103
Secara umum, perkembangan legislasi hukum Islam di Indonesia dewasa ini telah sampai pada tingkat yang cukup memuaskan. Sejumlah dimensi ajaran
agama yang selama ini belum tuntas diperjuangkan, mulai menampakkan tanda- tanda akan diterima. Memang terdapat ajaran hukum Islam yang mempunyai
kendala untuk dilegalkan, dengan alasan substansinya tidak sesuai dan bertabrakan dengan peraturan-peraturan di atasnya. Untuk kasus seperti ini, upaya
legalisasi berbagai elemen hukum bisa jadi mustahil akan berhasil. Karena bersifat umum, eksistensi peraturan yang lebih dahulu ada ini biasanya
diperuntukkan bagi semua golongan, dan bersifat universal. Jika di paksakan untuk diganti, kemungkinan besar akan menimbulkan gejolak sosial, yang cost-
nya sangat mahal. Dengan demikian pemilahan dan penentuan skala prioritas materi hukum Islam yang dicitakan legalisasinya menjadi langkah awal yang
harus ditempuh. Bukankah melegalkan status peraturan atau ketentuan hukum yang secara sosiologis telah hidup dalam masyarakat terasa lebih mudah
dibandingkan dengan memaksakan hukum ideal yang terdapat dalam kitab-kitab hukum, begitu juga tentunya dengan legalisasi hukum Islam.
3. Lahirnya Politik Hukum Islam
Pembahasan mengenai politik, atau yang biasa di sebut ilmu politik lahir ketika manusia mulai memikirkan bagaimana mereka dan nenek moyang mereka
diperintah. Persoalannya ialah apakah peraturan ini perlu diterima atau tidak dan mengapa sebagian masyarakat memilih peraturan yang berbeda dari masyarakat
lain.
22
Dengan kata lain, pemisahan dalam pengertian aktivitas memelihara ketentraman, yang berarti pengaturan hubungan antara manusia dalam pengertian
luas.
23
22
Sebenarnya Praktik politik sama tuanya dengan masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu, manusia dalam sebuah komunitas harus menerima peraturan tingkah laku tertentu, walaupun peraturan
tersebut hanya bertujuan melindungi keberadaan komunitas dan mencegah para anggotanya untuk saling membunuh satu sama lain. Lihat Simamora, Ilmu Politik Jakarta : Rineka Cipta, 1991, 1.
23
Kartono, Pengantar Sosiologi Politik Jakarta: Raja Grafindo Persada,1997, Cet. Ke-6, 4.
104
Dalam hubungan dengan politik Islam, al- Qorodwiy menyebut dengan istilah As- siyâsah Ash-shar’iyah. Sebab makna Ash- Shar’iyah dalam konteks ini
adalah yang menjadi pangkal tolak dan sumber bagi As- siyâsah politik dan menjadikannya tujuan bagi As- siyâsah.
24
Pengertian ini berkaitan dengan pandangan ulama dahulu yang mengartikan politik pada dua makna: Pertama,
makna umum, yaitu menangani urusan manusia dan masalah kehidupan dunia mereka berdasarkan syariat agama.
25
Oleh karena itu mereka mengenal istilah khilafah, yang berarti perwakilan dari Rasulullah SAW. untuk menjaga agama
dan mengatur dunia. Kedua, makna khusus, yaitu pendapat yang dinyatakan pemimpin, hukum dan ketetapan-ketetapan yang dikeluarkannya untuk
menangkal kerusakan yang akan terjadi membasmi kerusakan yang sudah terjadi, atau memecahkan masalah khusus.
Dalam Islam tidak ada pemisahan antara agama dan politik. Keduanya secara organis berhubungan, bahkan juga integral dengan struktur ekonomi suatu
negara Islam. Baik al-Qur’ân, Hadith maupun sejarah Islam membuktikan hal itu. Agama dan politik saling terkait, bahkan saling membutuhkan. Pada saat awal
kehadiran Islam, masalah pertama yang dihadapinya adalah politik. Sebab tanpa peranan politik, Islam tidak tidak akan mampu hidup. Islam harus memiliki
kekuasaan demi kelancaran mekanisme pengembangan agama. Di sini pula dapat terbukti bahawa berkembanganya suati agama sangat bergantung pada kondisi
politik tertentu. Apabila kondisi politik itu memungkinkan untuk melancarkan manuver politik keagamaan, besar kemungkinan agama itu dapat berkembang,
begitu pula sebaliknya.
26
Dengan demikian, yang di maksud dengan politik Islam
24
Yusuf Al- Qorodwiy, As Siyâsah Ash- Shar’iyyyah, terjemahan Kathur suhardi, Pedoman Bernegara dalam persfektif Islam Jakarta: Pustaka Al- Kautsar, 1999, 34-35.
25
Oleh karena itu Abul A’la Al-Maududi menyatakan bahwa Islam merupakan tatanan yang sempurna, keseluruhan yang bulat, yang berdasarkan diri pada himpunan postulat jelas yang pasti.
26
Hijrahnya Nabi Muhammad SAW. dari Mekkah ke Kota Madinah adalah manuver politik pertama yang dilakukannya dan merupakan kota yang memungkinkan dan potensial untuk
105
adalah politik yang didasarkan atas syari’at yang berasal dari al- Quran dan As- Sunnah.
Istilah yang didasarkan diatas, mengandung pengertian interpretasi nas- nas
̣̣ al-Qur’ân dan As-sunnah tentang prinsip-prinsip politik dalam Islam. Di dalamnya di yakini milik prinsip-prinsip itu, sebagaimana telah dicontohkan oleh
Rasulullah SAW, bahwa Islam pertama-tama tampil sebagai agama yang tercermin dalam ajaran tentang ketuhanan dan kehidupan yang baik, kemudian
membentuk wilayah negara sebagai alat untuk memberikan perlindungan terhadap umat dan meningkatkan kehidupan yang baik, dan akhirnya menjadi
budaya yang memadukan peradaban luhur yang telah dihasilkan manusia selama ribuan tahun dan melenyapkan peradaban lain yang tidak sejalan dengan kerangka
tujuan budaya islam. Oleh karena itu, islam telah meletakkan sistem kekuasaan yang bukan sistem aristokrasi maupun teokrasi
27
, sehingga prinsip-prinsip kekuasaan dalam Islam harus menjadi landasan utama dalam politik Islam.
Kekuasaan yang dicari dalam Islam, bukanlah untuk kekuasaa itu sendiri, bukan pula perluasan kekuasaan pribadi atau kolektif. Islam menempatkan kekuasaan
dalam kerangka morala yang aktif. Kekuasaan bukanlah tujuan, tetapi sarana untuk mengabdi kepada SWT. Kekuasaan adalah alat untuk mencari kehidupan
abadi yang bahagia dan merupakan sumber rahmat dan keadailan bagi ummat manusia. Dengan demikian, politik Islam bermakana pengaturan, pengurusan, dan
pemeliharaan berbagai urusan masyarakat dengan tatanan yang sesuai dengan Islam.
Tidak dapat dipungkiri bagi kaum muslimin dewasa ini bahwa Islam merupakan jalan hidup yang meliputi aspek-aspek fisik, politik, dan spiritual.
pengembanagn agama. Lihat Fachry Ali, Pancasila dan pergulatan Politik Jakarta: Pustaka Antara, 1984, 3.
27
Ahmad Yamin, Yaumul Islâm, Terjemahan Abu Laila dan Muhammad Tohir, Islam Dari Masa Ke Masa Bandung, Rosda, 1987, 59.
106
Sha’riah atau jalan hidup Islam meliputi perundang-undangan hukum, politik, upacara keagamaan serta moral. Hukum Islam atau fikih tidak terbatas hanya
pada masalah-masalah sipil dan kriminal, melainkan juga mengatur berbagai urusan politik, ekonomi, sosial, nasional, Islam tidak memisahkan agama dari
politik.
28
Menurut A. Ezzati
29
sama halnya dengan sumber-sumber hukum sipil dan hukum pribadi, ada empat sumber politik Islam, yakni sebagai berikut :
a. Al-Qur’ân sebagai kumpulan wahyu Illahi yang bertalian secara langsung
maupun tidak langsung dengan sasaran politik dan konstitusi, yakni yang menyatakan dengan jelas bahwa kedaulatan atau otoritas adalah tetap pada
semata. Oleh karena itu, Al-Qur’ân secara tegas mengutuk kekacauan dan anarki.
b. Sunnah; Nabi Muhammad SAW, sebagai utusan mendirikan negara
muslim pertama yang dijelaskan dengan perkataan, perbuatan serta persetujuan politik, prinsip-prinsip konstitusi serta perundang-
undangannya. Nabi SAW, menekankan perlunya tatanan, organisasi, dan otoritas dalam masyarakatmuslim.
c. Ijma’ atau konsensus masyarakat Muslim dan fuqaha telah
direkomendasikan sebagai salah satu hukum utama oleh Al-Qur’ân dan As-Sunnah. Rasulullah SAW. bersabda, “Umatku tidak akan pernah
bersepakat dalam kesalahan, karena itu Ijma’ juga dibutuhkan untuk pemerintahan Islam”.
d. Qiyas analogi, menurut mazhab Sunni dan ‘aql akal manusia menurut
Syi’ah juga diterima sebagai salah satu dari empat sumber utama hukum Islam Fiqh yang umumnya meliputi politik dan hukum konstitusi.
28
Iqbal Ahmad, Realitas Politik Islam, Terjemahan Utsman Efendi dalam Majalah Pesantren, No. 2, 1988, P3M, Jakarta, 3.
29
A. Ezzati, The Revolutionary Islam, Terjemahan agung Sulistiadi, Gerakan Islam, Sebuah Analisis Jakarta :Pustaka Hidayah, Hal. 3
107
Selain itu, ada beberapa sumber tambahan untuk politik dan spekulasi konstitusi, yakni:
1. Praktik yang dicurahkan para khalifah dan penguasa Muslim;
2. Karya-karya tentang politik dan konstitusi yang dapat dijadikan sebagai
teladan; 3.
Pemakaian, praktik dan adat istiadat yang dilakukan masyarakat Muslim; 4.
Karya-karya tentang politik, konstitusi, ilmu pengetahuan sosial, dan berbagai disiplin lain yang relevan;
5. Karya- karya tentang bidang administratif, fiskal, militer dan subjek-
subjek yang tergabung; 6.
Karya-karya tentang hukum internasional yang umum; 7.
Leteratur mengenai politik dan topik-topik yang relevan; 8.
Karya-karya tentang hukum Islam pada umumnya; 9.
Karya-karya tentang Ilmu agama Islam, terutama karya-karya mengenai nilai-nilai teopolitik;
10. Karya-karya mengenai sejarah Islam dan filsafat.
Prinsip yang paling mendasar dan terpenting yang harus ditegakkan dalam dasar-dasar politik islam adalah berkaitan dengan prinsip ajaran Islam, yakni
ajaran Tauhid, monoteisme dalam pengertiannya yang paling tegas, tauhid bukan sekedar suatu prinsip teologi, tetapi juga merupakan landasan utama dalam
epistimologi Islam dan prinsip yang mendasar dari metodologi Islam serta semua studi mengenai Islam. Sesuai dengan prinsip otoritas ini, kedaulatan, keputusan,
dan kekuasaan serta hak memberi perintah adalah semata-mata milik SWT. Al- quran menyatakan semua itu sebagai postulat dasar. Seseorang yang memiliki
keyakinan seperti ini sampai ke lubuk hati dan jiwanya, dan tidak sekedar pengakuan di lisan, maka seseorang tersebut telah menemukan kebenaran dan
kebaikan hidup, baik di dunia maupun di akhirat kelak. Dengan demikian, prinsip
108
ini harus menjadi dasar dalam konstitusi Islam dalam sebuah pemerintahan negara.
Prinsip dasar tauhid dalam politik memberikan pembenaran atas segala usaha untuk mendirikan suatu tatanan Illahi, suatu pemerintahan dan sistem
politik yang adil serta tidak mengenal imperialisme, kediktatoran, kolonialisme, keajaiban, penindasan, tirani, politik kekuasaan serta segala bentuk model dan
jenis peraturan yang bertentangan dengan ajaran tauhid jadi masyarakat muslim muwâhid yang baik dengan sistem sosio-politik Islam adalah masyarakat dengan
sistem tauhid yang benar. Dengan demikian, pada dasarnya prinsip utama dalam politik Islam adalah
iman terhadap keesaan dan kekuasaan SWT, dan ini merupakan landasan sistem sosial dan moral yang ditanamkan oleh para Rasul, kedaulatan ada di tangan
sehingga sendirilah yang merupakan pemberi hukum Tata aturan yang Rasulullah SAW. tegakkan bersama-sama para kaum
mukmin di Madinah, apabila ditinjau dari segi kenyataan dan dibandingkan dengan ukuran-ukuran politik pada masa modern ini dapatlah kita katakan bahwa,
tata aturan itu merupakan tata aturan politik. Dalam pada itu tidak ada hubungan untuk kita menyatakan bahwa tata aturan itu berciri keagamaan, yaitu apabila kita
lihat kepada tujuan-tujuannya dan penggerak-penggeraknya.
30
Jika demikian, dapatlah kita mengatakan, bahwa tata aturan Islam itu adalah tata aturan yang bersifat politik dan bersifat agama. Hal itu adalah karena
hakikat Islam meliputi segi-segi kebendaan mâlliyah dan segi-segi kejiwaan rûhiyah dan dia mencakup segala amal insani dalam kehidupan duniawiyah dan
ukhrawiyah. Sebenarnya falsafah Islam adalah falsafah yang mencampurkan antra urusan dunia dengan urusan akhirat yang saling menjalin yang tidak dapat
dipisahkan satu dengan yang lainnya. Karena itu, kedua segi itu menyusun suatu
30
Teungku Muhammad Hasbi Ashiddieqy, Islam dan Politik Bernegara Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2002 Cet. Kedua, 5.
109
kesatuan yang harmonis. Inilah hakikat tabiat Islam yang dikuatkan dengan bukti- bukti sejarah dan inilah yang menjadikan akidah bagi umat Islam. Kebanyakan
orientalis ahli masalah Islam telah menemukan hakikat-hakikat ini. Dalam pada itu, ada segelintir putra Islam yang mengakui dirinya sebagai jamaah
pembaharuan, menolak hakikat ini. Mereka berpendapat, bahwa hakikat Islam hanyalah: dakwah diniyah, yang hanya mengatur hubungan manusia dengan
Tuhannya. Tidak ada hubungan apa-apa dengan masalah keduniaan, seperti peperangan, urusan-urusan politik. Mereka berkata: “Inna al-dîna shai-un wa al-
siyâsatu shay-un âkhar agama adalah suatu hal dan politik adalah suatu hal yang lain”.
B. Transformasi Hukum Islam Dalam Hukum Nasional