BAB I PENDAHULUAN
.
1.1 Latar Belakang Masalah
Manusia memiliki hak untuk hidup dan mendapatkan kenyamanaan dalam kesejahteraan hidupnya. Hak tersebut merupakan hak yang seharusnya bisa
dirasakan serta dinikmati oleh manusia. Ketika seorang manusia lahir kedunia sampai manusia menutup mata, manusia membutuhkan kasih sayang dan
perlindungan dari orang-orang. Akan tetapi, tidak banyak orang yang memiliki dan menikmati kehidupan yang layak.
Masalah kemiskinan di dunia membawa dampak pada ketelantaran, ketunaan sosial hingga masalah sosial lainnya. Krisis global membawa dampak di
berbagai sektor baik di bidang ekonomi maupun sosial. Jumlah keluarga miskin bertambah karena pencari nafkah utama dari keluarga dimaksud tidak dapat
memenuhi kebutuhan keluarga sehari hari. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Sumatera Utara, pada September
2014 tercatat 10.356.690 penduduk miskin Indonesia yang tersebar di seluruh provinsi di Indonesia. Data ini menjelaskan bahwa Provinsi Sumatera Utara
merupakan provinsi keempat yang memiliki jumlah masyarakat miskin di Indonesia dibandingkan dengan provinsi padat penduduk yaitu DKI Jakarta dan
D.I Yogyakarta. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah masyarakat miskin khususnya di Sumatera Utara lebih banyak dibandingkan provinsi padat penduduk
lainnyaBadan Pusat Statistik, 2014.
Universitas Sumatera Utara
Meningkatnya jumlah penyandang kemiskinan, dikhawatirkan akan terjadi permasalahan sosial yang lebih besar. Disadari bahwa kemiskinan menjadi
masalah mendasar dari kesejahteraan sosial. Hal ini berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan fisik, psikis, sosial dan spritual. Dengan demikian akan terjadi
keterlantaran, pemenuhan gizi buruk, pemeliharaan kesehatan yang sangat minim dan bahkan sampai terjadinya eksploitasi, perdagangan anak, dan tindak
kekerasan. Lebih jauh lagi dapat berakibat pada terjadinya tindak kekerasan dalam rumah tangga, perempuan dan masalah anak.
Lingkungan keluarga merupakan basis awal kehidupan bagi setiap insan dan menjadi tempat utama bagi anak untuk memperoleh hak. Adapun hak anak
yaitu hak untuk mempertahankan kelangsungan hidup survival, hak untuk tumbuh kembang secara wajar deverlopmental, hak untuk mendapatkan
perlindungan protection, dan hak untuk ikut berpartisipasi membangun masa depannya participation.
Anak sejak dikandung dan lahir ke dunia, mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan. Proses biologis yang menentukan baik buruknya seseorang
diawali saat anak dilahirkan dan mengalami pertumbuhan. Pada masa ini manusia dibekali dengan akal, dan perilaku yang di mulai sejak anak diajarkan untuk
mengenal orang –orang di sekitarnya.
Selama tahun 2013, terdapat indikasi yang menunjukkan bahwa lingkungan keluarga Indonesia masih cenderung diwarnai oleh sejumlah
problematika keluarga yang sangat tidak kondusif terhadap masa depan anak Indonesia. Beragam kasus yang melibatkan keluarga masih belum terselesaikan.
Universitas Sumatera Utara
Akan tetapi, banyak anak yang tidak mendapatkan hak yang sama. Anak terlantar merupakan contoh bahwa tidak semua anak mendapatkan kasih sayang kedua
orang tuanya dan tidak mendapatkan hak untuk belajar serta bermain. Anak menjadi telantar dikarenakan orang tuanya bercerai, yatim-piatu, konflik, serta
bencana alam sehingga tidak memiliki pengawasan orang tua yang dalam arti terlantar.
Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, menyatakan bahwa tugas pemerintah Indonesia adalah untuk
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Sesuai dengan amanat Pemerintah dan bangsa Indonesia, maka semua rakyat Indonesia harus mendapatkan perlindungan sosial, wajib bekerjasama
membangun bangsa Indonesia menjadi bangsa yang adil, makmur serta sejahtera. Akan tetapi, segenap lapisan masyarakat tidak seluruhnya mampu menikmati
Kesejahteraan Sosial. Perlindungan sosial yang ditawarkan oleh pemerintah Indonesia tidak bisa dinikmati oleh masyarakat yang kurang mampu.
Perlindungan Sosial terhadap Permasalahan Sosial merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah Indonesia dan segenap bangsa Indonesia, termasuk
halnya masalah Anak. Menurut Undang
–Undang Dasar 1945 pasal 34 ayat 2 menyatakan bahwa fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara. Ini menjelaskan bahwa
Universitas Sumatera Utara
anak terlantar sepenuhnya dipelihara oleh pemerintah serta menjamin kehidupan anak terlantar dan kurang mampu untuk dibina, didampingi dan diasuh oleh
Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak.
Disamping itu masih ada sejumlah Undang-Undang yang memberi arahan untuk pembangunan anak. Sebagaimana diamanatkan dalam UU Nomor 23 tahun
2002 tentang Perlindungan Anak, bahwa penjaminan dan pemenuhan hak-hak anak di bidang keluarga dan pengasuhan alternatif menjadi tanggung jawab
bersama orang tua, keluarga, masyarakat, warga sekitar dan negara Setyawan, 2014.
Anak seharusnya dapat melakukan perannya dan mendapatkan hak untuk memperoleh pendidikan yang baik, ruang gerak untuk bermain, serta perlindungan
yang seharusnya didapatkan oleh anak. Akan tetapi yang terjadi saat ini, tidak semua anak mampu menjalani masa pertumbuhannnya dengan baik. Terkadang
anak harus memutuskan untuk tidak melanjutkan pendidikan, karena orang tua tidak memiliki biaya. Anak memilih untuk membantu orang tuanya dalam
mencari nafkah walaupun harus mengotori tangan dengan setumpukan sampah yang bertebaran dijalanan. Selain itu, banyak anak yang dieksploitasi, anak yang
mengalami kekerasan dalam keluarga dan lingkungannya sehingga fisik dan psikis anak menjadi terganggu. Seorang anak dimasa usia sekolah harus mengikuti
pendidikan di usianya dan kebutuhan akan hal tersebut harus mampu dipenuhi orang tuanya. Namun kenyataan banyak anak yang tidak mampu bersekolah dan
melanjutkan pendidikan serta lebih memilih untuk putus sekolah.
Universitas Sumatera Utara
Masalah anak terlantar menjadi permasalahan yang tidak kunjung dapat diselesaikan Pemerintah Indonesia. Di Jawa tengah, empat orang anak ditinggal
pergi oleh kedua orang tuanya. Anak ditelantarkan dan ditampung oleh Unit Perlindungan Perempuan dan Anak UPIPA Wonosobo. Anak tersebut rata- rata
di bawah umur lima tahun. Hal ini menunjukkan bahwa orangtua sekalipun mampu meninggalkan tanggung jawabnya dalam mendidik, mengasuh, serta
memberikan kebutuhan yang layak kepada anak Solopos, 2012. Selain kasus penelantaran anak di Jawa Tengah, kasus anak terlantar juga
terdapat di Sumatera Utara. Anak perempuan berusia 4 tahun ini dibuang oleh keluarganya di kawasan Deli Serdang, Sumatera Utara. Anak tersebut sering
mengalami penyiksaan dari orang tuanya. Bahkan sesaat sebelum ditinggalkan dikawasan penimbunan tanah di Deli Serdang pada Minggu 30112014 lalu, ia
mengaku masih ditampar oleh orang tuanya yang sampai saat ini tidak diketahui identitasnya. Saat pertama ditemukan, Rifa dalam kondisi lemah dan demam
tinggi. Diduga karena malam sebelumnya anak ini berada di lapangan terbuka dan kelaparan. Pada sekujur tubuhnya ditemukan luka lebam dan goresan yang diduga
akibat dipukul. Kasus ini menunjukkan bahwa anak tidak hanya mengalami kekerasan namun anak juga harus menerima kenyataan jika orang tua anak tidak
melakukan tanggungjawabnya sebagai orang tua. Masalah anak terlantar menjadi permsalahan yang harus diselesaikan oleh
pemerintah. Akibat yang ditimbulkan dari anak terlantar yaitu anak tidak mampu mengikuti pendidikan yang seharusnya dilakukan sesuai dengan usia anak. Anak
terlantar cenderung lebih memilih bekerja daripada menghabiskan waktu berjam- jam disekolah yang dianggap tidak menghasilkan pendapatan. Apabila persoalan
Universitas Sumatera Utara
ini terus berlanjut, jumlah generasi masa depan akan semakin berkurang. Hal yang ditimbulkan adalah banyaknya anak yang tidak bersekolah dan sering melakukan
tindakan kriminal Gusti, 2015. Berdasarkan statistik, Provinsi Sumatera Utara merupakan provinsi yang
memiliki jumlah anak sekolah yang termasuk tinggi yaitu mencapai sekitar 17.286 anak. Sementara yang tidak melanjutkan sekolah, mencapai lebih dari 78.000
anak. Di Sumatera Utara, menurut Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Utara, dana anggaran pendidikan 2009 diperkirakan mencapai 2 triliun rupiah lebih.
Jumlah tersebut diantaranya untuk penyaluran dan dana bantuan operasional sekolah yang mencapai 1,065 triliun. Pada tahun 2011 jumlah anak usia sekolah
diperkirakan mencapai 2,6 juta dari 13 juta penduduk. Dalam hal ini dapat diketahui bahwa tahun 2014 terdapat perkembangan jumlah Anak usia sekolah
tiga kali lipat dari tahun –tahun sebelumnya Badan Pusat Statistik, 2014.
Ketika situasi ketelantaran anak yatim-piatu dan anak –anak dari keluarga
yang kurang mampu terjadi tanpa ada usaha penanggulangan, dikhawatirkan anak akan menjadi frustasi, merasa terhina dan akan berontak terhadap keadaan.
Adapun sebagai kompensasinya adalah mereka akan melakukan perbuatan yang menggarah pada tingkah laku menyimpang yang dapat mengganggu dirinya
sendiri, orang lain maupun masyarakat karena kurangnya pendidikan yang mereka dapatkan.
Sebagai wujud konkrit usaha dan kepedulian pemerintah dalam menanggulangi
masalah ini,
pemerintah mendirikan
Lembaga Sosial
Kesejahteraan Anak seperti Pelayanan Sosial Anak yang menjadi tempat bagi
Universitas Sumatera Utara
anak terlantar dan kurang mampu. Program ini memiliki fungsi sebagai tempat penampungan bagi anak. Anak diberikan makan dan minum setiap hari serta
diberikan biaya pendidikan, tempat penampungan serta pelayanan alternatif yang mampu menggantikan fungsi keluarga, sehingga gangguan keluarga dapat dibatasi
semaksimal mungkin dan anak akan merasa hidup dalam lingkungan keluarga sendiri.
Salah satu lembaga pemerintah yang memberikan Pembinaan bagi anak terlantar dan kurang mampu adalah UPT Pelayanan Sosial Anak dan Lanjut Usia
Siborongborong. Lembaga ini merupakan unit pelaksana teknis Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara, yang secara khusus
memberikan pelayanan, pembinaan dan pengurangan angka putus sekolah buta aksara bagi anak terlantar dan kurang mampu sesuai dengan undang
–undang No. 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak Lembaran Negara Republik Indonesia
tahun 1979 No. 32. Selama menjadi warga binaan di UPT Pelayanan Sosial Anak dan Lanjut
Usia, anak mendapatkan proses sosialisasi atas nilai-nilai hidup dalam bermasyrakat, nilai keagaamaan, adat istiadat, dan pendidikan. Anak dipersiapkan
secara mental dan sosial untuk mampu hidup di masyarakat dan mencapai cita- citanya sebagai penerus masa depan bangsa.
Sesuai dengan Undang –Undang No. 4 tahun 1979 Kesejahteraan Anak
mengatakan bahwa, tanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan fisik, psikologis dan sosial anak merupakan tanggung jawab utama orang tua. Namun, anak
–anak yang tidak memiliki orang tua mempunyai hak untuk diasuh oleh negara dan
Universitas Sumatera Utara
lembaga lain. UPT Pelayanan Sosial Anak Siborongborong memiliki tugas dalam memberikan pelayanan dan pembinaan bagi warga binaan anak dalam
menjalankan fungsi di masyarakat. Program yang diberikan oleh UPT Pelayanan Sosial Anak Siborongborong
adalah menjadikan anak mandiri, mendapatkan pendidikan sesuai umur dan wajib belajar dari pemerintah serta memberikan keterampilan berbentuk usaha yang
diharapkan mampu menjadi bekal keterampilan anak dimasa depan. Program pemberdayaan yang diberikan oleh UPT Pelayanan Sosial Anak
dan Lanjut Usia Siborongborong diikuti oleh semua warga binaan anak. Keterampilan yang ditawarkan kepada anak juga meliputi dua keterampilan yakni
Keterampilan Jok untuk warga binaan Pria dan Keterampilan Salon untuk warga binaan wanita.
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan pada latar belakang, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul
“Efektivitas Pelaksanaan Program Pemberdayaan Warga Binaan Anak oleh UPT
Pelayanan Sosial Anak dan Lanjut Usia di Kecamatan Siborongborong Kabupaten Tapanuli Utara”.
1.2 Perumusan Masalah