BAB 1 PENDAHULUAN
1.5. Latar Belakang
Pestisida merupakan suatu substansi kimia yang digunakan untuk mengendalikan berbagai hama. Pengunaan pestisida dapat menurunkan populasi
Organisme Pengganggu Tanaman OPT. Petani merasakan manfaat menggunakan pestisida seperti panen yang baik sehingga petani menggantungkan harapan yang
besar terhadap perstisida. Keterbatasan petani menyebabkan pestisida merupakan cara andalan menurunkan populasi OPTAsnawati,2010.
Penggunaan pestisida yang berlebihan menyebabkan matinya musuh alami hama. Kematian musuh alami dan terjadinya resistensi hama terhadap pestisida
menurunkan efektivitas pestisida sehingga penggunaan pestisida pun meningkat. Data Biro Pusat Statistik menunjukan, di Indonesia pada tahun 1977 penggunaan pestisida
pada padi kurang dari 1,5 kgha dan pada tahun 1987 hampir 4,5 kgha. Terjadilah lingkaran setan kenaikan penggunaan pestisida, kenaikan laju resistensi hama,
kenaikan laju kematian musuh alami, kenaikan penggunaan pestisida dan seterusnya Soemarwoto,2007.
Pestisida juga digunakan sebagai pilihan utama untuk memberantas organisme, sebab pestisida mempunyai daya bunuh yang tinggi, penggunaannya mudah dan
hasilnya cepat diketahui. Namun bila aplikasinya kurang bijaksana dapat membawa
Universitas Sumatera Utara
dampak pada pengguna, hama sasaran, maupun lingkungan yang sangat berbahaya Wudianto,2007.
Pestisida adalah zat racun. Tingkat keracunannya bagi manusia berbeda – beda. Misalnya, tingkat keracunan DDT, lindane, heptaklor dan toxaphene adalah sedang,
dieldrin, aldrin,endosulfan, dan PCP adalah tinggi dan endrin sangat toksik. Diantara golongan fosfat organic phorate, mevinphos dan parathion sangat toksik, diklorvos,
klorfenvinfos dan metilparation tingkat keracunannya tinggi serta diazinon sedang Soemarwoto,2007.
Pestisida bersifat racun, maka pestisida haruslah diperlakukan hati – hati.Namun keteledoran banyak terjadi. Para penyemprot menyemprot tanpa
memperhatikan arah angin. Mereka umumnya tidak terlindungi dengan baik. Tangannya, lengannya, badannya, dan kakinya basah oleh semprotan pestisida.
Masker pun jarang mereka menggunakannya. Karena itu para penyemprot menghadapi resiko besar menderita keracunan. Penyimpanan pestisida oleh petani
sering dilakukan dengan tidak aman, antara lain, di tempat yang mudah dicapai anak- anak, pestisida berupa tepug disimpan dalam kantong plastic dan yang cair dalam
botol yang menyerupai botol minyak goreng tanpa diberi tanda atau label. Bungkusan pestisida di buang kesembarang tempat, termasuk di selokan atau sungai. Botol da
kaleng bekas kemasan pestisida sering dipakai lagi untuk keperluan rumah tangga, antara lain, untuk menyimpan makanan dan air Soemarwoto, 2007.
Dampak dan patofisiologi keracunan pestisida tergantung jenis dan sifat pestisida tersebut. Misalnya, golongan organoklorin dapat menganggu fungsi susunan
Universitas Sumatera Utara
syaraf pusat. Golongan karbamat dan organofosfat menimbulkan gangguan susunan syaraf pusat dan perifer, melalui mekanisme ikatan cholinesterase, dan lain – lain.
Berdasarkan penelitian Achmadi, 1985 diketahui bahwa di bawah ini merupakan kelompok resiko tinggi sebagai pengguna pestisida organofosfat dan karbamat
mereka antara lain : penderita anemia, penderita noctural hemoglobulinuria, wanita, asthenis, dan secara congenital tidak memiliki cholinesterase dalam darahnya
Achmadi, 2012. Menurut Budiyono, dkk 2005 pada petani penyemprot melon di Desa Jati
Gembol, Kecamatan Kedunggalar Kabupaten Ngawi, sebagian besar petani penyemprot melon memakai alat pelindung diri yaitu sebesar 31 orang 70,45.
Lama menyemprot melon yang masih di bawah batas normal sebanyak 30 orang 68,19. Petani penyemprot melon yang tidak merokok waktu menyemprot melon
sebesar 26 orang 59,09. Petani penyemprot melon yang sempat makan dan minum waktu istirahat menyemprot melon 20 orang 45,45, lainnya 24 orang
54,55 tidak sempat makan dan minum. Lama menjadi petani melon yang ≥ 6
tahun sebanyak 30 orang 68,19.Tingkat keracunan pestisida pada petani penyemprot melon : keracunan 35 orang 79,55, normal 9 orang 20,45.
Berdasarkan hasil penelitian Afriyanto 2008, pada petani penyemprot cabe di Desa Candi Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang, hasil penelitian
menunjukan dari pemeriksaan darah petani didapatkan petani yang keracunan berat sebanyak 13 orang 26. Petani yang memiliki kadar cholinesterase berpotensi
keracunan keracunan ringan sebanyak 37 orang 74.
Universitas Sumatera Utara
Pada petani sayuran penyemprot pestisida di kelurahan Campung Kecamatan Gisting Kabupaten Tanggamus Lampung, hasil penelitian menunjukan proporsi
kejadian keracunan yang tinggi, yaitu 100 dengan 71,4 keracunan ringan dan 28,6 keracunan sedang. Persentase faktor risiko yang tinggi ditemukan pada petani
yang tidak memiliki kebiasaan memakai masker 78,6 pada saat menyemprot, tidak memiliki kebiasaan memakai sarung tangan 80,4 saat menggunakan
pestisida, dan kebiasaan mengonsumsi sayuran hasil pertanian setempat 100 Nika, 2009.
Pada penelitian Raini, dkk 2004, pada petani penyemprot pestisida organofosfat di Kecamatan Pacet, Jawa barat, hasil penelitian menunjukkan pada
kelompok perlakuan istirahat, terdapat 15 subyek 37,50 dengan keracunan sedang 62,50 dan 25 subyek 67,57 dengan keracunan ringan 75.
Sedangkan 3 subyek yang mengalami keracunan sedang drop out, karena tidak istirahat, pada awal perlakuan terdapat 12 subyek keracunan sedang 32,43 dan 25
subyek dengan keracunan ringan 67,57. Setelah satu minggu istirahat terdapat 5 subyek mengalami perubahan dari keracunan sedang menjadi normal, 7 subyek
dengan keracunan sedang menjadi ringan, 18 subyek mengalami perubahan dari keracunan ringan menjadi normal, 6 subyek dengan keracunan ringan mengalami
kenaikan cholinesterase menjadi normal, dan cholinesterasenya rata – rata 82,77 ± 2,87. Pada kelompok perlakuan terdapat 35 subyek 94,59 mengalami kenaikan
cholinesterase menjadi normal.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan penelitian Asri 2009, hasil penelitian menunjukkan pendidikan responden, tidak tamat sekolah dasar yaitu sebanyak 32 responden 66,7, tamat SD
sebanyak 9 orang 18,8 dan tamat SMP sebanyak 7 orang 14,6. Berdasarkan tingkat pengetahuan responden tergolong baik sebanyak 17 responden 35,4 dan
yang tergolong buruk sebanyak 31 responden 64,6. Berdasarkan lama kerja, lama kerja responden 0 sampai dengan 12 bulan sebanyak 8 responden 16,6 dan
responden yang lama kerja lebih dari 12 bulan sebanyak 40 responden 83,3. Berdasarkan pemakaian APD lengkap dengan kategori baik sebanyak 0 orang 0
dan responden memakai APD tidak lengkap dengan kategori buruk sebanyak 48 orang 100. Berdasarkan kadar cholinesterase dalam darah, kadar cholinesterase
dalam darah kurang dari 75 sebanyak 33 orang 68,7 dan responden kadar cholinesterase dalam darah 75 – 100 sebesar 15 orang 31,3.
Menurut Prijanto 2009, pada keluarga petani hortikultura di Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang, hasil penelitian menunjukan bahwa berdasarkan usia,
ada 47 orang tergolong usia muda 68,1 dan 22 orang tergolong usia tua 31,9. Berdasarkan tingkat pengetahuan, 52 orang 75,36 mempunyai pengetahuan yang
kurang baik tentang pestisida dan pengelolaannya dan 17 orang 24,64 mempunyai pengetahuan baik tentang pestisida dan pengelolaannya. Berdasarkan kejadian
keracunan pestisida, hasil dari pemeriksaan cholinesterase dalam darah sebagian besar istri petani yaitu 49 orang 71,02 mengalami keracunan pestisida baik ringan,
sedang dan berat dan 20 orang28,98 menunjukkan tidak terjadi keracunan atau normal.
Universitas Sumatera Utara
Penggunaan pestisida oleh penyemprot gulma di PTPN V kebun sei pagar ditemukan ada beberapa orang yang tidak memakai APD secara lengkap dan ada juga
yang merokok sewaktu penyemprotan.
1.6. Perumusan Masalah