Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

6 Upaya untuk mewujudkan agar seseorang mempunyai pribadi atau perilaku yang baik perlu mendapatkan pembentukan yang lebih baik lagi agar sikap dan perilakunya dapat tumbuh sesuai dengan tuntunan ajaran Islam.Oleh sebab itu apabila baik akhlaknya maka baik pula sikap serta perilakunya, dan sebaliknya apabila rusaknya akhlaknya maka rusak pula sikap serta perilakunya. Berbeda dengan etika dan moral yang lebih menampilkanaspek lahiriah, maka akhlak mencakup perbuatan atau keadaa lahir dan batin. Dalam hubungan ini Allah berfirman dalam Al- Qur’an yang artinya: “Katakanlah Tuhan hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, mengharamkan kamu mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan Hujjah untuk itu, dan mengharamkan kamu mengada-adakan terhadap Allah apa yang kamu tidak ketahui.” Firman Allah Swt dalam Al- Qur’an surat Al-Imran ayat 134 yang berbunyi:                Artinya: “ yaitu orang yang berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan kesalahan orang lain. Dan Allah mencntai orang yang berbuat kebaikan.” 8 Maka salah satu untuk memiliki akhlak atau perilaku yang baik serta menanamkan nilai-nilai yang baik kepada para putra-putri kita maka harus memasukan mereka kepada lembaga pendidikan yang dinamakan sekolah. Baik itu tingkat SD atau MI hingga tingkat atas Yaitu Perguruan Tinggi yang terdapat Mata Pelajaran Agama Islam. Di sekolah Madrasah Tsanawiyah 8 Moh. Ardani, Akhlak- Tasawuf : Nilai-nilai AkhlakBudipekerti dalam Ibadat Tasawuf, Jakarta: CV. Karya Mulia, 2005, h. 60. 7 MTs adalah sekolah yang mengajarkan nilai-nilai yang baik, bermoral yang baik, serta perilaku yang baik.Agar para generasi muda penerus bangsa Indonesia ini memilki akhlak yang bermoral tinggi, serta berperilaku sesuai dengan cerminan yang ada di dalam ajaran-ajaran Islam sesuai dengan tuntunan Al- Qur’an Kitab Suci yang Mulia. Pendidikan Aqidah Akhlak di Madrasah Tsanawiyah MTs As- Sa’adah menanamkan berperilaku yang baik atau berbudi perkerti yang baik, kearah yang mencerminkan tuntunan dari ajaran Islam. Penguasaan siswa terhadap materi mata Pelajaran Aqidah Akhlak yang telah di pelajari di Madrasah Tsanawiyah MTs As- Sa’adah serta pengaruhnya dengan perilaku siswa sebagai berikut: a. Mata pelajaran Aqidah Akhlak yang dimaksud adalah penguasaan bahan materi untuk meningkatkan pengetahuan siswa, pemahaman bagi siswa, dan penerapan materi mata Pelajaran Aqidah Akhlak di Madrasah Tsanawiyah MTs As- Sa’adah. b. Perilaku siswa yang dimaksud adalah setiap gerak-gerik atau perilaku siswa yang dimilikinya sebagai hasil dari belajar Aqidah Akhlak. Tingkah laku Afektif adalah tingkah laku yang menyangkut keanekaragaman perasaan seperti: takut, marah, sedih, gembira, kecewa, senang, benci, was-was, dan sebagainya. Tingkah laku seperti ini tidak lepas dari pengaruh pengalaman belajar. 9 Dari uraian latar belakang di atas, maka untuk membuktikan tersebut, penulis tertarik untuk membahas serta menelitinya. Oleh karena itu, dilakukan penelitian dengan berjudul : “Hubungan Pendidkan Aqidah Akhlak dengan Perilaku Siswa di Madrasah Tsanawiyah MTs AS- Sa’adah Jakarta Timur.” 9 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006, Cet. ke- 12, h. 121. 8

B. Identifikasi Masalah

Dari latar belakang di atas, maka penulis dapat membuat identifikasi masalah sebagai berikut : 1. Masih banyak siswa yang belum menghormati guru di sekolah. 2. Kurangnya perhatian dan kasih sayang dari kedua orang tua. 3. Pengaruhnya perilaku yang tidak baik di sekolah maupun di luar lingkungan sekolah Madrasah Tsanawiyah MTsAS- Sa’adah.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan idenfikasi masalah di atas, penelitian ini di batasi pada: Hubungan Pendidikan Aqidah Akhlak dengan Perilaku Siswa di Madrasah Tsanawiyah MTsAs- Sa’adah Jakarta-Timur.

D. Perumusan Masalah

Sesuai dengan lingkup masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : Adakah Hubungan Pendidikan Aqidah Akhlak dengan Perilaku Siswa diMadrasah Tsanawiyah MTs As- Sa’adah Jakarta Timur.

E. Tujuan Penelitian

Dari perumusan masalah diatas, maka tujuan yang hendak dicapai penelitian ini adalah untuk mengetahui Hubungan antara Pendidikan Aqidah Akhlak dengan Perilaku Siswa di Madrasah Tsanawiyah MTsAs- Sa’adah Jakarta Timur.

F. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapakan dapat memberikan manfaat bagi beberapa pihak dan secara rinci manfaat penelitian ini dapat di uraikan sebagai berikut : 1. Sebagai masukan bagi para guru bahwa hasil penelitian ini dapat di jadikan motivasi guru. 9 2. Penulis dapat menambah wawasan dalam proses penelitian lapangan. 3. Madrasah Tsanawiyah MTs As-Sa’adah sebagai masukan dalam menentukan kebijakan lembaga ke depan juga bagi guru dapat masukan untuk meningkatan kualifikasi professional mereka. 4. Hasil penelitian ini dapat menambah semangat dan juga dapat digunakan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan tentang pendidikan khususnya pada bidang Mata Pelajaran Aqidah Akhlak. 5. Sebagai pemahaman dan penanaman guru agama terhadap Pendidikan Akhlak peserta didik yang didasarkan pada pendidikan Agama Islam di sekolah. 10

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTENSIS

A. Deskripsi Teoritik

1. Pengertian Pendidikan

Akar kata pendidikan adalah “didik” atau “mendidik” yang secara harfiah artinya memelihara dan memberi latihan. Sedangkan “pendidikan” adalah tahapan-tahapan kegiatan mengubah sikap dan perilaku seseorang atau kelompok orang melalui upaya dan pelatihan. Dalam bahasa Arab, pendidikan disebut “ tarbiyah” yang berarti proses persiapan dan pengasuhan manusia pada fase-fase awal kehidupannya yakni pada tahap perkembangan masa bayi dan kanak-kanak Jalal, 1988. Dalam sebuah Kamus Arab-Inggris Modern disebutkan bahwa kata rabb, dan tarabbana, dan tarabbabal walada memiliki arti yang sama yakni to foster atau to bring up Elias Elias, 1982, artinya memelihara mengasuh anak. Dalam bahasa Inggris, pendidikan disebut education yang kata kerjanya to educate. Padanan kata ini adalah to develop, artinya member peradaban dan mengembangkan. Istilah education memiliki dua arti, yakni arti dari sudut orang yang menyelenggarakan pendidikan dan arti dari sudut orang yang dididik. Dari sudut pendidik, education berarti perbuatan atau proses memberikan pengetahuan atau mengajarkan pengertahuan. Sedangkan dari sudut peserta didik, education berarti proses atau perbuatan memperoleh pengetahuan. 1 Dalam pengertian yang agak luas, pendidikan dapat diartikan sebagai sebuah proses dengan metode-metode tertentu sehingga orang memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan cara bertingkah laku sesuai dengan kebutuhan. Dalam pengertian yang luas dan repsentatif mewakili 1 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006, Cet. ke-12, h. 32-33. 11 mencerminkan segala segi, pendidikan ialah…the total process of developing human abilities and behavariors, drawing on almost all life‟s experiences Tardif, 1987. Seluruh tahapan pengembangan kemampuan- kemampuan dan perilaku-perilaku manusia dan juga proses penggunaan hampir seluruh pengalaman kehidupan. 2 Pendidikan, menurut Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab 1 Pasal 1, adalah usaha sadar yang dilakukan untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau latihan agar peserta didik tersebut berperan dalam kehidupan masa depannya. 3 Pendidik ialah tenaga professional yang diserahi tugas dan tanggung jawab untuk menumbuhkan, membina, mengembangkan bakat, minat, kecerdasan, akhlak, moral, pengamalan, wawasan, dan keterampilan peserta didik. Seorang pendidik adalah orang yang berilmu pengetahuan dan berwawasan luas, memiliki keterampilan, pengamalan, kepribadian mulia, memahami yang membaca dan meneliti, memilki keahlian yang dapat diandalkan, serta menjadi penasihat. 4 Pendidikan Islam sangat menekankan pendidik yang professional, yaitu pendidik yang selain memiliki kompetensi akademik, pedagogi dan sosial, juga kompetensi kepribadian. Dengan kompetensi akademik mutu penguasaan ilmu pengetahuan dan keterampilan akan dapat dicapai; dengan kompetensi pedagogi, proses belajar mengajar akan dapat dilaksanakan secara efesien dan efektif; dengan kompetensi sosial, keterlibatan masyarakat, stakeholder, dan lainnya dalam menunjang keberlangsungan pendidikan akan diberdayakan dan dimaksimalkan; dan dengan kompetensi kepribadian, hasil pendidikan dan pengajaran akan 2 Ibid, h. 10. 3 Ibid, h. 34. 4 Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Predana Media Group, 2010, Cet. ke- 1, h. 165. 12 dapat memengaruhi pembentukan watak dan karakter peserta didik yang baik. 5

2. Pengertian Aqidah Akhlak

Pengertian Aqidah Akhlak terdiri dari dua kata yaitu Aqidah dan Akhlak yang memiliki arti secara terpisah.

a. Pengertian Aqidah

Definisi Aqidah di lihat dari istilah etimologi bahasa berasal dari kata „aqid yang berarti pengikatan. Banyak sekali bahasa arab yang berkaitan dengan kata aqidah, seperti “I‟tiqad” yang berarti “Kepercayaan hati” atau “Mu‟aqid” yang berarti “yang beri „tiqad” yang mempercayai. Dengan demikan dapat diartikan, bahwa aqidah menurut bahasa adalah merupakan perbuatan hati, yaitu kepercayaan hati dan pembenarannya terhadap sesuatu atau sesuatu yang dipercayai hati. Secara termologi istilah, aqidah adalah suatu kesatuan kenyakinan yang utuh dan murni dalam hati dan perbuatan yang tersusun mulai yakin akan ke-Esa-an Allah, Malaikat-Nya, Kitab-Nya, Rasul-Nya, hari pembalasan dan Takdir baik dan buruk semuanya dari Allah. Dengan demikian aqidah juga bisa dikatakan sebagai keimanan kenyakinan kepercayaan yang sesungguhnya, yang tertanam kedalam hati dengan penuh kenyakinan, tak ada perasaan syakwangkasa dan ragu-ragu, serta mempengaruhi orientasi kehidupan, sikap dan aktivitas keseharian. Jadi iman bukan hanya sekedar ucapan dan pengetahuan tentang rukun Iman. Akan tetapi iman harus diaktualitaskan dalam setiap sendi kehidupan. Sebagaimana telah kita fahami mengenai definisi aqidah secara bahasa dan istilah, maka ruang lingkup aqidah merupakan susunan dari enam perkara yang merupakan pokok sendi dalam kehidupan manusia dengan istilah Rukun Iman, yaitu: 1 Iman kepada Allah 2 Iman kepada Malikat 3 Iman kepada Kitab Allah 4 Iman kepada Rasul Allah 5 Ibid, h. 171. 13 5 Iman kepada Hari kebangkitan Hari qiamat 6 Iman kepada Takdir Allah baik dan buruk. 6 Dalam pengertian buku Prof. Dr. Muhaimin, dkk, aqidah adalah bentuk masdar dari kata “‟aqada, ya‟qidu „aqdan-„aqidatan” yang berarti simpulan,ikatan, sangkutan, perjanjian, dan kokoh. Sedangkan secara teknis akidah berarti iman, kepercayaan, dan keyakinan. Dan tumbuhnya kepercayaan tentunya di dalam hati, sehingga yang dimaksud aqidah adalah kepercayaan yang menghujam atau simpul di dalam hati. Ibnu Taimiyah dalam bukunya “Aqidah al-Wasithiyah” menerangkan makna aqidah dengan suatu perkara yang harus dibenarkan dalam hati, dengan jiwanya menjadi tenang sehingga jiwa itu menjadi yakin serta mantap dan tidak dipengaruhi oleh keraguan dan juga tidak dipengaruhi oleh syakwasangka. Sedang Syekh Hasan al-Banna dalam bukunya al- „aqa‟id menyatakan aqidah sebagai sesuatu yang seharusnya hati membenarkannya sehingga menjadi ketenangan jiwa, yang menjadikan kepercayaan bersih dari kebimbangan dan keraguan. Kedua pengertian tersebut menggambarkan bahwa ciri-ciri aqidah dalam Islam adalah berikut: 1 Aqidah berdasarkan pada kenyakinan hati, tidak menuntut yang serba rasional, sebab ada masalah tertentu yang tidak rasional dalam akidah; 2 Aqidah Islam sesuai dengan fitrah manusia sehingga pelaksanaan aqidah menimbulkan ketentraman dan ketenangan; 3 Aqidah Islam diasumsikan sebagai perjanjian yang kokoh, maka dalam pelaksanaan akidah harus penuh keyakinan tanpa disertai kebimbangan dan keraguan; 4 Aqidah dalam Islam tidak hanya diyakini, lebih lanjut perlu pengucapan dengan kalimah “thayyibah” dan diamalkan dengan perbuatan yang saleh; 6 Sumardi, Sutrisna, Pedoman Pendidikan Aqidah Remaja, Jakarta: PT. Pustaka Quantum, 2002, Cet. ke-1, h. 31-35.