Etnis Karo Konsep Etnisitas .1 Pengertian Etnik

2.3.2 Etnis Karo

Etnis Karo merupakan etnis yang mendiami Dataran Tinggi Karo, Sumatera Utara, Indonesia. Nama suku ini dijadikan salah satu nama kabupaten di salah satu wilayah yang mereka diami dataran tinggi Karo yaitu Kabupaten Karo. Etnis ini memiliki bahasa sendiri yang disebut Bahasa Karo. Pakaian adat suku Karo didominasi dengan warna merah serta hitam dan penuh dengan perhiasan emas. Kehidupan kelompok etnis Karo tidak terlepas dari kebudayaannya sebab, kebudayaan ada karena ada masyarakat pendukungnya. Sebagai masyarakat yang terisolir dipedalaman dataran tinggi karo dan sekitarnya, ternyata sebagai sebuah komunitas disana terbentuk juga sebuah budaya yang menjadi patron bagi masyarakat Karo dalam berhubungan dengan sang pencipta alam berserta lainnya dan khususnya hubungan antara masyarakat didalamnya. Kesemuaan pola hubungan tersebut dalam sebuah aturan tidak tertulis yang mengatur disebut dengan budaya. Aspek budaya yang dimana menurut Singarimbun merupakan identitas masyarakat Karo ada 4 yang meliputi yaitu Merga, Bahasa, Kesenian dan adat istiadat. Merga adalah identitas masyarkat Karo yang unik. Bagi orang Karo merga adalah hal yang paling utama dalam identitasnya Sarjani Tarigan: 16. Dalam setiap perkenalan dalam masyarakat Karo terlebih dahulu ditanyakan adalah merga. Merga berasal dari kata meherga berarti mahal. Mahal dalam konteks budaya Karo berarti penting. Setelah ditanyakan merga kemudian ditanyakan bere-bere merga = untuk perempuan disebut beru yang dibawa ibunya. Setelah UNIVERSITAS SUMATERA UTARA merga dan bere-bere ditanyakan didapatkan identitas melalui terombo atau silsilah, selanjutnya masuk kepada tema pembicaraan berikutnya. Melalui merga maka masyarakat Karo dapat membuat rakut sitelu atau daliken sitelu, tutur siwaluh dalam kehidupan sehari-hari. Ada 5 merga dalam orang Karo yaitu Ginting, Karo-Karo, Perangin-angin, Tarigan dan Sembiring. Bahasa dan aksara Karo merupakan karya budaya yang memiliki budaya yang tidak ternilai harganya. Suku Karo memiliki aksara, berarti leluhur Karo dulunya sudah pandai baca-tulis alias tidak buta huruf. Menurut Profesor Hendry Guntur Tarigan bahwa Bahasa Karo adalah bahasa tertua kedua di Indonesia setelah Bahasa Kawi SansekertaJawa Kuno. Kesenian Karo adalah kesenian tradisional yang terdiri dari Gendang dan pakaian adat, bersamaan hadirnya orang Karo. Acara gendang ini ditampilkan dalam setiap acara adat, seperti adat perkawinan, kematian, dan mengket rumah. Gendang Karo terdiri dari gong, penganak, kecapi, serune surdam. Sedangkan pakaian adat karo terdiri dari uis nipes, beka buluh, sertali, rudang-rudang, gelang sarong, uis arinteneng, uis emas-emas, ragi jenggi dan tapak gajah, kelam-kelam, anting kodang-kodang. Sedangkan adat istiadat yang paling melekat dalam orang karo adalah adanya pertama, rakut sitelu atau daliken sitelu artinya secara metaforik adalah tungku nan tiga, yang berarti ikatan yang tiga. Arti rakut sitelu tersebut adalah sangkep nggeluh kelengkapan hidup bagi orang Karo. Rakut sitelu atau daliken sitelu terdiri dari tiga puhak yaitu kalimbubu, senina sembuyak dan anak beru. Rakut sitelu atau daliken sitelu ini berfungsi sebagai musyawarah adat dan UNIVERSITAS SUMATERA UTARA kerjasama didalam keluarga. Kalimbubu merupakan sebagai tempat meminta dan tempat bertanya, selalu diperlukan restunya dalam adat dan penghormatan dalam musyawarah adat. Senina merupakan sukut yang punya pesta. Dan anak beru merupakan pekerja dalam pesta, yakni yang mengetahui keadaan senina dan kalimbubu, dan menjaga jangan sampai ada yang rusak dalam peradatan. Sarjani Tarigan: 6-7. Kedua, tutur siwaluh yang artinya konsep kekerabatan masyarakat Karo, yang berhubungan dengan penuturan, terdiri dari delapan golongan yaitu : 1 Puang kalimbubu, yaitu kalimbubu dari kalimbubu seseorang. 2 Kalimbubu, yaitu kelompok pemberi isteri kepada keluarga tertentu . 3 Senina, yaitu mereka yang bersadara karena mempunyai merga dan sub merga yang sama. 4 Sembuyak, secara harfiah se artinya satu dan mbuyak artinya kandungan, jadi artinya adalah orang-orang yang lahir dari kandungan atau rahim yang sama. Namun dalam masyarakat Karo istilah ini digunakan untuk senina yang berlainan submerga juga, dalam bahasa Karo disebut sindauh ipedeher yang jauh menjadi dekat. 5 Sipemeren, yaitu orang-orang yang ibu-ibu mereka bersaudara kandung. Bagian ini didukung lagi oleh pihak siparibanen, yaitu orang-orang yang mempunyai isteri yang bersaudara. 6 Senina Sepengalon atau Sendalanen, yaitu orang yang bersaudara karena mempunyai anak-anak yang memperisteri dari beru yang sama. 7 Anak beru, berarti pihak yang mengambil isteri dari suatu keluarga tertentu untuk diperistri. Anak beru dapat terjadi secara langsung karena mengawini wanita keluarga tertentu, dan secara tidak langsung melalui UNIVERSITAS SUMATERA UTARA perantaraan orang lain, seperti anak beru menteri dan anak beru singikuri. Anak beru ini terdiri lagi atas: 1. Anak beru tua, adalah anak beru dalam satu keluarga turun temurun. Paling tidak tiga generasi telah mengambil isteri dari keluarga tertentu kalimbubunya. Anak beru tua adalah anak beru yang utama, karena tanpa kehadirannya dalam suatu upacara adat yang dibuat oleh pihak kalimbubunya, maka upacara tersebut tidak dapat dimulai. Anak beru tua juga berfungsi sebagai anak beru singerana sebagai pembicara, karena fungsinya dalam upacara adat sebagai pembicara dan pemimpin keluarga dalam keluarga kalimbubu dalam konteks upacara adat. 2. Anak beru cekoh baka tutup, yaitu anak beru yang secara langsung dapat mengetahui segala sesuatu di dalam keluarga kalimbubunya. Anak beru sekoh baka tutup adalah anak saudara perempuan dari seorang kepala keluarga. Misalnya Si A seorang laki-laki, mempunyai saudara perempuan Si B, maka anak Si B adalah anak beru cekoh baka tutup dari Si A. Dalam panggilan sehari-hari anak beru disebut juga bere bere mama. 8 Anak beru menteri yaitu anak berunya anak beru. Asal kata menteri adalah dari kata menteri yang berarti meluruskan. Jadi anak beru menteri mempunyai pengertian yang lebih luas sebagai petunjuk, mengawasi serta membantu tugas kalimbubunya dalam suatu kewajiban dalam upacara UNIVERSITAS SUMATERA UTARA adat. Ada pula yang disebut anak beru singkuri, yaitu anak berunya anak beru menteri. Anak beru ini mempersiapkan hidangan dalam konteks upacara adat. 1. Konsep Pilkada Pilkada merupakan pemilihan umum untuk memilih kepala daerah dan wakil kepala daerah secara langsung di Indonesia oleh penduduk daerah setempat yang memenuhi syarat untuk itu. Pilkada ini merupakan sarana perwujudan kedaulatan rakyat. Ada lima pertimbangan penting penyelenggaraan pilkada langsung bagi perkembangan demokrasi di Indonesia. 2. Pilkada langsung merupakan jawaban atas tuntutan aspirasi rakyat karena pemilihan presiden dan wakil presiden, DPR, DPD, bahkan kepada desa selama ini telah dilakukan secara langsung. 3. Pilkada langsung merupakan perwujudan konstitusi dan UUD 1945. Seperti telah diamanatkan pasal 18 Ayat 4 UUD 1945, Gubenur, Bupati dan Walikota, masing-masing sebagai kepala pemerintahan daerah provinsi, kabupatenm dan kota dipilih secara demokratis. Hal ini telah diatur dalam UU No. 32 Tahun 2005 tentang pemilihan, pengesahan, pengangkatan, dan pemberhentian Kepala Daerah dan wakil kepala daerah. 4. Pilkada langsung sebagai sarana pembelajaran demokrasi politik bagi rakyat civic education. Ia menjadi media pembelajaran praktik berdemokrasi bagi rakyat yang diharapkan dapat membentuk kesadaran UNIVERSITAS SUMATERA UTARA kolektif segenap unsur bangsa tentang pentingnya memilih pemimpin yang benar sesuai nuraninya. 5. Pilkada langsung sebagai sarana untuk memperkuat otonomi daerah. Keberhasilan otonomi daerah salah satunya juga ditentukan oleh pemimpin lokal. Semakin baik pemimpin lokal dihasilkan dalam pilkada langsung 2005, maka komitmen pemimpin lokal dalam mewujudkan tujuan otonomi daerah, antara lain untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan selalu memperhatikan kepentingan dan aspirasi masyarakat agar dapat diwujudkan. 6. Pilkada langsung merupakan sarana penting bagi proses kaderisasi kepemimpinan nasional. Disadari atau tidak, stock kepemimpinan nasional amat terbatas. Dari jumlah penduduk yang lebih dari 200 juta, jumlah pemimpin yang kita miliki hanya beberapa. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kombinasi pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Model kombinasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah dominant-less design Creswell,1994, dimana pendekatan kualitatif dijadikan sebagai dominant qualitative-dominant sedangkan pendekatan kuantitatif dijadikan sebagai less dominant quantitative-less dominant. Pendekatan kualitatif yang menekankan pada prosesual di maksudkan agar peneliti dan proses penelitian tidak terjebak pada kerangka pemikiran teoritik yang kaku dan bersifat stereotip. Dengan penekanan pada proses, maka penelusuran data dan informasi secara diakronik akan dilakukan untuk mengetahui dan memahami secara runtun. Penelitian kualitatif ini digunakan dengan metode deskriptif. Maksud dari metode ini adalah untuk mendapatkan data dan informasi dengan kata-kata dan tindakan-tindakan. Pendekatan deskriptif ini digunakan untuk menggambarkan atau melukiskan apa yang sedang diteliti dan berusaha memberi gambaran yang jelas tentang apa yang menjadi pokok permasalahan. Dalam hal ini untuk melihat “Perilaku Pemilih Etnis Karo pada Pemilihan Bupati Kabupaten Karo Periode 2010-2015.”

3.2 Lokasi Penelitian