e. Orang berhutang Al-Gharimun
Menurut Imam Malik, Syafi’i dan Ahmad, bahwa orang yang memiliki hutang terbagi kepada dua golongan, masing-masing
mempunyai hukumnya sendiri. 1 Golongan Pertama, adalah orang yang memiliki hutang untuk
kemaslahatan dirinya sendiri dan dia adalah seseorang yang dianggap fakir. Orang yang berhutang karena kemaslahatan dirinya
harus diberi bagian zakat sesuai kebutuhannya, yakni kebutuhan untuk melunasi hutangnya. Apabila ia diberi bagian zakat, tetapi
tidak dibayarkan pada hutangnya, maka ia wajib mengembalikan bagian zakat tersebut, karena yang menjadi keperluan adalah
tanggungjawabnya untuk melunasi hutang.
27
2 Golongan Kedua, adalah orang yang berhutang untuk kemaslahatan masyarakat. Golongan ini lebih utama untuk diberi zakat, karena
mereka berhutang untuk kemaslahatan masyarakat. Berbeda dengan golongan pertama yang diberi bagian zakat dengan tujuan
untuk melunasi hutangnya, golongan ini berhak diberi zakat walaupun keadaannya kaya.
28
f. Orang yang Berjuang di Jalan Allah Fi-Sabilillah
Kini keadaan sudah berubah lebih kompleks dan mendefinisikan sabilillah dalam makna “pasukan perang melawan orang kafir”
sebenarnya definisi dalam sisi yang negatif. Dalam konteks perzakatan,
27
Qardhawi, Hukum Zakat, h. 599.
28
Al-Zuhayly, Zakat Kajian Berbagai Mazhab, h. 286-287.
menegakkan ‘jalan Allah’ adalah konteks kehidupan manusia dalam dimensi sosialnya. Rinciannya dapat bermacam-macam, tapi pangkalnya
adalah “kemaslahatan kesejahteraan dan keadilan hidup bersama”. Dana zakat untuk “sabilillah” pentasarufannya adalah untuk
kebutuhan-kebutuhan seperti beberapa contoh di bawah ini : 1 Memelihara akidah Islam dari kekufuran.
2 Mendirikan pusat kegiatan bagi kepentingan dakwah dan menolong para da’i yang menyeru pada ajaran Islam yang benar.
3 Meningkatkan kualitas SDM dalam rangka menunaikan tugas sosialnya untuk ta’mirul ardl membangun peradaban di muka
bumi seperti program-program pengembangan filsafat, ilmu dan teknologi.
4 Menegakkan keadilan hukum judikatif bagi warga negara. 5 Membangun dan memelihara sarana dan prasarana umum yang
menyangkut hajat hidup orang banyak.
29
g. Orang yang sedang dalam perjalanan Ibnu Sabil
Menurut Yusuf Qardhawi dalam bukunya Hukum Zakat, Ibnu Sabil adalah orang yang melakukan perjalanan demi kemaslahatan umum,
yang manfaatnya kembali pada agama Islam atau masyarakat Islam.
30
Lahir dari konteks sosial tertentu, pengertian di atas menunjuk pada makna yang lebih sempit dari yang sebenarnya. Kini, ketika keadaan
29
Mas’udi, Agama Keadilan, h. 157-161.
30
Qardhawi, Hukum Zakat, h. 654-655.
masyarakat sudah menjadi semakin kompleks, kebutuhan untuk meninjau kembali pada pengertian awal menjadi sangat perlu.
Maka dalam konteks pentasafuran dana zakat untuk ibnu sabil dapat dialokasikan kepada :
1 Pengungsi baik karena alasan politik, maupun karena alasan lingkunganbencana alam.
2 Musafir demi kemaslahatan, seperti mahasiswa, ahli ilmu yang pandai, yang membutuhkan studi untuk memperdalam ilmu yang
bermanfaat, yang hasilnya nanti akan kembali kepada kebaikan agama dan umat.
3 Tunawisma, dalam hal ini adalah pengemis dan anak jalanan. Apabila mereka diberi bagian zakat adalah karena sifat ibnu
sabilnya agar mengeluarkan ketergantungan mereka pada jalanan misalnya diberikan rumah yang layak dan yang kedua adalah sifat
fakirnya agar mereka dapat memenuhi kebutuhan dan penghidupan yang layak.
31
Jadi yang dimaksud dengan kesejahteraan mustahik adalah suatu kehidupan dan penghidupan yang bersifat material maupun spiritual lahir maupun batin
yang memungkinkan setiap mustahik untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan jasmani, rohani dan sosial, yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga dan
masyarakat di sekitarnya.
31
Ibid., h. 660-663.
E. Kerangka Berpikir