26
2 Evaluasi tentang konsep, contohnya siswa dapat menilai sikap apa saja yang dapat di tiru dari raja-raja kerajaan Islam yang ada di Indonesia, serta menjelaskan
alasanya. 3 Evaluasi tentang generalisasi, contohnya siswa dapat menilai bagaimana
dampak penggunaan pestisida yang berlebihan terhadap lingkungan, serta memberika alasan dari jawabannya.
Berdasarkan tingkatan ranah kognitif dan stuktur kognitif tersebut, dalam penelitian ini dibatasi hanya sampai tingkat analisis. Hasil belajar kognitif IPS
merupakan perubahan tingkah laku dalam bidang kognitif yang berupa fakta, konsep, dan generalisasi yang ada dalam materi IPS.
4. Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar IPS
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa menurut Sugihartono 2007:76 ada dua yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah
faktor-faktor yang ada dalam diri individu yang belajar. Faktor internal meliputi faktor jasmani dan faktor psikologis. Faktor jasmani meliputi faktor kesehatan dan
cacat tubuh. Faktor psikologi meliputi inteligensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, dan kelelahan.
Faktor eksternal adalah faktor-faktor yang berasal dari luar individu. Faktor eksternal yang berpengaruh dalam hasil belajar siswa yaitu faktor keluarga,
faktor sekolah, dan faktor masyarakat. faktor keluarga dapat berupa perhatian dari orang tua, suasana belajar di rumah, cara orang tua mendidik, keadaan ekonomi
27
keluaraga, latar belakang budaya, dan lain-lain. Faktor sekolah berupa metode mengajar guru, kurikulum, relasi guru dengan siswa, disiplin sekolah, tugas
rumah, keadaan gedung, standar pembelajaran, pelajaran dan waktu sekolah, dan lain-lain. Faktor masyarakat dapat berupa kegiatan siswa dalam masyarakat,
teman bergaul, bentuk kehidupan dalam masyarakat tempat siswa tinggal, dan media massa.
Suryabrata 2008:
233 menyatakan bahwa
faktor-faktor yang
mempengaruhi belajar siswa ada empat, yaitu: a. faktor-faktor non-sosial, misalnya cuaca; suhu udara; alat-alat untuk
pembelajaran; tempat; dan lain-lain. b. faktor-faktor sosial. Faktor sosial yang dimaksud ialah faktor manusia, baik
manusia itu hadir dalam proses pembelajaran ataupun tidak hadir dalam proses pembelajaran. Misalnya ketika siswa-siswa sedang ujian, kemudian ada guru
diluar yang berbincang-bincang terlalu keras di luar kelas, maka proses ujian akan terganggu.
c. faktor-faktor fisiologis, meliputi keadaan keseharan siswa saat mengikuti pembelajaran, fungsi-fungsi panca indra.
d. faktor-faktor psikologis, berupa motivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran. Sejalan dengan pendapat dari Sugihartono, Sudjana 2005: 39
mengamukakan faktor yang memepenagruhi hasil belajar siswa ada dua yaitu, faktor dari dalam diri siswa dan faktor-faktor yang datang dari luar diri siswa atau
faktor lingkungan. Faktor dari diri siswa ini berupa kemampuan, motivasi belajar,
28
minat dan perhatian, sikap dan kebiasaan belajar, ketekunan, sosial ekonomi, faktor fisik dan psikis. Sementara faktor yang datang dari luar diri siswa
diantaranya adalah kualitas pembelajaran. Berdasarkan faktor-faktor hasil belajar menurut para ahli di atas, dapat
disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar IPS pada siswa SD ada dua yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal berasal dari
luar diri siswa berupa faktor keluarga, faktor sekolah, faktor lingkungan, dan lain- lain. Sedangkan faktor internal beradas dari diri siswa berupa motivasi belajar,
minat belajar, kebiasaan belajar, faktor fisik, faktor psikis, dan lain-lain.
C. Karakteristik Kognitif Siswa Sekolah Dasar
Masa sekolah dasar sering disebut sebagai masa intelektual atau masa keserasian bersekolah. Kematangan seorang anak untuk masuk dalam masa
sekolah dasar tidak dapat ditentukan, namun biasanya anak masuk sekolah dasar pada umur 6-7 tahun. Pada masa keserasian bersekolah ini, anak lebih mudah
untuk dididik dari pada masa prasekolah dan masa usia setelah masa sekolah dasar.
Piaget dalam Santrock, 2010: 47 menyatakan bahwa perkembangan kognitif pada manusia terdapat empat tahap. Setiap tahap perkembangan
terhubung oleh usia dan tersusun oleh jalan pemikiran yang berbeda-beda. Empat tahap perkembangan kognitif tersebut sebagai berikut:
29
1. Fase Sensorimotor
Tahap ini juga disebut tahap pertama. Tahap ini berlangsung sejak kelahiran sampai sekitar usia dua tahun. Bayi membangun pemahaman tentang
dunia dengan mengoordinasikan pengalaman indra sensory mereka seperti melihat dan mendengar dengan gerakan motor otot mereka menggapai,
menyentuh. 2.
Fase Pra-Operasional Tahap Piaget kedua ini dimulai dari umur dua tahun sampai tujuh tahun.
Pada tahap ini seorang anak mengalami tahap pemikiran yang lebih simbolis dari pada tahap sensorimotor, akan tetapi tidak melibatkan pemikiran operasional.
Tahap ini lebih bersifat egosentis dan intuitif dari pada logis. 3.
Fase Operasional Konkret Tahap piaget ketiga ini berlangsung dari umur tujuh tahun samapai sebelas
tahun. Pada tahap ini anak berpikir secara operasional dan penalaran logis menggantikan penalaran intuitif meski hanya pada situasi konkret. Pada tahap ini
kemampuan klasikal sudah ada tetapi belum memahami problem abstrak. 4.
Fase Operasional Formal Tahap piaget ke empat ini berlangsung antara umur sebelas tahun sampai
lima belas tahun. Pada tahap ini individu sudah mulai memikirkan pengalaman diluar pengalamn konkret, dan memikirkan secara lebih abstrak, idealis, dan logis.
Kualitas abstrak dan pemikiran operasional formal tampak pada pemecahan
30
problem verbal. Remaja dapat mengembangkan hipotesis untuk memecahkan masalah dan menarik kesimpulan secara sistematis.
Sesuai dengan pendapat piaget di atas, maka anak masa sekolah dasar masuk dalam fase operasional konkret. Lebih lanjut Syah 2014:126
menambahkan bahwa dalam inteligensi operasional, anak pada tahap operasional konkret memiliki sistem operasi kognitif yang meliputi:
1. Conservation Conservation konservasi merupakan kemampuan anak dalam memahami
aspek-aspek kumulatif materi, seperti volume dan jumlah. 2. Addition of classes
Addition of classes penambahan golongan benda merupakan kemampuan anak dalam memahami cara mengkombinasikan beberapa golongan benda yang
dianggap berkelas lebih rendah. Misalnya mawar dan melati yang dihubungkan dengan golongan benda yang berkelas tinggi yaitu bunga.
3. Multiplication of classes Multiplication of classes pelipatgandaan golongan benda merupakan
kemmapuan yang melibatkan pengetahuan mengenai cara mempertahankan dimensi-dimensi benda. Misalnya warna bunga dan tipe bunga untuk membentuk
31
gabungan golongan benda contohnya tipe bunga mawar berarti akan ada mawar merah, mawar putih, mawar kuning, dan seterusnya.
Slavin 2008: 106 menyatakan bahwa masa usia sekolah dasar merupakan peralihan dari tahap pemikiran praoperasional ke tahap operasional konkret.
Perubahan ini memungkinkan anak-anak melakukan secara mental sesuatu yang sebelumnya dilakukan secara fisik dan membalik tindakan tersebut secara mental.
Selain memasuki tahap operasional konkret, anak-anak pada usia sekolah dasar dengan pesat juga mengembangkan kemampuan daya ingat dan kognitif.
Termasuk diantaranya ialah kemampuan meta-kognitif. Kemmapuan meta- kognitif adalah kemampuan memikirkan pemikiran mereka sendiri dan
memahami bagaimana cara belajar. Berbeda dengan Slavin, Yusuf 2007: 178 berpendapat bahwa pada masa
sekolah dasar dimulai dari umur enam sampai duabelas tahun, anak sudah dapat mereaksi rangsangan intelektual atau melaksanakan tugas-tugas belajar yang
menuntut kemampuan intelektual atau kognitif seperti membaca, menulis, menghitung dan lain-lain. Pada masa prasekolah, daya pikir anak masih sebatas
berhayal dan imajinatif. Akan tetapi pada masa sekolah dasar daya pikir anak sudah kearah berpikir konkret dan rasional.
Perkembangna kognitif masa sekolah dasar ditandai dengan tiga kemampuan baru, yaitu mengklasifikasi mengelompokan, menyusun, dan
mengasosiasikan menghitung atau menghubungkan angka-angka atau bilangan.
32
Disamping itu pada akhir masa ini anak sudah mempunyai kemampuan memecahkan masalah problem solving yang sederhana Yusuf, 2007:178. Pada
usia SD anak sudah dapat diberikan dasar-dasar ilmu tentang membaca, menulis, dan berhitung. Selain itu anak juga diberikan pengetahuan tentang manusia,
hewan, tumbuhan, lingkungan alam, lingkungan sosial dan sebagainya. Sesuai dengan karakteristik siswa sekolah dasar yang telah dijelaskan di
atas, proses belajar mengajar harus bermakna. Artinya proses belajar mengajar harus mengkaitkan antara informasi yang baru atau akan didapatkan siswa dengan
konsep yang ada dalam stuktur kognitif siswa. Sesuai dengan pendapat Ausubel dalam Wilis, 1996: 112, menurut Ausubel pembelajaran harus bermakna, belajar
bermakna merupakan suatu proses mengkaitkan informasi baru pada konsep- konsep yang relevan yang terdapat dalam struktur kognitif siswa. Dibawah ini
merupakan gambar mengenai belajar bermakna.
33
Gambar 1. The Role Meaningful Learning Continum Dua Kontinum Belajar Novak, 1993
Berdasarkan gambar di atas pembelajaran dikatakan bermakna sekali hanya terjadi pada pembelajaran dengan penelitian yang bersifat ilmiah.
Pembelajaran penerimaan juga merupakan pembelajaran yang bermakna apabila dilakukan dengan cara menjelaskan hubungan antar konsep-konsep. Sedangkan
pembelajaran dikatakan tidak bermakna apabila siswa memecahkan masalah hanya dengan coba-coba. Lebih lanjut Ausubel menyebutkan bahwa belajar
bermakna menyangkut asimilasi informasi baru pada pengetahuan yang telah ada dalam stuktur kognitif siswa. Jadi dalam belajar bermakna informasi baru
diasimilasikan pada subsumer-subsumer relevan yang telah ada dalam struktur
34
kognitif. Dalam menerapkan teori belajar bermakna Ausubel guru harus memperhatikan konsep-konsep sebagai berikut:
1. Pengaturan Awal 2. Diferensisasi Progresif
3. Belajar Superordinat 4. Penyesuaian Integratif Ausubel dalam Wilis, 1996: 117-122
Sesuai pendapat Ausubel, pembelajaran bermakna menyangkut asimilasi informasi baru pada pengetahuan yang telah ada dalam stuktur kognitif siswa.
sehingga dalam pembelajaran bermakna terjadi pemprosesan informasi berupa asimilasi informasi. Pemprosesan informasi menurut Wilis 1996: 33 adalah
penguraian peristiwa-peristiwa
mental menjadi
transformasi-transformasi informasi. Model pemprosesan Informasi menurut Gagne dalam Wilis, 1996: 34
dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
35
Gambar 2. Model Pemprosesan Informasi Dari gambar tersebut informasi dalam bentuk energi fisik tertentu sinyal
untuk bahan tetulis, bunyi untuk ucapan, tekanan untuk sentuhan, dan lain-lain diterima oleh reseptor yang peka terhadap energi dalam bentuk-bentuk tertentu.
reseptor-reseptor ini mengirimkan tanda-tanda dalam bentuk implis-implus elektrokimia ke otak. Implus-implus saraf dari reseptor masuk ke suatu registor
pengindraan yang terdapat dalam sistem syaraf pusat. Informasi pengindraan disimpan dalam sistem syaraf pusat dalam waktu yang sangat singkat. Dari
seluruh informasi, sebagian disimpan untuk selanjutnya diteruskan ke memori jangka pendek dan yang lainya hilang dari sistem. Proses reduksi atau
menghilangnya informasi ini disebut perseptif selektif. Contoh memori jangka pendek adalah ketika mengingat nomor telpon. Umur memori jangka pendek
sanagat pendek dan memilki kapasitas yang terbatas sehingga implikasinya sangat
36
penting terhadap pembelajaran. Memori jangka pendek dapat dikode yang kemudian disimpan dalam memori jangka panjang. Memori jangka panjang dapat
bertahan lama. Informasi yang disimpan dalam memeori jangka panjang bila akan digunakan lagi harus dilakukan pemanggilan. Informansi yang telah dipanggil
merupakan dasar generasi respon. Dalam kondisi sadar informasi dalam memori jangka panjang akan mengalir ke memori jangka pendek dan kemudian ke
generator respond. Dan untuk kondisi otomatis, informasi dalam memori jangka panjang akan mengalir langsung ke generator respond. Generator respond akan
mengatur urutan respons dan membimbing efektor-efektor. Efektor yang dimaksudkan adalah tangan untuk menulis dan alat suara untuk bicara.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa usia siswa SD berada pada tahap operasional kongkret. Pada tahap operasional
kongkret ini, anak berpikir secara operasional dan penalaran logis menggantikan penalaran intuitif meski hanya pada situasi konkret. Selain itu anak belum
memahami permasalahan yang bersifat abstrak.
D. Mind Mapping dalam Pembelajaran IPS 1. Pengertian Metode Pembelajaran
Sujarwo 2011:35 menyatakan bahwa metode pembelajaran merupakan cara mengatur, megelola, mengorganisir dan melakukan hubungan antara
pendidik dengan peserta didik serta lingkungannya sebagai upaya untuk mencapai tujuan pendidikan. Sementara itu, Susanto 2014: 52 berpendapat metode
37
pembelajaran adalah suatu pengetahuan tentang cara-cara mengajar yang digunakan oleh sesorang atau instruktur.
Berdasarkan Permendikbud No 103 Tahun 2014 tentang Pembelajaran pada pendidikan dasar dan menengah, menyatakan bahwa metode pembelajaran
meupakan cara atau teknik yang digunakan oleh pendidik untuk menangani suatu kegiatan pembelajaran yang mencangkup antara lain ceramah, tanya jawab,
diskusi. Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, dapat disimpulkan metode
pembelajaran merupakan cara atau teknik yang digunakan oleh pendidik atau guru untuk mengatur hubungannya dengan siswa serta lingkungan sehingga tercapai
tujuan pembelajaran.
2. Pengertian Metode Mind Mapping