Analisis Hubungan Pendidikan Responden dengan Kadar Cholinesterase Analisis Hubungan Masa Kerja Responden dengan Kadar Cholinesterase

tingkat keracunan pestisida pada petani penyemprot hama tembakau di Desa Tegalrejo Kecamatan Ngadirejo Kabupaten Temanggung.

5.1.3. Analisis Hubungan Pendidikan Responden dengan Kadar Cholinesterase

dalam Darah Penyemprot Gulma di PTPN V Pekanbaru Tahun 2014 Pada penelitian ini didapat bahwa dari 26 orang responden yang memiliki kadar cholinesterase normal responden paling banyak pada pendidikan kategori rendah yaitu sebanyak 21 orang 84,0 sedangkan dari 4 orang responden yang memiliki kadar cholinesterase tidak normal responden paling banyak pada pendidikan kategori rendah yaitu sebanyak 4 orang 16,0. Dari hasil uji statistik dengan menggunakan uji exact Fisher’s menunjukkan bahwa nilai p =1,000 0,05 artinya variabel pendidikan responden terbukti secara signifikan tidak mempunyai hubungan dengan kadar cholinesterase dalam darah pada penyemprot gulma di PTPN V Pekanbaru tahun 2014. Pendidikan mempengaruhi pengetahuan seseorang, meskipun pengetahuan didapat tidak hanya dari pendidikan saja.Seseorang yang berpendidikan rendah bisa saja memiliki pengetahuan yang baik dikarenakan ada mendapat pelatihan maupun pengalaman selama ia bekerja sebagai seorang penyemprot.

5.1.4. Analisis Hubungan Masa Kerja Responden dengan Kadar Cholinesterase

dalam Darah Penyemprot Gulma di PTPN V Pekanbaru Tahun 2014 Beberapa penelitian menyatakan bahwa masa kerja sebagai petani merupakan faktor risiko terjadinya keracunan akibat pestisida pada petani.Semakin lama responden menjadi penyemprot, semakin banyak paparan terhadap pestisida.Tetapi pada penelitian ini didapat bahwa dari 26 orang responden yang memiliki kadar Universitas Sumatera Utara cholinesterase normal responden paling banyak pada masa kerja ≤10 tahun yait u sebanyak 18 orang 80,0 sedangkan dari 4 orang responden yang memiliki kadar cholinesterase tidak normal responden paling banyak pada masa kerja ≤10 tahun 20,0dan masa kerja10 tahunsebanyak 2 orang 10,0. Dari hasil uji statistik dengan menggunakan uji exact Fisher’s menunjukkan bahwa nilai p =0,584 0,05 artinya variabel masa kerja responden terbukti secara signifikan tidak mempunyai hubungan dengan kadar cholinesterase dalam darah pada penyemprot gulma di PTPN V Pekanbaru tahun 2014. Hal ini bisa saja dipengaruhi oleh kebiasaan responden makan telur dan minum susu sehabis bekerja, sehingga didapat kadar cholinestrase responden paling banyak di kategori normal sebanyak 26 responden 87. Hal ini sejalan dengan penelitian Runia 2008 bahwa tidak ada hubungan bermakna antara masa kerja dengan kejadian keracunan pada petani p value = 0,953 pada petani holtikultura di Desa Tejosari Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang Tahun 2008. 5.1.5. Analisis Hubungan Lama Menyemprot Responden dengan Kadar Cholinesterase dalam Darah Penyemprot Gulma di PTPN V Pekanbaru Tahun 2014 Pada penelitian ini didapat bahwa dari 26 orang responden yang memiliki kadar cholinesterase normal responden paling banyak pada lama menyemprot ≤8 jam yaitu sebanyak 25 orang 89,3 sedangkan dari 3 orang responden yang memiliki kadar cholinesterase tidak normal responden paling banyak pada masa kerja ≤8 jam10,7. Dari hasil uji statistik dengan menggunakan uji exact Fisher’s menunjukkan bahwa nilai p =0,253 0,05 artinya variabel lama menyemprot Universitas Sumatera Utara responden terbukti secara signifikan tidak mempunyai hubungan dengan kadar cholinesterase dalam darah pada penyemprot gulma di PTPN V Pekanbaru tahun 2014. Semakin lama penyemprot gulma bekerja sebagai penyemprot gulma, semakin besar kemungkinan terpapar pestisida dan semakin banyak jumlah pestisida yang masuk ke dalam tubuh.Lama kerja sebagai penyemprot gulma berpengaruh terhadap kejadian keracunan karena penggunaan pestisida dalam waktu yang lama akan dapat menyebabkan keracunan pada penyemprot gulma, gejala keracunan kronik organosfosfat timbul akibat penghambatan cholinesterase dan akan menetap selama 2 – 6 minggu, menyerupai keracunan akut ringan. Tetapi akan terpapar lagi dalam jumlah kecil dapat timbul gejala yang berat, hal ini berarti kejadian keracunan pada penyemprot gulma dipengaruhi oleh lama kerja sebagai penyemprot karena intensitas paparan yang terjadi secara terus menerus tanpa ada rentang waktu penggunaan pestisida. Hal ini sejalan dengan penelitian Asri2009, Hasil analisis statistic bivariat menggunakan uji Chi-square menunjukkan bahwa ada hubungan antara lama kerja sebagai penyemprot dengan kejadian keracunan pada pekerja penyemprot RP = 2,693;95CI=1,175-6,171 dengan nilai p= 0,002 p0,05. Berdasarkan lama menyemprot dalam satu hari, rata – rata penyemprot hanya menyemprot 3 – 4 jam dalam sehari.Dalam menyempot juga, penyemprot hampir rata – rata semua memakai APD secara lengkap, dan penyemprot juga sudah memahami jika menyemprot juga harus searah arah angin dan tidak pada waktu hujan sehingga Universitas Sumatera Utara didapat hasil cholinesterase dari penyemprot gulma hampir semua normal 26 responden 87,0. Hal ini dipengaruhi oleh pemakaian APD dan lama menyemprot dalam sehari. Hal ini sejalan dengan penelitian Ketaren2013, dari 22 responden yang pada saat penyemprot pestisida memakai APD sesuai anjuran terdapat 20 responden 90,9 yang aktivitas cholinesterasenya normal selebihnya terdapat 2 responden 9,1 yang aktivitas cholinesterase darahnya tidak normal sedangkan 13 responden yang pada saat menyemprot pestisida memakai APD tidak sesuai anjuran terdapat 5 responden 38,5 yang aktivitas cholinesterase darahnya normal selebihnya terdapat 8 responden 61,5 yang aktivitas cholinesterase darahnya tidak normal. Penelitian ini juga sejalan dengan Marsaulina, dkk2007 bahwa ada hubungan APD terhadap kejadian keracunan pestisida.Hasil uji statistik ini menjelaskan bahwa petani yang tidak menggunakan APD secara lengkap akan berisiko terkena keracunan pestisida 5,3 kali lebih besar jika dibandingkan dengan petani yang menggunakanAPD secara lengkap.

5.2. Gambaran Perilaku Aplikasi Herbisida terhadap Kadar Cholinesterase