Gambaran Umum Lokasi Penelitian Karakteristik Responden

4.4. Gambaran Pertumbuhan Tinggi Badan Tabel 4.6. Distribusi Frekuensi Gangguan Tinggi Badan

Gangguan Tinggi Badan N Persentase Ada Gangguan 4 8 Tidak Ada Gangguan 46 92 Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa terdapat 4 responden 8 yang memiliki gangguan pada tinggi badan. Tabel 4.7. Gambaran Gangguan Tinggi Badan Berdasarkan Usia Siswa Usia Gangguan Tinggi Badan Ada Tidak Ada N N 9 Tahun 3 6 8 16 10 Tahun 15 30 11 Tahun 1 2 16 32 12 Tahun 7 14 Berdasarkan tabel di atas, kelompok usia 9 tahun adalah kelompok yang paling besar persentasenya antara yang memiliki gangguan tinggi badan dibandingkan dengan yang tidak memiliki gangguan tinggi badan. Tabel 4.8. Gambaran Gangguan Tinggi Badan Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin Gangguan Tinggi Badan Ada Tidak Ada N N Laki-Laki 3 6 25 50 Perempuan 1 2 21 42 Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa siswa yang memiliki gangguan tinggi badan terbanyak adalah yang berjenis kelamin laki-laki 6 dibanding kelompok perempuan yang memiliki gangguan pola tidur 2. 4.5. Hubungan Antara Gangguan Tinggi Badan dengan Gangguan Tidur Tabel 4.9. Hubungan Antara Gangguan Tinggi Badan dengan Gangguan Tidur Gangguan Tidur Gangguan Tinggi Badan P Value Ada Tidak Ada N N Ada 1 2 21 42 0,425 Tidak Ada 3 6 25 50 Berdasarkan tabel 4.9 diketahui bahwa responden yang memiliki gangguan tidur dengan memiliki gangguan tinggi badan sebesar 2, sedangkan responden yang memiliki gangguan tidur dengan tidak memiliki gangguan tinggi badan sebesar 42. Berdasarkan hasil analisis statistik diketahui bahwa P value sebesar 0,425 yang berarti bahwa pada signifikansi 5 disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara gangguan tidur dengan gangguan tinggi badan pada responden siswa Madrasah Ibtidaiyah Pembangunan UIN Jakarta Tahun 2015.

4.6. Pembahasan

Hasil penelitian gangguan tidur diidentifikasi menggunakan Sleep Disturbances Scale for Children SDSC yang terdiri dari 26 pertanyaan dan dikategorikan menjadi dua berdasarkan jumlah skor yang didapat, yaitu disebut gangguan tidur apabila skor 39 dan tidak gangguan tidur apabila skor ≤ 39. Dari total sampel 50 anak pada penelitian ini, didapatkan 22 anak 44 mengalami gangguan tidur dan 28 anak 56 tidak mengalami gangguan tidur. Prevalensi ini lebih rendah dibandingkan dengan penelitian Haryono A, dkk 62,9 dan penelitian Bruni dkk 73,4 yang juga menggunakan metode SDSC, namun terdapat perbedaan rentang usia subjek dan populasi yang digunakan. Jenis gangguan tidur terbanyak 36,4 yang ditemukan adalah gangguan kesadaran saat tidur, hal ini berbeda dengan penelitian oleh Haryono A, dkk yang menyatakan bahwa jenis gangguan tidur terbanyak adalah 63,6 yang ditemukan adalah gangguan transisi tidur-bangun, namun populasi penelitian yang berbeda. 5 Berdasarkan hasil analisis didapatkan bahwa anak dengan gangguan tidur terbanyak pada kelompok usia 12 tahun, gangguan tidur cenderung meningkat semakin bertambahnya usia. Hal ini sesuai dengan penelitian Rini yang menyatakan bahwa pola tidur berhubungan dengan usia. Semakin bertambah usia maka semakin banyak faktor yang dapat mempengaruhi pola tidur sehingga semakin besar kemungkinan terjadinya gangguan tidur. 6 Berdasarkan skor CDC, tinggi badan pada anak dapat diklasifikasikan menjadi pendek persentil 5, dan normal atau tinggi persentil 5 – persentil 95. Sehingga berdasarkan data yang sudah diketahui, interpresi tinggi badan terdiri atas 4 anak 8 merupakan pendek, dan 46 anak 92 normal. Berdasarkan hasil analisis didapatkan anak yang mengalami gangguan tidur dengan memiliki gangguan tinggi badan terdiri atas 1 anak 2, sedangkan anak yang memiliki gangguan tidur dengan tidak memiliki gangguan tinggi badan terdiri dari 21 anak 42. Dari hasil analisis statistik diketahui bahwa p value sebesar 0,425. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara gangguan tidur dengan gangguan tinggi badan pada responden siswa Madrasah Ibtidaiyah Pembangunan UIN Jakarta Tahun 2015. Hasil penelitian ini tidak bisa membuktikan dasar teori yang menyatakan bahwa gangguan tidur dapat menyebabkan terjadinya perubahan hormonal pada tubuh, salah satunya adalah hormon pertumbuhan atau growth hormone GH. Penelitian ini berbeda dengan penelitian Dini yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara gangguan tidur dengan pertumbuhan tinggi badan anak. Sebuah teori menyatakan bahwa GH disekresikan pada awal periode tidur lelap, tahap 3 dan 4 dan dihambat selama tidur REM, yang berhubungan dengan mimpi. GH disekresikan 75 pada saat anak tidur, GH ini tiga kali lebih banyak disekresikan dibandingkan saat terbangun. GH sangat berperan pada proses pertumbuhan anak, yakni sebagai stimulator pertumbuhan dan pembelahan sel di setiap bagian tubuh dan tulang rawan, meningkatkan proses mineralisasi tulang, meningkatkan sintesis protein tubuh, serta memacu insulin like growth factor yang berfungsi pada pertumbuhan dan perkembangan sel tubuh. Berdasarkan fungsi di atas, maka jika produksi GH tidak maksimal akan mempengaruhi pertumbuhan anak menjadi tidak optimal . 2,6,8,34, Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya, hal ini mungkin disebabkan oleh adanya beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan pada anak terutama besar asupan nutrisi yang merupakan faktor yang berperan pada proses pertumbuhan namun tidak diteliti dalam penelitian ini. 6