15
dimana dalam praktek prinsip murabahah masih mendapatkan kritik yang dianggap masih belum lepas dari sistem bunga.
g. Disamping masalah-masalah tersebut, masih terdapat banyak persoalan lain, seperti, bagaimana prospek ekonomi syariah di Indonesia setelah
diberlakukannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah.
2. Pembatasan Masalah Dalam pembatasan masalah yang terkait dengan politik hukum
nasional perbankan syariah, secara khusus belum dibahas orang. Agar permasalahan dalam penelitian tidak melebar kemana-mana, maka
permasalahan dalam penelitian ini akan dibatasi seputar politik hukum nasional perbankan syariah di Indonesia.
3. Perumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah di atas, maka permasalahan dalam penulisan ini dapat dirumuskan dalam sebuah
pertanyaan: a. Faktor apa saja yang mempengaruhi politik hukum nasional
perbankan syariah? b. Bagaimana politik hukum nasional terhadap pembentukan hukum
perbankan syariah di Indonesia?”
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini antara lain meliputi tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengelaborasi bagaimana
kebijakan pemerintah terhadap perkembangan perbankan syariah dapat terealisir dengan baik. Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk:
1. menganalisis dan mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi politik hukum perbankan syariah.
2. menganalisis dan mengetahui bagaimana politik hukum nasional terhadap pembentukan hukum perbankan syariah di Indonesia.
16
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis. Secara teoritis, bermanfaat akan menambah khazanah
ilmiah bagi dunia akademik dan memberikan kontribusi dalam mengembangkan ilmu-ilmu ekonomi syariah, khususnya yang berkaitan
dengan politik hukum nasional mengenai perbankan syariah dan dalam aspek aksiologi keilmuan Ekonomi Islam di Indonesia. Sedangkan secara praktis
bermanfaat untuk menjadi bahan masukan bagi pemerintah mengenai pentingnya politik hukum nasional dalam merumuskan hukum nasional yang
lebih demokratis tentang hukum perbankan syariah yang berbasis al-Quran dan as-Sunnah agar dapat operasi sesuai dengan tuntunan Islam.
Secara praktis, hasil-hasil penelitian ini dapat menjadi petunjuk praktis bagi: pertama, perbankan syariah dalam melakukan transaksi ekonomi di
tengah masyarakat; kedua, lembaga-lembaga keuangan non bank dalam menetapkan strategi pemasaran; ketiga, pemerintah dalam merumuskan
program pembangunan di bidang sosial ekonomi.
E. Penelitian Terdahulu Yang Relevan
Pembahasan dan penelitian tentang politik ekonomi Islam sudah banyak dilakukan oleh orang, namun yang secara khusus membahas mengenai
politik hukum nasional terhadap perbankan syariah secara komprehensip, khususnya yang berkaitan undang-undang, belum ada. Untuk memperoleh
rujukan awal terkait dengan permasalahan di atas, diantaranya adalah:
1. Politik Hukum di Indonesia, karya Moh. Mahfud MD. Buku ini
menjelaskan legal policy garis resmi tentang bagaimana pengaruh politik terhadap hukum yang akan diberlakukan baik dengan pembuatan hukum
baru maupun dengan penggantian hukum lama dalam rangka mencapai tujuan Negara. Disamping itu juga beliau menguraikan mengenai
konfigurasi politik yang demokratis dan otoriter. Dan ia mengelompokkan Indoensia sebagai konfigurasi politik hukum demokratis.
17
2. Membangun dan merombak hukum Indonesia, karya Satjipto
Rahardjo. Di dalam buku ini diuraikan tentang pembangunan hukum yang sangat terkait dengan pembangunan bidang-bidang kehidupan lain sebagai
bagian dari transformasi social yang lebih besar, sehingga dibebankan untuk memberikan dukungan konseptual serta structural terhadap
perubahan dalam masyarakat. Di samping itu juga mengakaji hubungan hukum dengan ekonomi, bagaimana suatu ekonomi bangsa akan tercermin
dalam hukumnya. Peranan ekonomi yang dijalankan oleh system hukum dan politi ekonomi membutuhkan hukum untuk mewujudkannya.
3. Aspek-aspek Hukum dalam Perbankan dan Perasuransian Syariah di Indonesia
, karya Gemala Dewi,
46
buku ini memuat tentang sejarah perkembangan syariah, tinjauan operasional perbankan syariah di
Indonesia, perbedaan bank konvensional dan bank syariah, tinjuan hukum perbankan Indonesia menurut hukum Islam.
4. Al-Bunûk al-Islâmiyah, karya al-khadiri. Ia sangat konsisten
berpedoman pada kaedah-kaedah Syariah al-iltizâm bi al-Qawâ’id al- Mustaqirrah li al-Sharî’ah al-Islâmiyah Kaidah-kaidah utama syariah ini
antara lain: operasi perbankan selalu pada sesuatu yang halal dan menjauhkan setiap yang haram dan subhat masih diragukan; tidak
melakukan riba; selektif dalam menempatkan petugas keuangan; tidak memakan harta orang lain secara bathil tidak sah; transaksi yang
transparan; jujur dan objektif; tidak memonopoli terhadap regulasi harta; pelayanan perbankan berkhidmat untuk meningkatkan Islam secara
internal dan eksternal; menunaikan zakat atas modal dan hasil yang dicapai; serta realisasi keseimbangan diberbagai bentuk pelayanan dan
produk perbankan.
47
5. Hukum Ekonomi Syariah dalam Regulasi Nasional, karya Bismar
Nasution. Menurutnya, penerapan atau pengadopsian ekonomi syariah ke
46
Gemala Dewi , Aspek-aspek Hukum dalam Perbankan dan Perasuransian Syariah di
Indonesia Jakarta: Kencana, 2007, Cet. Ke. 1, 128.
47
Lihat Al-Khadiri, Al-Bunûk al-Islâmiyah, 18-28.
18
dalam tatanan hukum nasional harusnya dilihat dalam kerangka yang luas. Untuk keberhasilan transisi ini, haruslah terbentuk suatu sistem hukum
syariah di Indonesia. Oleh karena itu, perlu dipikirkan untuk mengintegrasikan prinsip-prinsip hukum Islam ke dalam sistem hukum di
Indonesia.
G. Kerangka Teori
1. Van den Berg dalam sebuah teori receptio in complexu menyatakan bahwa syariat Islam secara keseluruhan berlaku bagi pemeluk-
pemeluknya. Jadi, jika penduduk masyarakat beragama Islam, maka hukum yang berlaku harus hukum Islam.
2. Kemudian pendapat ini ditentang oleh Van Vollenhoven dan Snouck Hurgronje sebagai penemu teori baru yaitu teori receptie yang menyatakan
bahwa hukum Islam dapat diberlakukan sepanjang tidak bertentangan dengan hukum adat. Jadi dengan demikian menurut pandangan teori ini,
untuk berlakunya hukum Islam harus diresepi diterima terlebih dahulu oleh hukum adat. Teori receptie ini berpangkal dari keinginan Snouck
Hurgronje agar orang-orang pribumi rakyat jajahan jangan sampai kuat memegang ajaran Islam, sebab pada umumnya orang-orang yang kuat
memegang ajaran Islam dan hukum Islam tidak mudah dipengaruhi oleh peradaban Barat. Atas dasar itulah ia memberikan nasihat kepada
Pemerintah hindia Belanda untuk mengurus Islam di Indonesia dengan berusaha menarik rakyat pribumi inlander agar lebih mendekat kepada
kebudayaan Eropa dan pemerintah Hindia Belanda.
48
Eksistensi teori receptie ini kemudian dikokohkan melalui Pasal 134 I.S. yang menyatakan
bahwa bagi orang pribumi kalau mereka menghendaki, diberlakukan Hukum Islam, selama hukum itu telah diterima di masyarakat Hukum
Adat.
48
Afdol. Kewenangan Pengadilan Agama Berdasarkan UU No. 3 tahun 2006 Legislasi Hukum Islam di Indonesia Surabaya: Airlangga University Press, 2006, 47.
19
3. Seorang ahli hukum dari Austria, Eugen Ehrlich, bahwa pengaruh hukum di dalam masyarakat harus dilakukan dengan pendekatan hukum yang
hidup dalam masyarakat itu sendiri. Artinya bahwa, “Hukum yang baik adalah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup di dalam
masyarakat”. Teori ini berpangkal pada perbedaan antara hukum positif dengan hukum yang hidup living law dalam masyarakat. Dia menyatakan
dalam hukum positif hanya akan efektif apabila selaras dengan hukum yang hidup dalam masyarakat, yang dalam istilah antropologi dikenal
dengan pola-pola kebudayaan culture patterns.
49
Eugen Ehrlich menganjurkan untuk mengadakan pembaruan hukum melalui perundang-undangan dengan kesadaran untuk memperhatikan
kenyataan yang hidup dalam masyarakat Kenyataan-kenyataan tersebut dinamakan “living dan just law” yang merupakan “inner order” dari pada
masyarakat mencerminkan nilai-nilai yang hidup di dalamnya. Jika ingin diadakan perubahan hukum atau membuat suatu Undang-Undang agar hukum
atau Undang-Undang yang dibuat itu dapat diterima dan berlaku secara efektif di dalam kehidupan masyarakat, maka suatu hal yang patut diperhatikan
adalah hukum yang hidup dalam masyarakat itu.
50
Jika hal itu tidak mendapat perhatian, maka akibatnya hukum tidak bisa berlaku efektif bahkan akan
mendapat tantangan rigid.
51
4. Lawrence M. Friedman dalam bukunya “The legal System”: A Social Science Perspective”, melihat hukum itu sebagai suatu sistem yang terdiri
dari tiga komponen: pertama, legal substance yakni subtansi hukum yang berisikan aturan-aturan atau norma-norma; kedua, legal structure
institusi atau penegak hukum seperti polisi, jaksa, hakim dan pengacara;
49
Soejono Soekanto, Pokok-pokok Sosiologi hukum Jakarta: Rajawali, 1991, 36.
50
W. Fridman, Legal Theory, Edisi ke 3 Steven and Sons Limited, 52.
51
R. Otje Salman , Ikhtisar Filsafat Hukum Bandung: Armico 1999,52.
20
dan ketiga, legal culture budaya hukum yang meliputi agama dan
kepercayaan, ide-ide, sikap, dan pandangan tentang hukum.
52
5. Muchtar Kusumaatmadja, juga menegaskan agar hukum dapat berfungsi secara efektif, selain harus memperhatikan kesadaran hukum yang tumbuh
di dalam masyarakat, hendaknya hukum itu juga dilegalisasi oleh kekuasaan secara tertulis sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
yang berlaku, karena hukum tanpa kekuasaan adalah angan-angan dan kekuasaan tanpa hukum adalah kezaliman.
53
Pentingnya aspek budaya hukum itu tidak hanya terkait dengan masalah sikap dan prilaku para anggota masyarakat, akan tetapi lebih dari itu
sikap dan prilaku anggota-anggota atau individu-individu yang terlibat bekerja dalam lingkungan lembaga-lembaga tinggi negara justru itu yang lebih
penting, karena mereka akan menjadi contoh dan suri tauladan masarakat. Jika sikap, cara berfikir dan prilaku para nggota lembaga tinggi negara
54
tidak mendukung niscaya akan sulit bagi kita untuk melihat suksesnya agenda
reformasi menyeluruh dalam kehidupan kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan. Dalam hal ini, partispasi anggota masyarakat merupakan unsur
penting bagi terbentuknya hukum atau undang-undang, karena mereka yang akan menjadi pengguna sasaran pengaturan hukum. Segala sesuatu yang akan
menjadi hukum di dalam masyarakat akan ditentukan oleh sikap pandangan dan nilai-nilai yang dihayati dalam masyarakat yang bersangkutan.
55
Oleh karena itu betapa eratnya hubungan antara hukum dengan masyarakat.
52
Lawrence M. Friedman, The Legal System: A Social Science Perspective New York: Rusel Sage Foundation, 1975, 15
53
Muchtar Kusumatmadja, Hukum Masyarakat dan Pembinaan Hukum Bandung Bina Cipta, 1976, 31
54
Para anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat MPR, Dewan Perwakilan Rakyat DPR, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DPRDPara pejabat di lingkungan pemerintahan
pusat maupun daerah, para anggota mahkamah agung dan badan peradilan di bawahnya dan para anggota lembaga-lembaga tinggi negaralainny. Begitu juga pihak-pihak kepolisian, pengacara dan
lain sebagainyayang bekerja dalm lingkungan penegak hukum.
55
Jimly Ashshidiqie, Format Kelembagaan Negara dan Pergeseran Kekuasaan dalam UUD 1945 Yogyakarta: FH UII Press, 2005, 30
21
6. Menurut Thomas Aquinas, pada hakikatnya manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa dengan kelebihan dan kesempurnaan yang tidak
dimiliki oleh makhluk-makhluk lain, perbedaan tersebut ditandai dengan adanya norma-norma atau aturan-aturan yang didalamnya memuat unsur
tatanan, moral, etika, perikemanusiaan dan perikeadilan,
56
sebagaimana hukum alam juga mempunyai arti sikap saling menghargai dan berbuat
adil,
57
bersusila serta berbuat seirama dengan peraturan, misalnya, tatanan masyarakat dan tatanan sebuah negara.
58
Sebagaimana penjelasan yang dimunculkan oleh Thomas Aquinas bahwa “dunia ini diatur oleh tatanan
ke-Tuhanan, seluruh masyarakat dunia ini diatur oleh akal ke-Tuhanan, hukum ke-Tuhanan adalah yang tertinggi. Thomas Aquinas menilai
adanya hubungan Tuhan dan manusia secara alamiah, dan ia berhasil menyimpulkan empat pembagian yang digandengkan dengan pengertian
hukum alam, yakni: lex aeterna, lex naturalis, lex devina dan lex humana atau lex positif.
59
Dengan demikian, Indonesia yang penduduknya mayoritas beragama
56
Menurut W.A.M. Luypen 1922-1980, Apa artinya keadilan itu?, tafsiran Luypen tentang keadilan ialah: memperhatikan tugas dan kewajiban untuk mempertahankan dan
memperkembangkan perikemanusiaan, segala yang memajukan perikemanusiaan adalah adil dan yang menentangnya adalah tidak adil, akan tetapi isi perikemanusiaan tidak pernah dapat
ditetapkan sebagai sesuatu yang kekal dan tidak ada norma-norma hukum yang alam yang tetap, berkembang dengan berputarnya sejarah. Lihat Theo Huijbers, Filsafat Hukum Dalam Lintasan
Sejarah Yogyakarta : Kanisius, 1982, Cet. Ke-15, 263.
57
Pandangan ini ditentang oleh beberapa pemikir, terutama pemikir yang beragama Kristen yang beraliran Protestan, menurut mereka teori-teori hukum alam tidak menjamin
keadilan, oleh karena belum tentu apa yang disebut hukum alam mengandung prinsip-prinsip keadilan. Lihat Theo Huijbers, Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah, 264.
58
Calvin 1509-1564, ia penganut aliran Protestantisme yang menolak adanya suatu hukum alam dalam arti yang lama, yakni sebagai suatu hukum yang lama, yakni sebagai suatu
hukum yang terikat pada aturan alam dan mencerminkan rencana abadi dari Tuhan, ia menambahkan bahwa Tuhan menciptakan dalam hati manusia suatu rasa keadilan; inilah hukum
alam baru, setiap pribadi mempunyai keyakinan dan hak tertentu yang tidak boleh dirongrong oleh negara dan ia menolak absolutisme negara. Lihat Theo Huijbers, Filsafat Hukum Dalam Lintasan
Sejarah, 54.
59
Lex Aeterna adalah akal ke-ilahian yang menuntun seluruh gerakan semesta alam, cakupannya luas dan sulit untuk dipahami, manusia hanya dapat memahami sebagaian saja akal
ke-ilahian itu yaitu disebut Lex Naturalis. Lex Naturalis memberikan pedoman atau pandangan kepada manusia melalui petunjuk umum yaitu tentang persoalan baik dan buruk. Dalam filsafat
Aquinas, Lex Aeterna yang pada prinsipnya mengandung asas-asas yang abstrak itu dilengkapi dengan petunjuk-petunjuk khusus yang berasal dari tuhan tentang bagaimana manusia harus
menjalani hidupnya, fungsi ini dijalankan oleh Lex Devina. Otje Salman dan Anton F Susanto, Teori Hukum, cet. 1 Bandung: Refika Aditama, 2004, 158.
22
Islam, tentunya hukum yang paling relevan dan laik dengan jiwa bangsa adalah hukum positif yang sesuai dengan agama yang dianut, yakni hukum
yang sesuai dengan al-Qur’ân dan as-Sunnah. Kepatuhan atau loyalitas terhadap sistem ekonomi syariah sesuai dengan teori receptio in complexu
yang dikemukakan oleh Lodewijk William Christian van den Berg yang pada intinya mengatakan bahwa hukum mengikuti agama yang dianut oleh
seseorang. Kalau orangnya beragama Islam, maka hukum Islamlah yang berlaku baginya. Menurutnya orang Islam yang ada di Indonesia telah
melakukan resepsi hukum Islam secara keseluruhan.
60
G. Metodologi Penelitian 1. Jenis