Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Masalah kemiskinan merupakan salah satu penyebab dari munculnya permasalahan perekonomian dalam masyarakat, karena definisi kemiskinan adalah lemahnya sumber penghasilan yang mampu diciptakan individu masyarakat yang juga mengimplikasikan akan lemahnya sumber penghasilan yang ada dalam masyarakat itu sendiri, dalam memenuhi segala kebutuhan perekonomian dan kehidupannya. 1 Peningkatan jumlah penduduk miskin akibat krisis ekonomi menunjukkan semakin meningkatnya ketidakmampuan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dasarnya, seperti kebutuhan pangan, sandang, papan, pendidikan dan kesehatan. Kondisi kemiskinan ini memunculkan permasalahan sosial lainnya, yakni berkembangnya jumlah anak jalanan, pemukiman kumuh, berkembangnya prostitusi dan meningkatnya angka kriminalitas. Penduduk miskin di Indonesia, menurut data Badan Pusat Statistik BPS tahun 2010, tercatat 13,3 persen dari penduduk Indonesia. Jumlah ini sedikit menurun dibanding tahun 2009 yang angkanya mencapai 14,1 persen. Kemiskinan 1 Yusuf Qardhawi, Spektrum Zakat, Dalam Membangun Ekonomi Kerakyatan, Jakarta : Zikrul Hakim, 2005, cet. 1, h. 21. merupakan permasalahan multidisiplin, tidak hanya disebabkan faktor ekonomi, tetapi juga terkait masalah sosial, budaya, politik dan lain-lainnya. 2 Islam memandang kemiskinan merupakan satu hal yang mampu membahayakan akidah, akhlak, kelogisan berpikir, keluarga dan juga masyarakat. Islam pun menganggapnya sebagai musibah dan bencana yang harus segera ditanggulangi. 3 Landasan berpikir umat Islam yang melihat Islam sebagai akidah, syari’ah, akhlak dan tasawuf sudah tidak memadai lagi dan perlu dirombak. Umat Islam seharusnya melihat permasalahan dunianya, lingkup dan kerangka konsep budaya universal sebagai pedoman dalam merumuskan konsep-konsep hidupnya. Dalam konteks perkembangan baru gerakan Islam di Indonesia  yang pada tingkat tertentu juga merupakan bagian dari gerakan dakwah  paling sedikit terdapat dua kecenderungan utama yang patut dicatat, yaitu gerakan bank syari’ah dan gerakan pengelolaan zakat, infaq dan sadaqah. Sejalan dengan semakin besarnya jumlah intelektual Muslim di panggung politik Indonesia, konsep-konsep Islam seperti zakat, infaq dan sadaqah, semakin mendapat tempat dalam gerakan pemberdayaan masyarakat. 4 Zakat bagi umat Islam, khususnya di Indonesia dan bahkan juga di dunia Islam pada umumnya, sudah diyakini sebagai bagian pokok ajaran Islam yang harus ditunaikan. Zakat dipandang sebagai salah satu rukun Islam yang lima, yaitu 2 Badan Pusat Statistik BPS “Penduduk Miskin di Indonesia 13,3 persen”, artikel diakses pada 6 Oktober 2010 dari http:bisniskeuangan.kompas.comread2010100622335177 Penduduk.Miskin.di.Indonesia.13.3.Persen. 3 Yusuf Qardhawi, Spektrum Zakat, Dalam Membangun Ekonomi Kerakyatan, h. 24. 4 Kusmana ed, Bunga Rampai Islam Kesejahteraan Sosial, Jakarta : IAIN Indonesian Social Equity Project, 2006, h. 17-18. syahadat, shalat, zakat, puasa dan haji. Melaksanakannya adalah wajib, dan dengan begitu telah dipandang sebagai dosa bagi siapa saja yang meninggalkannya, dan sebaliknya akan mendapatkan pahala bagi yang menjalankannya. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat at-Taubah ayat 103 :                    “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu menjadi ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.” QS. At-Taubah : 103 Memperbincangkan zakat dalam perspektif lainnya, maka menjalankan kewajiban pembayaran zakat, juga diyakini dapat digunakan sebagai alternatif untuk mengentaskan kemiskinan di tengah-tengah masyarakat. 5 Landasan etik lahirnya kewajiban membayar zakat termasuk dianjurkannya membayar sadaqah, infaq, qurban dan wakaf adalah penciptaan stabilitas dan kesejahteraan sosial. Lebih dari itu, seperti dijelaskan dengan sangat mendalam oleh Masdar F. Mas’udi, zakat tidak hanya bermakna “memelihara” maintenance atau nafaqah orang miskin dan anggota asnaf penerima lainnya, melainkan bermakna 5 Didin Hafidhuddin, dkk, The Power of Zakat : Studi Perbandingan Pengelolaan Zakat Asia Tenggara, Malang : UIN-Malang Press, 2008, cet. 1, h. 3-4. “transformasi”. Makna transformasi ini, terutama bahwa zakat diberikan bukan untuk sekedar membuat orang miskin bertahan hidup melainkan untuk mengubahnya dari mustahik penerima zakat menjadi muzakki pembayar zakat. Untuk menjadi muzakki, jelas harus terbebas dari jerat kemiskinan. 6 Selama ini pendayagunaan zakat masih saja berkutat dalam bentuk konsumtif kariatif yang kurang atau tidak menimbulkan dampak sosial yang berarti dan hanya bersifat temporari relief. Pendayagunaan zakat oleh beberapa lembaga pengelola zakat masih banyak yang bersifat konvensional, berjangka pendek dan didasari motivasi untuk menyelesaikan masalah sesaat. Keadaan ini selamanya tidak akan pernah mengubah mustahik menjadi muzakki, bukan mengentaskan kemiskinan tetapi melestarikan kemiskinan. Sebenarnya peranan zakat itu terletak pada bagaimana seorang mustahik mampu menghidupi dirinya sendiri dengan kemampuan yang dimilikinya dan memiliki penghasilan tetap yang mencukupi kehidupannya, sehingga ia tidak perlu bergantung kepada bantuan orang lain. 7 Disinilah peran zakat dalam memberantas pengangguran, memberdayakan ekonomi mustahik dengan menambah tenaga kerja produktif. Memang realitas ini tidak bisa disalahkan, karena untuk memperoleh daya guna yang maksimal, agama tidak mengatur bagaimana seharusnya dan sebaiknya mengelola zakat. Walaupun demikian, bukan berarti kita dibenarkan untuk berdiam diri dan tidak melakukan terobosan-terobosan kreatif, mengingat perkembangan zaman telah 6 Kusmana ed, Bunga Rampai Islam Kesejahteraan Sosial, h. 39-40. 7 Yusuf Qardhawi, Spektrum Zakat, Dalam Membangun Ekonomi Kerakyatan, h. 8. menuntut kita untuk dapat menginterpretasikan dalil-dalil yang ma’qul al-ma’na, dengan tujuan agar dikelola secara profesional. 8 Rumah Zakat adalah salah satu lembaga amil zakat yang berdiri sejak tahun 1998 yang awal terbentuknya bernama Dompet Sosial Ummul Quro DSUQ. Pada tahun 2003, DSUQ berubah nama menjadi Rumah Zakat Indonesia seiring dengan turunnya SK Menteri Agama RI No. 157 pada tanggal 18 Maret 2003 yang mensertifikasi organisasi ini sebagai Lembaga Amil Zakat Nasional. Fokus kerja dari lembaga ini adalah pada penghimpunan Zakat, Infaq, Shadaqah dan Wakaf ZISWAF dan menyalurkannya dalam bentuk program-program yang produktif di bidang ekonomi, pendidikan dan kesehatan. Tahun 2010 Rumah Zakat mencanangkan Gerakan Merangkai Senyum Indonesia untuk memberikan kebahagiaan, khususnya bagi masyarakat kurang mampu di Indonesia. Program ini mengacu pada masih rendahnya tingkat Indeks Pembangunan Manusia IPM Indonesia yang berada pada urutan ke-111 dari 176 negara. Ini menggambarkan rendahnya angka harapan hidup, melek huruf, pendidikan, dan standar hidup di Indonesia. Gerakan Merangkai Senyum Indonesia meliputi tiga program utama, yakni Senyum Juara pendidikan, Senyum Sehat kesehatan dan Senyum Mandiri ekonomi dan kepemudaan. Dengan pendekatan berbasis komunitas yang dilaksanakan di wilayah pemberdayaan terpadu atau Integrated Community Development ICD, pemberdayaan berlangsung jauh lebih terpantau, terintegrasi dan berkelanjutan. Program pemberdayaan ini didesain tidak kepada 8 Abdurrahim dan Mubarok, Zakat dan Peranannya dalam Pembangunan Bangsa Serta Kemashlahatannya Bagi Umat, Yayasan Yatim Piatu Ponpes Al-Mukhlisin, 2002, h. 78. pemberdayaan perorangan tetapi lebih terpadu melalui pembinaan dan pemberdayaan keluarga. Pendekatan ini sekaligus sebagai bentuk edukasi bahwa keluarga menjadi dasar tertatanya bangunan bangsa yang kuat. 9 Senyum Mandiri adalah program pemberdayaan masyarakat yang dilaksanakan Rumah Zakat untuk memberdayakan ekonomi masyarakat agar mampu mencapai kesejahteraan atau tingkat hidup yang lebih layak. Salah satu program yang terdapat dalam Senyum Mandiri adalah Program Cake House. Di dalamnya, member program Cake House mendapatkan pelatihan, pendampingan, bantuan modal usaha di bidang produksi makanan jenis kue dan roti hingga proses pemasarannya untuk dikomersilkan. 10 Melalui pelatihan-pelatihan yang dilaksanakan dalam program Cake House, ibu-ibu yang berasal dari keluarga prasejahtera mendapatkan tambahan ilmu. Selain pengetahuan baru, mereka akan mendapat bantuan modal dan pendampingan bisnis dari Micro Business Officer MBO Rumah Zakat. Makanan dipilih dalam pengembangan bisnis masyarakat karena setiap daerah memiliki makanan khas. Konsumsi masyarakat akan terus meningkat dan member Cake House akan menjadi kekuatan baru bagi keluarga mereka dalam meraih kemandirian. Sebelumnya program ini telah sukses diimplementasikan di Kelurahan Candi dan Kelurahan Lampertengah, Kota Semarang. Cake House merupakan program pemberdayaan perempuan dengan memberikan pelatihan pembuatan kue bagi ibu-ibu member binaan Rumah Zakat. Tidak hanya dilatih untuk bisa 9 Tentang Rumah Zakat, artikel diakses pada 19 Januari 2011 dari http:rumahzakat.org 10 Tentang Rumah Zakat, artikel diakses pada 22 Maret 2011 dari http:rumahzakat.org membuat kue, member akan terus didampingi sehingga mampu berusaha dibidang kue yang menjadi keahliannya. Salah satu peserta yang telah berhasil berwirausaha kue setelah mengikuti pelatihan Cake House di Kelurahan Candi, Kota Semarang adalah Ibu Sri Rejeki. Berikut ini adalah penuturan beliau : “Saya dulu juga ikut pelatihan Cake House Rumah Zakat dari nol, dan Alhamdulillah setelah 6 bulan sudah bisa lancar membuat aneka kue basah dan kering” 11 Dilihat dari gambaran di atas, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian terhadap masalah ini dengan judul “Pengaruh Efektivitas Pelatihan Program Cake House Senyum Mandiri Rumah Zakat Terhadap Peningkatan Kesejahteraan Mustahik di Empowering Centre Pulogadung”.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah