158
aspek, dilihat dari segi esensi, dan eksistensinya, serta hubungannya dengan bidang kehidupan yang lain.
13
Munir Fuady merumuskan hukum perbankan adalah seperangkat kaidah hukum dalam bentuk peraturan perundang-undangan, yurisprudesi, doktrin, dan
lain-lain sumber hukum, yang mengatur masalah-masalah perbankan sebagai lembaga dan aspek kegiatannya sehari-hari, rambu-rambu yang harus dipenuhi
oleh suatu bank, prilaku petugas-petugasnya, hak, kewajiban, tugas dan tanggung jawab para pihak yang tersangkut dengan bisnis perbankan, apa yang boleh dan
tidak boleh dilakukan oleh bank, eksistensi perbankan, dan lain-lain yang berkenan dengan dunia perbankan.
Hermansyah mengemukakan bahwa hukum perbankan adalah keseluruhan norma-norma tertulis maupun norma-norma tidak tertulis yang mengatur tentang
bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses melaksanakan kegiatannya.
Dengan demikian, menurut pendapat penulis bahwa yang dimaksud dengan hukum perbankan syariah adalah keseluruhan norma, kaidah, aturan yang
mengatur segala sesuatu yang berhubungan dengan perbankan, yang dalam bentuk operasionalnya berdasarkan al-Qur’ân dan al-Hadith yang
diimplementasikan dalam bentuk Fatwa Majelis Ulama Indonesia MUI. Oleh karena itu, ketika bank yang kegiatan operasionalnya tidak didasarkan pada fatwa
MUI, maka bank tersebut tidak termasuk sebagai bank syariah.
2. Perbankan Syariah
Perbankan syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta
cara dan proses dalam emlaksanakan kegiatan usahanya.
14
Perbankan Syariah
13
Hermansyah, Hukum Perbakan Nasional Indonsia, Jakarta: Prenada Media Group, 2008, Cet. Keempat, 39
14
Undang –Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah, Bab I, Ketentuan Umum, Pasal 1 ayat 1
159
adalah lembaga keuangan yang bekerja untuk menarik mengumpulkan sumber- sumber keuangan yang berasal dari individu-individu masyarakat, dan
melaksanakan fungsinya dalam menjamin kebesaran dan pertumbuhan keuangan berdasarkan kaidah-kaidah syariat Islam, serta peran pelayanan umat dan upaya
peningkatan ekonomi mereka.
15
Singkatnya tujuan bank syariahIslam bukanlah sekedar untuk mengumpulkan harta kaum muslimin an sich namun tujuan dasarnya adalah
untuk melaksankan tugas operatifnya bagi peningkatan produktifitas nasionalisme, penyediaan modal bagi masyarak dan pemenuhan kebutuhan
mereka, serta tujuan untuk mencapai keuntungan bagi setiap nasabah, bank dan masyarakat.
16
Secara umum, tahap pengintegrasian pinsip syariah telah dilakukan oleh Indonesia, seperti adanya pengakuan sistem perbankan berbasiskan syariah
dalam UU perbankan. Namun, yang perlu diperhatikan adalan bahwa UU ini perlu didukung oleh perangkat perudang-undangan yang lainnya agar dapat
berjalan secara maksimal. Menurut Nasution, pengintegrasian ekonomi syariah agar dapat dilakukan
adalah melalui pengakuan dan pengadopsian prinsip hukum ekonomi syariah seperti yang terdapat dalam KHI ke dalam regulasi nasional kita. Hal ini dapat
dilakukan melalui pembentukan regulasi khusus yang mengatur tentang ekonomi syariah maupun melalui amandemen regulasi yang ada.
Disamping itu, juga harus dilakukan penguatan infrastruktur pelaksana hukum ekonomi syariah agar dapat diimplementasikan di tingkat lapangan.
Pembentukan budaya hukum masyarakat yang menerima dan melaksanakan prinsip ekonomi syaria juga merupakan hal penting untuk menjamin suksesnya
pengintegrasian hukum ekonomi syariah dalam hukum nasional. Selain itu aksi
15
Lihat Al-Khadiri, Al-Bunûk al-Islâmiyah, 17. 16Lihat Al-Khadiri, Al-Bunûk al-Islâmiyah, 31
.
160
nyata yang harus dilakukan adalah pembaruan produk-produk huku ekonomi yang lebih efektif untuk mendukung perkembangan dan implementasi ekonomi syariah.
Pembangunan hukum law making harus dilakukan sebagai suatu usaha dalam memperbarui hukum positif hukum di Indonesia.
17
Menurutnya bahwa tujuan utama bank Islam antara lain: peningkatan bank Islam; penanaman modal; tujuan sosial, peningkatan kwalitas hidup manusia;
tujuan pencapaian predikat tinggi; penyebaran budaya dan pengetahuan perbankan Islam; menghidupkan dan membangkitkan tradisi dalam berbagai
transaksi finansial; niaga dan pertukaran uang. Bank syariah muncul di Indonesia disebabkan oleh dorongan keinginan
masyarakat Indonesia, terutama masyarakat Islam, yang berpandangan bahwa bunga bank merupakan riba sehingga dilarang oleh Islam. Namun tidak semua
umat Islam berpendapat bahwa bunga bank itu adalah haram. Pro dan kontra inilah menyebabkan lahir dan perkembangan perbankan syariah di Indonesia
sangat lambat. Dilihat dari aspek hukum, adanya bank syariah di Indonesia adalah undang-undang Nomor 7 Tahun 1992. Dalam undang-undang tersebut dinyatakan
sebagai bank prinsip bagi hasil.
18
Tahun 1992 Undang-undang perbankan Indonesia telah mengakomodir sistem perbankan yang menjalankan operasinya berdasarkan prinsip bagi hasil,
yakni perbankan syariah. Hal ini secara nyata diwujudkan dalam revisi UU Pokok Perbankan No. 141967 menjadi UU No.7 Tahun 1992 tentang perbankan yang
telah memasukkan ketentuan tentang pelaksanaan kegiatan perbankan dengan sistem bagi hasil yang selanjutnya diatur secara lebih rinci dalam PP No. 72 tahun
1992 tentang Bank dengan Prinsip Bagi hasil. Berdasarkan UU No. 7 tahun 1992 itu, bank syariah dipahami sebagian bank bagi hasil, selebihnya bank syariah
harus tunduk pada peraturan perbankan umum yang berbasis konvensional. Oleh
17
Nasution, Hukum Ekonomi Syariah dalam Regulasi Nasional, 19-20
18
Muhammad Sholahuddin dan Lukman Hakim, Lembaga Ekonomi dan Keuangan syariah Kontemporer, 76.
161
karena itu manajemen bank syariah mengadopsi produk-produk bank konvensional.yang disyariahkan dengan variasi produk yang terbatas. Akibatnya
tidak semua kebutuhan masyarakat terakomodir dan produk yang ada tidak kompetitif terhadap semua produk bank Konvensional. Sementara itu, PP. No. 72
Tahun 1992 Pasal 6 merupakan salah satu pelaksanaan peraturan dari UU No.7 Tahun 1992.
19
Berdasarkan identifikasi terhadap sejumlah kendala tersebut maka UU No.7 tahun 1992 tentang Perbankan diubah dengan Undang-undang No.10 Tahun
1998, sehingga landasan hukum syariah menjadi lebih jelas dan kuat, baik dari segi kelembagaannya maupun landasan operasionalnya. Dengan demikian
pengembangan bank Syariah merupakan amanah UU No. 10 tahun 1998 yang harus dilaksanakan oleh Bank Indonesia karena UU tersebut mengakui
keberadaan bank konvensional dan bank syariah secara berdampingan atau lebih dikenal dengan dual banking system . Berdasarkan UU tersebut bank umum
maupun BPR dapat beroperasi berdasarkan prinsip syariah dan bank umum konvensional melalui suatu mekanisme perizinan tertentu dari Bank Indonesia
dapat melakukan kegiatan usaha perbankan syariah dengan membuka kantor cabang syariah. Guna menindak lanjuti UU No. 10 tahun 1998 pada tahun 1999
Bank Indonesia mengeluarkan ketentuan mengenai kelembagaan dan jaringan kantor bagi Bank Umum Syariah BUS, Bank Umum Konvensional BUK yang
membuka Unit Usaha Syariah UUS dan Kantor Cabang Syariah KCS dan ketentuan BPR Syariah BPRS.
19
Undang-undang tersebut menentukan bahwa: Bank Umum atau Bank Perkriditan Rakyat yang kegiatan usahanya semata-mata berdasarkan prinsip bagi hasil, tidak diperkenankan melakukan
kegiatan usaha yang tidak berdasarkan prinsip bagi hasil. Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat yang kegiatan usahanya tidak berdasarkan prinsip bagi hasil, tidak diperkenankan melakukan kegiatan
usaha yang berdasarkan prinsip bagi hasil. Lihat Tim Biro Perbankan Syariah Bank Indonesia, Perbankan Syariah Nasional: Arah dan Kebijakan dan Perkembangan Jakarta: Biro Perbankan
Syariah Bank Indonesia,2003 4
162
Selanjutnya Undang-undang No.3 tahun 2004 tentang perubahan UU No.23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia bahwa dalam rangka mencapai dan
memelihara kestabilan nilai rupiah, Bank Indonesia diantaranya mempunyai tugas pokok mengatur dan mengawasi bank pasal 8, termasuk bank umum dan BPRS.
Tugas pokok tersebut mempertegas bahwa Bank Indonesia berkewajiban mengembangkan Bank Syariah dengan menyusun ketentuan dan menyiapkan
infrastruktur yang sesuai dengan karakteristik bank syariah. Disamping itu, pasal 10 point 2 UU No. 23 Tahun 1999 menegaskan
bahwa Bank Indonesia dapat melakukan pengendalian moneter berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Pada tahun 2000, sebagai tindak lanjut dari UU No. 23
Tahun 1999, dikeluarkan Peraturan Bank Indonesia PBI yang mengatur kliring, pembukaan rekening Giro pada Bank Indonesia bagi UUS, Giro Wajib Minimum
GWM bagi bank umum syariah, Pasar Uang Antar Bank berdasarkan prinsip syariah PUAS, fasilitas pembiayaan jangka pendek bank Syariah, Kualitas
Aktiva Produktif Bank Syariah, Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif Bank Syariah dan Sertifikat Wadiah Bank Indonesia SWBI.
20
Jadi bank Indonesia tidak hanya melakukan pengendalikan pada bank konvensional saja tetapi juga
pada bank yang berdasarlan prinsip syariah.
B. Sumber Hukum Perbankan Syariah