi  kematian  neonatal  pada  ibu  yang  berusia
kurang dari 20 tahun atau 35 tahun ke atas 1,5 kali lebih besar daripada ibu berusia 20-34  tahun  Afifah  et  al,  2007.    Berdasarkan  data  yang  didapat  peneliti  dari  55
neonatus  yang  meninggal  kasus,  15  diantaranya  dilahirkan  oleh  umur  ibu  yang