Hubungan pendidikan seks dengan akhlak siswa madrasah tsanawiyah nurul Huda curug wetan tangerang

(1)

HUBUNGAN PENDIDIKAN SEKS DENGAN AKHLAK SISWA

MADRASAH TSANAWIYAH NURUL HUDA

CURUG WETAN TANGERANG

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam

(S.Pd.I)

Oleh :

Siti Fathiyyah NIM: 106011000176

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1432 H / 2011 M


(2)

LEMBAR PERSETUJUAN

HUBUNGAN PENDIDIKAN SEKS DENGAN AKHLAK SISWA MTs SA NURUL HUDA CURUG WETAN TANGERANG

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam

Oleh:

SITI FATHIYYAH 106011000176

Di bawah bimbingan

Dra. Zikri Neni Iska, M.Psi NIP : 19690206 199503 2 001

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1432 H/ 2011 M


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi Siti Fathiyyah (106011000176) yang berjudul “Hubungan Pendidikan Seks dengan Akhlak Siswa di MTs SA Nurul Huda Curug Wetan Tangerang” diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan telah dinyatakan lulus dalam Ujian Munaqasah pada tanggal 12 Mei 2011 di hadapan dewan penguji. Oleh karena itu, penulis berhak memperoleh gelar Sarjana S1 (S.Pd.i) pada jurusan Pendidikan Agama Islam.

Jakarta, 12 Mei 2011

Panitia Ujian Munaqasah

Tanggal Tanda Tangan

Ketua Jurusan PAI

Bahrissalim, M.Ag ..………..

NIP. 19680307 199803 1 002

Sekretaris Jurusan PAI Drs. Sapiudin Sidiq, MA NIP. 19670328 200003 1 001

Penguji I

Dr. Sururin, M.Ag

NIP. 19710319 199803 2 001

Penguji II

Drs. Sapiudin Sidiq, MA NIP. 19670328 200003 1 001

Mengetahui:

Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan,

Prof. Dr. Dede Rosyada, MA NIP. 19571005 198703 1 003


(4)

SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Siti Fathiyyah

Tempat / Tgl Lahir : Tangerang / 15 April 1988 Jurusan : Pendidikan Agama Islam

Judul Skripsi : Hubungan Pendidikan Seks dengan Akhlak Siswa MTs SA Nurul Huda Curug Wetan Tangerang. Dosen Pembimbing : Dra. Zikri Neni Iska, M.Psi

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya buat benar-benar hasil karya sendiri dan saya bertanggung jawab secara akademis atas apa yang saya tulis. Pernyataan ini dibuat sebagai salah satu syarat menempuh Ujian Munaqasah.

Jakarta, 2 April 2011

SITI FATHIYYAH NIM. 106011000176


(5)

ABSTRAK

Siti Fathiyyah (106011000176). Hubungan Pendidikan Seks dengan Akhlak Siswa MTs SA Nurul Huda Curug Wetan Tangerang. Skripsi, Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Keresahan orangtua terhadap perkembangan free sex sudah harus mendapatkan penanganan khusus dari berbagai pihak terutama tokoh agama, aktivis pendidikan, dan pemerintah yang mendapatkan amanah dari rakyat untuk menyejahterakan dan membahagiakan kehidupan warga-bangsanya. Perhatian harus ditingkatkan karena perkembangan media dan fasilitas yang menjurus ke free sex saat ini semakin canggih, lengkap, dan mudah diakses oleh masyarakat. Fasilitas dan media yang berpotensi merusak moralitas generasi ini sudah merebak disetiap kalangan masyarakat. Ditambah lagi pengaruh luar yang menganut faham kebebasan mudah sekali masuk dengan canggihnya media dan fasilitas saat ini dan telah mempengaruhi pergaulan serta merusak moralitas bangsa kita. Pendidikan seks adalah salah satu cara untuk mengurangi atau mencegah perilaku yang menyimpang, khususnya untuk mencegah dampak-dampak negatif yang tidak diharapkan. Dari latar belakang tersebut, maka rumusan masalahnya adalah apakah ada hubungan yang signifikan antara pendidikan seks dengan akhlak siswa MTs SA Nurul Huda Curug Wetan Tangerang. Pada penelitian ini pendekatan yang digunakan bersifat kuantitatif. Populasi dalam penelitian ini adalah remaja siswa dan siswi MTs SA Nurul Huda Curug Wetan Tangerang yang berjumlah 200 siswa, sedangkan sampel dalam penelitian ini berjumlah 30 orang. Tekhnik penarikan sampel menggunakanprobability sampling dengan carasimple random sampling. Adapun tekhnik yang digunakan sebagai alat pengumpul data dalam penelitian ini adalah angket (Questionnaire) dan dokumentasi. Model angket yang digunakan adalah skala Likert, angket tersebut diuji kevalidannya dengan menggunakan rumus Pearson Product Moment dan reliabilitas dengan rumus

Alpha Cronboach. Variabel penelitian terdiri dari 2 kategori yaitu Pendidikan Seks dan akhlak. Pada analisa data penulis menggunakan korelasi Pearson Product Moment untuk mengetahui derajat hubungan antara pendidikan Seks dengan akhlak siswa. Berdasarkan hasil analisa data dengan korelasi Pearson Product Moment diperoleh hasil yang cukup kuat antara pendidikan seks dan akhlak dengan nilai r hitung = 0,838, dimana r tabel = 0,361 dengandf = 28 maka dapat dikatakan bahwa r hitung lebih besar dari pada r tabel (0,838>0,361). Dan pada uji kontribusi variabel X terhadap Y didapatkan hasil sebesar 70,22% yang artinya variabel X memberikan kontribusi terhadap akhlak siswa. Sedangkan pada uji t yaitu untuk mengetahui seberapa besar makna signifikansi variabel X terhadap variabel Y maka diperoleh hasil t hitung = 8,12 dimana t tabel = 1,70 maka t hitung lebih besar dari pada t tabel (8,12>1,70) ini menunjukkan bahwa adanya pengaruh yang signifikan antara variabel X dan Y.


(6)

KATA PENGANTAR

ﻢ ﺴ ﺑ

Alhamdulillahirabbilalamin atas berkat rahmat Allah swt. Tuhan semesta alam yang selalu memberikan limpahan karunia kepada hambanya. Skripsi yang berjudul “Hubungan Pendidikan Seks dengan Akhlak Siswa MTs SA Nurul Huda Curug Wetan Tangerang” ini telah berhasil penulis rampungkan. Guna mendapatkan gelar sarjana Pendidikan Islam (Spd.i) pada fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Shalawat serta salam semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan karunianya kepada junjungan Nabi kita, yaitu Nabi Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya, dan segenap umatnya yang senantiasa mengikutinya. Amin. Selanjutnya, selesainya penyusunan skripsi ini adalah berkat rahmat Allah SWT. Oleh karena itu terlebih dahulu penulis secara vertikal mengucapkan rasa syukur kepada Allah SWT. Dan secara horizontal juga penulis mengucapkan terima kasih atas selesainya Skripsi ini kepada pihak-pihak yang berjasa, diantaranya yaitu :

1. Prof. Dr. Dede Rosyada, MA sebagai Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, yang telah memberikan kemudahan bagi mahasiswanya dalam menyelesaikan studi di Fakultas ini.

2. Bapak Bahrissalim, M.Ag sebagai kepala jurusan PAI UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Sapiuddin Shidiq, M.Ag. Sekertaris Jurusan Pendidikan Agama Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Dra. Zikri Neni Iska, M.Psi. Dosen Pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing, memberi petunjuk dan nasehat kepada penulis dengan ikhlas demi keberhasilan penulis.

5. Seluruh dosen dan karyawan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK), terutama untuk jurusan Pendidikan Agama Islam, yang telah memberikan kontribusi, selama penulis menjadi mahasiswa.


(7)

6. Kepala Madrasah dan segenap Dewan Guru di MTs SA Nurul Huda yang telah memberikan Izin dan bantuan selama penelitian.

7. Bapak dan Umi beserta keluarga tercinta (Aa Sofyan, Teteh dede, Aa Iyak dan Ikho) yang selalu setia memberikan dukungan kepada penulis baik secara moril dan materil, serta kasih sayang yang besar sehingga penulis dapat menyelesaikan studi ini dengan baik dan lancar.

8. Sahabat-sahabatku POWER RANGERS (Suhartiningsih, Yuliana, Yunita, Ana, Cyta Soraya, Tri Marga, Santi, Hikmah Mualla dan Vitria) untuk kebersamaan, doa dan support serta kenagan manis saat menjalani hari-hari kuliah. Dan juga Apriyanti atas kebersamaannya dan setia menemani, semoga silaturahim kita tetap terjaga.

9. Sahabat-sahabatku QUARTET (Arumi, Zafira, Chairunisa) yang selalu memberikan canda, tawa, masukan, support dan kenangan manis, semoga silaturahim kita tetap terjaga.

10. Teman-teman seperjuangan mahasiswa PAI E angkatan 2006 yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, semoga selalu kompak dan silaturaturahim tetap terjaga.

Penulis hanya bisa berdoa semoga amal baik dari semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan Studi di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini di balas oleh Allah SWT.

Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.

Jakarta, April 2011


(8)

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN... ii

LEMBAR PENGESAHAN... iii

LEMBAR PERNYATAAN... iv

ABSTRAK... v

KATA PENGANTAR... vi

DAFTAR ISI... viii

DAFTAR TABEL... ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Pembatasan Masalah ... 7

D. Perumusan Masalah ... 7

E. Tujuan Penelitian ... 7

F. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pendidikan Seks ... 9

1. Pengertian Pendidikan Seks ... 9

2. Tujuan Pendidikan Seks ... 12

3. Pentingnya Pendidikan Seks bagi Remaja. ... 15

4. Materi dan Metode Pendidikan Seksual... 19

5. Konsep dan Dasar Pendidikan Seks Menurut Syariat Islam... 27

B. Akhlak ... 31

1. Pengertian Akhlak... 32

2. Metode Pembinaan Akhlak ... 32

3. Macam-macam akhlak dalam Islam ... 36

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan akhlak ... 40


(9)

D. Hipotesis... 48

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian... 49

B. Waktu dan Tempat Penelitian ... 49

C. Populasi dan Sampel ... 49

D. Tekhnik Pengumpulan Data ... 51

E. Tekhnik Pengolahan Data ... 53

F. Teknik Analisis Data... 55

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum MTs. SA Nurul Huda Curug Wetan Tangerang... 59

1. Profil Sekolah MTs SA Nurul Huda ... 59

2. Visi dan Misi MTs SA. Nurul Huda ... 60

3. Keadaan guru MTs. SA Nurul Huda... 61

4. Keadaan Siswa MTs. SA Nurul Huda ... 62

5. Sarana dan Prasarana MTs SA Nurul Huda... 63

6. Ekstra Kurikuler MTs SA Nurul Huda ... 65

7. Struktur Organisasi MTs SA Nurul huda... 66

B. Deskripsi Data... 68

C. Analisa Hubungan Dua Variabel... 69

D. Interpretasi Data ... 70

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 73

B. Saran... 74

DAFTAR PUSTAKA... 75 LAMPIRAN-LAMPIRAN


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Pergeseran norma perilaku seksual remaja ... 3

Tabel 3.2 Kriteria Penilaian Angket... 47

Tabel 3.3 Kisi-kisi Instrument Penelitian... 48

Tabel 3.4 Interpretasi Koefisien Korelasi Nilai r ... 52

Tabel 4.5 Keadaan Guru MTs. Nurul Huda Curug Wetan Tangerang ... 59

Tabel 4.6 Keadaan siswa /i MTs Nurul Huda Curug Tangerang ... 60

Tabel 4.7 Sarana dan Prasarana MTs Nurul Huda Curug Wetan Tangeran ... 61


(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Makna pendidikan secara sederhana dapat diartikan sebagai usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan. Bagaimanapun sederhananya peradaban suatu masyarakat, di dalamnya terjadi atau berlangsung suatu proses pendidikan. Karena itulah sering dinyatakan pendidikan pada hakikatnya merupakan usaha melestarikan hidup.

Istilah “pendidikan” berkenaan dengan fungsi yang luas dari pemeliharaan dan perbaikan kehidupan suatu masyarakat terutama membawa warga masyarakat yang baru (generasi muda) bagi penunaian kewajiban dan tanggungjawabnya di dalam masyarakat. Jadi pendidikan adalah suatu proses yang lebih luas daripada proses yang berlangsung di dalam sekolah saja. Pendidikan adalah suatu aktivitas sosial yang esensial yang memungkinkan masyarakat yang kompleks, modern, fungsi pendidikan ini mengalami proses spesialisasi dan melembaga dengan pendidikan formal, yang tetap berhubungan dengan proses pendidikan in-formal di luar sekolah.1

Maka, negara mempunyai hak dan kewajiban untuk menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran bagi warga negaranya, sesuai dengan dasar-dasar dan tujuan Negara itu sendiri, yaitu mengatur kehidupan umum menurut ukuran-ukuran yang sehat sehingga menjadi bantuan bagi pendidikan keluarga dan dapat mencegah apa-apa yang merugikan perkembangan anak untuk mencapai kedewasaanya.2

Pendidikan diartikan sebagai proses timbal balik dari tiap pribadi manusia dalam penyesuaian dirinya dengan alam, dengan teman, dan dengan alam semesta. Pendidikan merupakan pula perkembangan yang terorganisasi

1 M. Noor Syam, Dkk, ”

Pengantar Dasar-dasar Kependidikan”, (Surabaya, Uasaha

Nasional : 1981). h. 2-4

2 M. Ngalim Purwanto, ”

Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis”, (Bandung, PT.


(12)

dan kelengkapan dari semua potensi manusia, moral, intelektual dan jasmani (panca indera), oleh dan untuk kepribadian individunya dan kegunaan masyarakatnya, yang diarahkan demi menghimpun semua aktivitas tersebut bagi tujuan hidupnya (tujuan terakhir). Pendidikan adalah proses dimana potensi-potensi ini (kemampuan, kapasitas) manusia yang mudah dipengaruhi oleh kebiasaan-kebiasaan supaya disempurnakan oleh kebiasaan-kebiasaan yang baik, oleh alat (media) yang disusun sedemikian rupa dan dikelola oleh manusia untuk menolong orang lain atau dirinya sendiri mencapai tujuan yang ditetapkan.3

Melihat tujuan pendidikan di atas yakni mengatur kehidupan umum menurut ukuran-ukuran yang sehat dan dapat mencegah apa-apa yang merugikan perkembangan anak untuk mencapai kedewasaanya, dewasa ini telah terjadi pergeseran nilai yang membuat masyarakat semakin resah terutama kalangan orang tua dan para pendidik. Dimana melihat anak-anak bergaul dengan bebas bersama dengan lawan jenisnya. Panti-panti pijat bertambah banyak, pelacuran-pelacuran gentayangan. Akhirnya banyak korban berjatuhan, hamil sebelum nikah, bayi-bayi lahir tanpa ayah atau orang-orang kena penyakit hubungan sex (PHS). Gejala-gejala tingkah laku seksual yang bebas, tidak dapat dipungkiri lagi kehadirannya telah merusak kaum muda bahkan di kalangan orang tuapun dan anak-anak di bawah umur menunjukkan demikian. Apalagi kalau ditelusuri jaringan-jaringannya melalui media-media massa dan elektronik lainnya seperti film-film, majalah foto-foto, dan buku-buku porno sudah bukan rahasia lagi.

DR. Sarlito Sarwono menjelaskan bahwa di Ibukota, penyimpangan seks sering timbul pada remaja karena pengetahuan mereka tentang seks lewat media massa. Menurut analisa yang diperolahnya 50% kaum remaja dikota-kota besar lebih cepat mengathui tentang sex lewat buku dan majalah dan sebagainya.4

3 M. Noor Syam, Dkk, ”

Pengantar Dasar-dasar Kependidikan”, (Surabaya, Uasaha

Nasional : 1981), h. 7

4 Sarlito W. Sarwono, “

Pergeseran Norma Perilaku Seksual Kaum Remaja”, (Jakarta,


(13)

Lihat table dibawah ini

Tabel 1.1

Pergeseran norma perilaku seksual remaja

No Sumber Penerangan Jumlah Responden %

1 2 3 4 5 6 7 Teman Guru Orang Tua Psikolog Dokter Lain-lain Tidak menjawab 183 122 78 43 37 71 7 52.3 34.9 22.3 12.3 10.6 20.3 2.0

Jumlah Jawaban 541 154.7

Sumber : Dr. Sarlito W. Sarwono, “Pergeseran Norma Perilaku Seksual Kaum Remaja”, (Jakarta, CV. Rajawali : 1981), h. 22

Gambaran di atas jelas menunjukkan keadaan yang tidak ideal, dimana seharusnya orang tua merupakan sumber informasi utama tentang seksualitas bagi remaja, dalam kenyataannya teman-temanlah yang menjadi sumber penerangan utama. Dapat dimaklumi bahwa keterangan-keterangan yang diperoleh dari teman itu bisa tidak benar atau hanya setengah benar. Disamping itu, nilai dan etika tentang seksualitas yang seharusnya disampaikan oleh orang tua jadi tak tersampaikan. Akibatnya tentu adalah makin cepatnya terjadi pergeseran nilai dari nilai lama yang masih dianut orang-orang tua kepada nilai baru masa kini yang jadi panutan anak-anak muda sekarang.5

Maka pendidikan seks adalah salah satu cara untuk mengurangi atau mencegah penyalahgunaan seks, khususnya untuk mencegah dampak-dampak negatif yang tidak diharapkan. Seperti kehamilan yang tidak direncanakan, penyakit menular seksual, depresi, dan perasaan berdosa. Akan tetapi dipihak lain, ada pihak-pihak yang tidak setuju dengan pendidikan seks. Hal itu karena dikhawatirkan dengan pendidikan seks, anak-anak yang belum saatnya tahu tentang seks jadi mengetahuinya. Selanjutnya, karena dorongan

5 Sarlito W. Sarwono, “

Pergeseran Norma Perilaku Seksual Kaum Remaja”, (Jakarta,


(14)

keingintahuan yang besar yang ada pada remaja, mereka jadi ingin mencobanya.

Pandangan pro-kontra pendidikan seks ini pada hakikatnya tergantung sekali pada bagaimana kita mendefinisikan pendidikan seks itu sendiri. Jika pendidikan seks diartikan sebagai pemberian informasi mengenai seluk beluk anatomi alat kelamin, fungsinya dan perbedaan struktur tubuh antara laki-laki dan wanita. dan proses faal dari reproduksi manusia semata ditambah dengan teknik-teknik pencegahannya (alat kontrasepsi), kecemasan yang disebutkan di atas memang beralasan.6 Model pendidikan seksual seperti itu adalah model pendidikan seksual yang dibuat oleh kaum hedonis. Yang hanya mengarahkan kepada masalah-masalah kenikmatan-kenikmatan biologis semata. Dengan demikian, masalah seksual menjadi sempit, yakni hanya berkisar pada masalah coitus (persetubuhan).

Patutlah kiranya, pendidikan seksual yang diselenggarakan terhadap anak harus menyertakan faktor keimanan (akidah). Sehingga arti seksual tidak sebagaimana yang digambarkan kaum hedonis, namun mencakup pengertian yang luas. Adanya alat kelamin yang berbeda antara laki-laki dan wanita misalnya, tidak semata diterangkan sebagai alat untuk mencapai kenikmatan biologis. Tapi perlu diterangkan juga tentang kemahabesaran Allah sebagai Al- Khaliq (pencipta). Dengan alat kelamin yang telah diciptakan tersebut, Allah telah membuat sarana bagi manusia untuk menjaga kelestarian komunitasnya.

Disamping itu, pendidikan seksual tidak lepas pula kaitannya dengan akhlak. Pendidikan seksual yang berakhlak adalah pendidikan seksual yang mengajarkan tentang bagaimana cara bergaul dan berhubungan dengan orang lain secara bertanggung jawab. Oleh karena itu, setiap individu harus mampu menjaga dirinya agar setiap sikap dan tindakannya tidak menimbulkan dampak penyimpangan seksual pada orang lain.

6 Sarlito W. Sarwono, “

Psikologi Remaja”, (Jakarta, PT.Raja Grafindo Persada : 2008), h. 190


(15)

Pendidikan seksual termasuk bagian dari pendidikan akhlak. Dan bentuk perilaku seksual yang sehat merupakan buah dari kemuliaan akhlak. Sedangkan kemuliaan akhlak tidak mungkin teraih tanpa adanya keimanan yang lurus dan kokoh. Oleh karena itu, keimanan yang kokoh sebenarnya yang mampu mengarahkan perbuatan seksual menjadi suci dan terhormat.

Dengan demikian, pendidikan seksual yang terintegrasi antara semua unsur di atas, yakni unsur akidah dan akhlak, maka akan terbentuk manusia-manusia yang berperilaku sempurna. Kalbunya senantiasa dipenuhi dengan dzikir kepada Allah, sehingga setiap perbuatannya selalu terkontrol dan terpelihara. Begitulah sebaik-baiknya manusia. Manusia yang terangkat derajatnya karena perilaku yang diperbuatnya.

)

(

“Sungguh aku diutus untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak”. (HR.

Baihaqi dn Hakim)

Itulah tujuan yang hendak dicapai oleh Rasulullah saw dengan dakwahnya kepada segenap umat manusia, yakni kesempurnaan akhlak! Akhlak antar manusia dengan penciptanya, yaitu agar manusia tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun dan agar manusia selalu taat kepada-Nya. Akhlak antar manusia dengan sesamanya, yaitu agar manusia senantiasa bergaul dan berhubungan dengan sesamanya secara bertanggung jawab. Akhlak antara manusia dengan lingkungannya, yaitu agar manusia tidak berbuat kerusakan dengan tingkah lakunya, juga agar manusia membangun lingkungan dan kehidupannya dengan baik. itulah akhlak yang hendak disempurnakan Rasulullah saw.7

Secara formal institusi yang layak dijadikan sebagai tempat mendidik adalah sekolah. Sekolahlah yang mempunyai tanggung jawab besar dalam pembentukan akhlak siswa, karena sukses atau tidaknya lembaga sekolah dapat dilihat melalui kualitas akhlak anak yang telah mendapat pendidikan di

7 Ayip Syafruddin, ”

Islam dan Pendidikan Seks Anak”, (Solo, CV. Pustaka Mantiq :


(16)

sekolah. Tetapi ironis fenomena menunjukan bahwa tingkat krisis akhlak di kalangan pelajar kian meningkat, setidaknya dapat dilihat melalui masalah sosial yang ditimbulkan oleh mereka, di antaranya rambut yang tidak rapi, seragam sekolah yang kotor, merokok, memakai anting pada salah satu telinga, aksi corat-coret yang menjadi semacam seni yang dianggap wajar, pemakaian narkoba, pergaulan bebas atau free sex, tauran yang menjadi menu sehari-hari mereka.

Hal-hal di atas tentu bukan sekedar keisengan mereka, tetapi termasuk penyimpangan yang sangat serius, sehingga tidaklah berlebihan bila sebagian orang memandang sebagai masalah pendidikan nasional dan memandang masalah ini sebagai potret buram pendidikan nasional.

Anak adalah generasi yang diciptakan untuk masa mendatang. Maka sepantasnyalah bila sebagai orang tua dan pendidik memberikan bekal kepada mereka. Tidak semata bekal materi, namun lebih dari itu, anak perlu dibekali dengan nilai-nilai yang diperoleh dari hasil pendidikan. Dengan bertitik tolak pada permasalah di atas, maka penulis tertarik untuk mengkaji secara teoritik dan menuangkan dalam bentuk karya ilmiah berupa skripsi yang berjudul :

“HUBUNGAN ANTARA PENDIDIKAN SEKS DENGAN AKHLAK

SISWA MADRASAH TSANAWIYAH NURUL HUDA CURUG

WETAN TANGERANG”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, maka identifikasi masalah penelitian ini dapat diidentifikasi, yaitu :

a. Semakin maraknya pornografi dan pornoaksi

b. Menjamurnya perilaku seks bebas dikalangan remaja. c. Kurangnya pengetahuan remaja terhadap pendidikan seks. d. Banyaknya remaja yang berpacaran dikalangan para pelajar.

e. Adanya pengaruh globalisasi, perkembangan tekhnologi dan informasi yang semakin canggih memudahkan remaja membuka situs berbau pornografi yang dapat berdampak buruk terhadap moral dan akhlak.


(17)

C. Pembatasan Masalah

Agar penyusunan skripsi ini tidak terlalu meluas maka penulis membatasi pada dua variabel yang diteliti, yang terdiri dari :

1. Pendidikan seks, yang dimaksud adalah pendidikan seks menurut praktisi pendidikan dan menurut pandangan agama Islam.

2. Akhlak yang dimaksud adalah akhlak mulia, kepribadian siswa yang terpuji berhubungan dengan sosialisasi dirinya dengan orang lain.

D. Perumusan Masalah

Sesuai dengan latar belakang masalah, identifikasi dan pembatasan di atas, maka masalah tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut : Apakah ada hubungan yang signifikan antara pendidikan seks dengan akhlak siswa MTs Nurul Huda Curug Wetan Tangerang?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui pengaruh pendidikan seks dalam kehidupan beragama siswa terutama pembentukan akhlak siswa.

2. Untuk mengetahui keadaan akhlak siswa di MTs Nurul Huda Curug Wetan Tangerang.

3. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi pembentukan akhlak siswa

4. Untuk mengetahui apakah Pendidikan seks dapat berfungsi preventif terhadap hal-hal negatif dan dapat mengarahkan siswanya bersikap sesuai ajaran Islam.

F. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis, Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan kajian tentang pendidikan seks.


(18)

2. Bagi siswa, dalam rangka memperbaiki dirinya secara kontiniu agar dapat terus menerus berakhlak yang baik dan mendorong siswa untuk meningkatkan kualitas diri menghadapi perkembangan zaman serta memberikan masukan dan informasi tentang pentingnya pengetahuan pendidikan seks bagi remaja.

3. Bagi guru, dalam rangka mengoptimalkan efektifitas kerjanya sebagai pendidik dan dapat menjadi bahan masukan dan pertimbangan dalam meningkatkan akhlakul karimah siswa.

4. Bagi Sekolah, untuk dapat meningkatkan mutu sekolah. Terutama sekolah mendapatkan gambaran mengenai akhlak siswa yang ada disekolah yang bersangkutan kemudian diharapkan dapat menjadi masukan guna lebih meningkatkan mutu pendidikan dan membina akhlak yang baik. Memberikan informasi tentang pendidikan seks sehingga tidak menimbulkan penyimpangan perilaku seksual pada remaja dan sebagai bahan pengkajian dan pengembangan kurikulum terutama penilaian tentang pendidikan seks khususnya pada remaja.

5. Bagi peneliti, untuk mengetahui dan mendalami cara dan langkah penelitian yang professional baik perpustakaan maupun lapangan (library reseach dan field reseach), juga memperoleh ilmu dan pengetahuan yang baru. Untuk peningkatan pengalaman dan wawasan bagi peneliti sendiri dalam menganalisa hubungan pendidikan seks dengan akhlak siswa remaja, serta sebagai bahan referensi untuk peneliti selanjutnya.


(19)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Pendidikan Seks

1. Pengertian Pendidikan Seks

Secara umum pendidikan Seksual Menurut Sarlito dalam bukunya Psikologi Remaja adalah suatu informasi mengenai persoalan seksualitas manusia yang jelas dan benar, yang meliputi proses terjadinya pembuahan, kehamilan sampai kelahiran, tingkah laku seksual, hubungan seksual, dan aspek-aspek kesehatan, kejiwaan dan kemasyarakatan. Masalah pendidikan seksual yang diberikan sepatutnya berkaitan dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat, apa yang dilarang, apa yang dilazimkan dan bagaimana melakukannya tanpa melanggar aturan-aturan yang berlaku di masyarakat.8

Pendidikan seksual merupakan cara pengajaran atau pendidikan yang dapat menolong muda-mudi untuk menghadapi masalah hidup yang bersumber pada dorongan seksual. Dengan demikian pendidikan seksual ini bermaksud untuk menerangkan segala hal yang berhubungan dengan seks dan seksualitas dalam bentuk yang wajar. Menurut Singgih, D. Gunarsa, penyampaian materi pendidikan seksual ini seharusnya diberikan sejak dini ketika anak sudah mulai bertanya tentang perbedaan kelamin antara dirinya dan orang lain, berkesinambungan dan bertahap, disesuaikan dengan kebutuhan dan umur anak serta daya tangkap anak (dalam Psikologi praktis, anak, remaja dan keluarga, 1991). Dalam hal ini pendidikan seksual idealnya diberikan pertama kali oleh orangtua di rumah, mengingat yang paling tahu keadaan anak adalah orangtuanya sendiri. Tetapi sayangnya di Indonesia tidak semua orangtua mau terbuka terhadap anak di dalam membicarakan permasalahan seksual. Selain itu tingkat sosial ekonomi maupun tingkat pendidikan yang heterogen di 8 Sarlito Wirawan Sarwono, “

Psikologi Remaja”, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), Cet ke-6, h. 9


(20)

Indonesia menyebabkan ada orang tua yang mau dan mampu memberikan penerangan tentang seks tetapi lebih banyak yang tidak mampu dan tidak memahami permasalahan tersebut. Dalam hal ini maka sebenarnya peran dunia pendidikan sangatlah besar.9

Salim Sahli mengemukakan bahwa pendidikan seks adalah :

Sex education atau pendidikan seks artinya penerangan yang bertujuan untuk membimbing serta mengasuh tiap-tiap lelaki dan perempuan, sejak dari anak-anak sampai sesudah dewasa, perihal pergaulan antara kelamin umumnya dan kehidupan seksual khususnya agar mereka dapat melakukan sebagaimana mestinya, sehingga kehidupan berkelamin itu mendatangkan kebahagiaan dan kesejahteraan bagi umat manusia.10

Utsman Ath-Thawil dalam bukunya mengemukakan :

Bahwa yang dimaksud dengan pendidikan seksual itu, yaitu: Memberikan pelajaran dan pengertian kepada anak baik laki-laki maupun perempuan sejak ia mulai memasuki usia baligh, serta berterus terang kepadanya tentang masalah-masalah yang berhubungan dengan seks, naluri dan perkawinan, sehingga ketika ia tumbuh menjadi remaja dan memahami masalah-masalah kehidupan, ia telah mengerti akan hal-hal yang halal dan yag haram, dan ia akan senantiasa bertingkah laku yang islami, serta tidak akan memperturutkan hawa nafsu dan tidak pula menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan.11

Syeikh Abdullah Nashih ‘Ulwan menyebutkan bahwa :

Pendidikan seks adalah pengajaran, penyadaran, dan penerangan kepada anak sejak ia telah dapat memikirkan masalah-masalah seksual, naluri, dan pernikahan, sehingga ketika anak itu telah menjadi pemuda dan tumbuh dewasa diharap dapat memahami urusan-urusan kehidupan, ia dapat memahami mana perkara yang halal dan mana perkara yang haram.12

Adapun Pendidikan seks dikenal dengan istilah asingnya, yaitu :

9 Sarlito Wirawan Sarwono, “

Psikologi Remaja”, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), Cet ke-6, h. 9

10 Akhmad Azhar Abu Miqdad, “

Pendidikan Seks Bagi Remaja Menurut Hukum Islam”,

(Yogyakarta: Mitra Pustaka, 1997), Cet ke-1, h. 7-8

11

Utsman Ath-Thawil, “Ajaran Islam Tentang Fenomena Seksual”,(Jakarta: Grafindo

Persada, 1997), Cet Ke-1, h. 9

12 Abdullah Nashih Ulwan, “

Pedoman Pendidikan Anak dalam Islam”, (Bandung: Asy -Syfa, 1988), cet ke-1, h. 572


(21)

a. Ilmu tentang perbedaan kelamin laki-laki dan wanita ditinjau dari sudut anatomi, fisiologi, dan psikologi.

b. Ilmu tentang nafsu birahi

c. Ilmu tentang kelanjutan keturunan, procreation, perkembangbiakan manusia.

d. Ilmu tentang penyakit kelamin.

Pengertian-pengertian itu sebenarnya satu sama lain berhubungan. Perbedaan dari definisi tersebut hanya berbeda tujuan masalahnya.13

Dari beberapa pernyataan di atas dinyatakan bahwa pendidikan yang dikemukakan oleh pakarnya baik dari ulama muslim maupun ilmuan dibidang pendidikan seks memiliki tujuan dan misi yang sama, yaitu : Memberikan informasi, penerangan, pelajaran dan pengertian mengenai pendidikan seks.

Pendidikan seks ini bagi anak berguna untuk memberikan pengetahuan pendukung, bagaimana seorang anak harus bersikap, seperti apa yang dibolehkan dan yang tidak dibolehkan. Begitu juga melihat pertumbuhan seorang anak yang makin hari makin dewasa, maka pastinya suatu hari nanti, mereka akan mengenal dunia luar dan bergaul dan akan menggeluti kehidupan mereka. Oleh karena itu, disinilah peran pendidikan seks, karena dengan adanya pendidikan seks maka mereka dapat mengetahui bagaimana pergaulan yang baik dan benar, hal apa yang baik dan buruk bagi dia, apa yang harus ia lakukan ketika ia beranjak pada masa pubertas hingga dewasa nanti. Yang pada akhirnya ia dapat dibanggakan oleh kedua orang tuanya dan orang lain.

2. Tujuan Pendidikan Seks

Tujuan merupakan dunia cita-cita, yakni sesuatu yang ingin diwujudkan atau dihasilkan. Dalam dunia pendidikan, tujuan merupakan salah satu faktor dari komponen pendidikan yang selalu menjadi dasar

13 A. Rahmat Rosyadi, “

Islam Problem Sex Kehamilan dan Melahirkan”, (Bandung,


(22)

dalam melaksanakan apa yang telah direncanakan. Karena itu, dalam merencanakan pendidikan seks, terlebih dahulu harus dirumuskan apa tujuannya.14 Tujuan pendidikan seks secara umum, sesuai dengan kesepakatan International Conference of Sex Education and Family Planning tahun 1962, adalah :

Untuk menghasilkan manusia-manusia dewasa yang dapat menjalankan kehidupan yang bahagia karena dapat menyesuaikan diri dengan masyarakat dan lingkungannya, serta bertanggung jawab terhadap dirinya dan terhadap orang-orang lain.15

Menurut Utsman At-thawiil dalam bukunya Ajaran Islam tentang Fenomena Seksual menjabarkan tujuan dari pendidikan seksual adalah sebagai berikut :

1. Memberikan informasi yang benar dan memadai kepada generasi muda muslim sesuai dengan kebutuhannya ketika memasuki usia baligh.

2. Menjauhkan mereka dari jurang kenistaan dan lembah kemesuman. 3. Mengatasi problematika seksual para remaja melalui sudut pandang

Islam yang jauh dari hal-hal yang dapat menimbulkan rangsangan seksual.

4. Menampilkan keuniversalan, kesempurnaan, relevansi dan keampuhan Islam dalam mengatasi problematika yang dihadapi umat manusia dimanapun adanya di segala zaman.

5. Memperkokoh manhaj (metode) Islam dalam memelihara kemuliaan diri, sehingga generasi muda muslim diharapkan mampu menjelma bagaikan para Nabi dalam berakhlak dan para pendahulu mereka yang saleh dalam memelihara kesucian diri.

14 Akhmad Azhar Abu Miqdad, “

Pendidikan Seks Bagi Remaja Menurut Hukum Islam”,

(Yogyakarta: Mitra Pustaka, 1997), Cet ke-1, h. 51

15 Akhmad Azhar Abu Miqdad, “

Pendidikan Seks Bagi Remaja Menurut Hukum Islam”,


(23)

6. Agar para pemuda-pemudi Islam dapat mengerti serta mampu membedakan antara yang dihalalkan dan yang diharamkan dalam hubungan dengan masalah seksual.16

Adapun menurut ustad al-Ghawshi tujuan dari pendidikan seks adalah :

Memberikan pengetahuan yang tepat kepada anak untuk menghadapi persiapan beradaptasi secara baik dengan perilaku-perilaku seksual pada saat yang akan datang dengan maksud dapat mendorong sang anak dapat melakukan suatu kecenderungan yang logis dan benar dalam masalah-masalah seksual dan reproduksi.17

Sedangkan H. Ali. Akbar mengemukakan pendidikan seks adalah :

Tujuan dari pendidikan seks di dalam Islam adalah untuk mencapai hidup bahagia di dalam membentuk rumah tangga, yang

akan memberikan “sakinah”, ketenangan, “mawaddah”, cinta

birahi,“rahmah”, kasih sayang, serta keturunan Muslim yang taat

kepada Allah dan selalu mendo’akan orang tuanya.18

Pendidikan seks dalam Islam termasuk pada pendidikan akhlak. Sedangkan pendidikan Akhlak merupakan cabang dari pendidikan Islam. Karena itu, tujuan pendidikan seks menurut syariat Islam harus sesuai dengan tujuan pendidikan Islam, dimana tujuan utama dari pendidikan Islam adalah “pembentukan akhlak dan budi pekerti yang sanggup menghasilkan orang-orang yang bermoral, laki-laki maupun perempuan, jiwa yang bersih, kemauan keras, cita-cita yang benar dan akhlak yang tinggi, tahu arti kewajiban dan pelaksanaannya, menghormati hak-hak manusia, tahu membenadakan baik dan buruk, menghindari suatu perbuatan yang tercela, dan mengingat Tuhan dalam setiap pekerjaan yang mereka lakukan”,

Oleh karena itu berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan seks menurut syariat Islam adalah :

16

Utsman Ath-Thawiil, “Ajaran Islam tentang Fenomena Seksual”, (Jakarta: PT. Raja

Grafindo Persada, 1997), cet ke-1, h. XVI-XVII

17 Yusuf Madan, “

Sex Education for Children Panduan islam bagi orang tua dalam pendidikan seks pada anak”, (Jakarta : PT. Mizan Publika, 2004), h. 144

18 Akhmad Azhar Abu Miqdad, “

Pendidikan Seks Bagi Remaja”, (Yogyakarta, Mitra Pustaka : 1997), cet-1, h. 53


(24)

1. Pembentukan pribadi muslim yang berdasarkan Al-Quran dan As-Sunnah.

2. Pembentukan manusia yang berakhlak mulia, memiliki akidah dan keimanan yang kuat dan taat beribadah kepada Allah SWT.

3. Untuk mencapai kebahagiaan dalam membentuk rumah tangga Sakinah, mawaddah warahmah.

4. Untuk melahirkan generasi yang bertanggung jawab.

5. Mencegah kerusakan dalam masyarakat yang ditimbulkan oleh penyimpangan dalam masalah seks.19

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan dari pendidikan seks adalah agar para remaja tahu dan sadar, seksualitas merupakan suatu hal yang tidak tabu lagi, dan bahkan pendidikan ini merupakan sarana dalam menyadarkan remaja agar para remaja nantinya dapat menempatkan seksual drive pada tempat yang wajar dan terhormat yakni dengan menyalurkannya pada tempat yang dihalalkan oleh Allah dengan melalui pernikahan. Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda :

...

ﻰ ِﻓ

.

:

:

ﻲ ِﻓ

ﻰ ِﻓ

) .

ﻢ ﻠ ﺴ ﻣ

(

Artinya : “Dari Abi Dzar ra berkata… dan jima’nya salah seorang dari kalian adalah sedekah. “mereka bertanya, “Wahai Rasulullah

apakah salah seorang dari kami memenuhi hajat syahwatnya

berpahala?” Rasulullah saw menjawab, “Menurutmu bukankah

jika ia menyalurkan syahwatnya pada yang haram berdosa? Maka demikianlah pula apabila ia menyalurkan pada yang halal, ia

mendapatkan pahala.”

Berdasarkan hadis di atas jelaslah bahwa seseorang yang menyalurkan hasrat syahwatnya pada jalan yang halal maka orang tersebut akan mendapat pahala begitu pula sebaliknya. Perbuatan demikian

19 Akhmad Azhar Abu Miqdad, “

Pendidikan Seks Bagi Remaja”, (Yogyakarta, Mitra


(25)

merupakan akhlak yang mulia, hal ini juga sesuai dengan misi Nabi Muhammad SAW, beliau di utus kedunia ini untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.

)

،

ﻰ ﻘ ﻬ ﻴ ﺑ

ﻢ ﻛ ﺎ ﺣ

(

Artinya : “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan kemuliaan

akhlak”.(HR. Ahmad, Baihaqi dan Hakim).

Jika akhlak yang mulia telah dapat diterapkan dalam kehidupan seseorang niscaya bangsa ini pun akan menjadi bangsa yang bermartabat serta mampu menjunjung tinggi nilai-nilai ajaran Islam yang telah ditetapkan oleh Allah SWT (taqwa). Sebagaimana firman Allah :

....











...

.



Artinya : “…Sesungguhnya sepaling mulia diantara kalian di sisi Allah

adalah orang-orang yang bertaqwa…” (Q.S. Al-Hujurat/49 : 13).

Sungguh Islam telah mengatur segala-galanya, meskipun diberikan keleluasan untuk menyalurkan hasrat seksualnya, namun bukan berarti melaksanakan kebebasan seksual, sebab keleluasannya dalam menyalurkan dorongan seksual harus tetap dalam ikatan nilai yang berdasarkan syar’i. Oleh sebab itu, sanga tlah tepat apabila Islam dikatakan sebagai agama yang Rahmatan Lil’Alamiin, yang mencangkup dan mengatur seluruh aspek kehidupan manusia di dunia.

3. Pentingnya Pendidikan Seks bagi Remaja.

Dahulu seks dipandang keramat, rahasia dan tabu diungkapkan. Kini makin terbuka ditulis dan dibayangkan media masa atau dibicarakan pada berbagai forum. Makin terungkap masalah seksual dalam banyak bidang kegiatan di tengah perubahan dalam kehidupan manusia modern. Terlebih kehadiran pariwisata yang mendunia, nilai- nilai luhur yang terbukti sampai kini bermakna positif bagi kehidupan manusia, sedang


(26)

ditantang perubahan dalam hubungan yang makin luas, bebas dan terbuka. Perubahan potensial menggeser nilai-nilai luhur yang dianut masyarakat. Teramati terjadinya penyimpangan seksual dengan berbagai dampak yang merugikan terutama di kalangan remaja. Salah satu penyebab adalah ketertutupan yang mengakibatkan kekurangtahuan manusia pada kehidupan seksual yang normal dan sehat.20

Melihat perkembangan remaja yang meliputi aspek fisik dan psikis, yakni kematangan seks yang disertai timbulnya dorongan seks yang masih baru dan belum banyak yang diketahuinya, dan belum mampu bertanggung jawab dan masih mengikuti kesenangan sesaat serta belum berpikir perspektif, maka pendidikan seks perlu diberikan kepada remaja.

Sarlito Wirawan Sarwono mengemukakan, bahwa masalah seksualitas di kalangan remaja di kota besar timbul karena :

1. Kurang adanya pendidikan seks pada remaja, sehingga praktis mereka buta terhadap masalah seks.

2. Banyaknya rangsangan-rangsangan pornografi, baik berupa film, bahan bacaan maupun yang berupa obrolan sesama teman sebaya. Ditambah fasilitas semakin canggihnya dunia tekhnologi dan informasi.

3. Tersedianya kesempatan untuk melakukan perbuatan seks, misalnya pada waktu orang tua tidak dirumah, di dalam mobil, atau pada kesempatan piknik atau berkemah.

Masalah-masalah tersebut sangat rawan dan berbahaya sekali, karena remaja belum mampu menyeleksi mana yang baik dan mana yang buruk. Remaja yang tidak diberi penerangan dan pengertian tentang perubahan pada dirinya, ia bisa mencari penyaluran yang negatif.21

Dengan persoalan-persoalan di atas maka dapat berdampak buruk pada kondisi remaja. Untuk pemuasan dorongan seksual, berbagai jalan

20 A. E. Sinolungan, S.Pd, “

Psikologi Perkembangan Peserta Didik”, (Jakarta: PT. Toko

Gunung Agung, 1997), cet-ke-1, h. 142

21 Akhmad Azhar Abu Miqdad, “

Pendidikan Seks Bagi Remaja”, (Yogyakarta: Mitra


(27)

dapat ditempuhnya, terutama bila ia tidak memiliki iman/agama yang kuat. Maka, sulit rasanya remaja sekarang ini untuk tidak terjerumus ke dalam perbuatan seks bebas, sehingga perilaku dan cara pemuasan seksual mengalami perubahan dan menyimpang dengan disertai perkembangan fisik, psikis dan sosial. Adapun bentuk penyimpangan seksual adalah sebagai berikut :

a. Sodomi : yaitu hubungan kelamin dengan hewan.

b. Homoseks dan Lesbian : yaitu Tertarik pada jenis kelamin yang sama.

c. Semen Leven : yakni hidup bersama tanpa ikatan pernikahan atau disebut juga kumpul kebo

d. Prostitusi ; yakni pelauran atau hubungan kelamin secara tidak sah. e. Nymphomania : yaitu merasa puas bermesraan dengan mayat. f. Phedophilia : yaitu merasa puas memperkosa atau bermain seks

dengan anak di bawah umur.

g. Masochisme : yaitu merasa puas dan nikmat jika disiksa

h. Sadism : yaitu merasa puas jika menyiksa dalam hubungan seksual. i. Voyeurism : yaitu gemar mengintip orang telanjang

j. Eksibisionisme : yaitu puas mempertontonkan tubuh atau bagiannya tanpa atau minim sandang.22

Semua perbuatan di atas memberikan rasa nikmat, maka disinilah letak problem remaja. Maka untuk mengembalikan kondisi remaja yang normal dan hidup sehat pendidikan seksual merupakan cara pengajaran atau pendidikan yang dapat menolong muda-mudi untuk menghadapi masalah hidup yang bersumber pada dorongan seksual. Dengan demikian pendidikan seksual ini bermaksud untuk menerangkan segala hal yang berhubungan dengan seks dan seksualitas dalam bentuk yang wajar. Maka memberikan bimbingan dan penerangan seks kepada para remaja merupakan suatu yang sangat penting dan perlu.

22 A. E. Sinolungan, “

Psikologi Perkembangan Peserta Didik”, (Jakarta: PT. Toko


(28)

H. Ahmad Azhar Basyir, mengemukakan bahwa :

Pada waktu akhir-akhir ini masyarakat merasakan perlu diperluasnya pengetahuan tentang sex education, dengan latar belakang bermacam-macam, guna memelihara tegaknya nilai-nilai moral, guna mengatasi gangguan-gangguan psikis di kalangan remaja, guna memberi pengetahuan orang tua dalam menghadapi perkembangan anak-anak dan lain sebagainya.23

Sedangkan H. Ali Akbar berpendapat bahwa :

Pendidikan seks ini harus diberikan dan dipahami oleh setiap muslim dan diajarkan sejak ia lahir dan orang pertama yang bertanggung jawab atas pendidikan seks ini adalah orang tua, ibu bapak dan tempat pendidikan seks utama adalah rumah tangga.24

Dengan adanya pendidikan seks, maka dapat terhindar dari ekses-ekses negatif dalam kehidupan seksual khususnya para remaja, serta demi tercapainya kepuasan dan kebahagiaan seksual dengan moralitas tinggi.25

Kebanyakan orang memahami bahwa pendidikan seks adalah cara melakukan hubungan seks, jelas itu lain persoalan dan itu adalah salah. Maka agar tidak adanya kesalahpahaman tentang isi dari pendidikan seks itu sendiri. yang dimaksud dengan pendidikan seks harus mengandung dua hal :

a. Kesadaran akan perlindungan dan perawatan kesehatan organ-organ reproduksi bagi remaja.

b. Hukum-hukum syara’ seputar masalah tersebut, dan hukum syara’ mengenai hubungan sosial pria dan wanita.26

Tentu saja pendidikan seks yang baik bagi anak-anak tidak semata menyangkut kesehatan, tapi juga norma-norma pergaulan bagi mereka. Karena, ketika anak-anak memasuki usia pubertas, terjadi juga perubahan mental. Seperti ada ketertarikan pada lawan jenis yang jauh lebih kuat

23

Akhmad Azhar Abu Miqdad, “Pendidikan Seks Bagi Remaja”, (Yogyakarta: Mitra

Pustaka, 1997), cet ke-1, h. 44

24 Akhmad Azhar Abu Miqdad, “

Pendidikan Seks Bagi Remaja”, (Yogyakarta: Mitra

Pustaka, 1997), cet ke-1, h. 45

25

Akhmad Azhar Abu Miqdad, “Pendidikan Seks Bagi Remaja”, (Yogyakarta: Mitra

Pustaka, 1997), cet ke-1, h. 43-44

26 Iwan Januar, “


(29)

dibandingkan masa kanak-kanak. Perilaku ini tidak bisa dijawab oleh ilmu kedokteran, tapi dibutuhkan syariat sebagai pedoman tingkah laku bagi remaja.

Dari pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan, bahwa pendidikan seks sangat penting bagi remaja, karena :

1. Dapat mencegah penyimpangan-penyimpangan dan kelainan-kelainan seksual, khususnya para remaja.

2. Dapat memelihara tegaknya nilai-nilai moral remaja. 3. Dapat mengatasi gangguan-gangguan psikis para remaja. 4. Dapat memberi pengetahuan dalam menghadapi perkembangan

anak.27

4. Materi dan Metode Pendidikan Seksual

a. Materi Pendidikan Seks

Ninuk Widyantoro mengemukakan bahwar materi pendidikan seks meliputi hal-hal pokok sebagai berikut :

1) Proses pertumbuhan anak-anak menuju dewasa, termasuk perkembangan organ-organ seksualnya. Diterangkan di sini perubahan-perubahan tubuh yang terjadi (primer dan skunder) pada masa remaja dan akibat-akibat sosial yang ditimbulkan. 2) Proses reproduksi manusia, mulai dari bagaimana terjadi

konsepsi diteruskan dengan pertumbuhan janin dalam kandungan dan diakhiri dengan proses kelahiran.

3) Segi etika dari perilaku seksual, peran sosial dari laki-laki dan wanita serta tanggung jawab masing-masing baik sebelum maupun sesudah perkawinan. Di sini ditekankan nilai manusia yang lebih dari hewan dan akibat-akibat yang timbul kalau segi etika ini dilanggar.28

27 Akhmad Azhar Abu Miqdad, “

Pendidikan Seks Bagi Remaja”, (Yogyakarta: Mitra

Pustaka, 1997), cet ke-1, h. 45-46

28 Akhmad Azhar Abu Miqdad, “

Pendidikan Seks bagi Remaja”, (Yogyakarta: Mitra


(30)

Adapun materi khusus pendidikan seks menurut syariat Islam, sebagaimana dikemukakan oleh Ayip Syafruddin, berisi pokok-pokok sebagai berikut :

1) Menanamkan jiwa maskulinitas pada anak laki-laki dan jiwa feminitas pada anak wanita.

2) Mengenalkan mahramnya.

3) Mendidik agar selalu menjaga pandangan mata. 4) Mendidik agar tidak melakukan ikhtilat.

5) Mendidik agar tidak melakukan khalwat

6) Mendidik agar tidak melakukan jabat tangan dan bersentuhan dengan lawan jenis yang bukan mahramnya.

7) Mendidik etika berhias.

8) Mendidik cara berpakaian Islamis. 9) Memisahkan tempat tidur

10) Mengenalkan waktu-waktu berkunjung dan tata tertibnya. 11) Mendidik agar menjaga kebersihan alat kelaminnya. 12) Khitan

13) Ihtilam 14) Haid.29

Sedangkan menurut Syamsuddin dalam menetapkan materi pendidikan seks, telah mengadakan langkah-langkah atau usaha-usaha yang berwujud syariat-syariat yang khusus untuk mengadakan pendidikan kelamin sebagai berikut :

1) Menetapkan syariat khitan 2) Menetapakn syariat perkawinan

3) Menetapkan syariat yang melarang dan menghukum tiap-tiap orang yang melakukan pelanggaran-pelanggaran kesusilaan (seksual).

29 Ayip Syafruddin, “

Islam dan Pendidikan Seks Anak”, (Solo: CV. Pustaka Mantiq,


(31)

4) Menetapkan syariat yang mengatur hubungan antara orang laki-laki dan orang perempuan.30

b. Metode Pendidikan Seks

Usaha mempersiapkan remaja di masa depan agar mampu membentuk keluarga yang bahagia dan bertanggung jawab tidak cukup dilakukan dengan mengemukakan contoh-contoh ataupun menganalisis perbuatan seks. Hal ini memang merupakan aspek dari seks, akan tetapi seks sendiri akan dapat dipahami dengan menghubungkan masalah penyesuaian diri secara keseluruhan dalam kehidupan sosial kultural tempat ia berada.

Dengan demikian, jelaslah bahwa kehidupan seks manusia menyangkut masalah kepribadian, sehingga apabila dijumpai suatu kelainan dalam kehidupan seks, disebabkan karena masalah-masalah yang bersifat psikis. Oleh karena itu penyajian pendidikan seks memerlukan metode yang tepat, agar terarah dan mencapai sasaran yang sebenarnya, serta tidak mengarah kepada hal-hal yang negatif. Untuk itu perlulah dikemukakan beberapa metode pengajaran pendidikan seks yang tepat.

Ninuk Widyantoro mengemukakan beberapa metode pendidikan seks yang disesuaikan dengan kondisi serta situasi pendidikan, terutama mengingat hal-hal sebagai berikut :

1) Usia peserta

2) Waktu yang tersedia, yang bervariasi antara 2 jam sampai 2 hari 3) Lokasi pendidikan, di sekolah, wisma pancawarga, di

gelanggang remaja atau melalui radio.31

Sedangkan metode-metode dan alat-alat yang di pergunakan adalah :

30 Akhmad Azhar Abu Miqdad, “

Pendidikan Seks bagi Remaja”, (Yogyakarta: Mitra

Pustaka, 1997). Cet-1. Hal. 62-63

31 Akhmad Azhar Abu Miqdad, “

Pendidikan Seks bagi Remaja”, (Yogyakarta: Mitra


(32)

1) Ceramah

Dalam teknik ini bersifat monolog yakni seorang pendidik berusaha menyampaikan dan menjabarkan bahan-bahan informasi secara lisan kepada audien (pendengar). Maka ada beberapa syarat penting demi tercapainya efektivitas ceramah, yaitu :

a) Pembicara harus benar-benar menguasai materi.

b) Pembicara mampu menyampaikan informasi yag sulit, tetapi dengan bahasa yang mudah dipahami.

c) Pembicara mampu mengendalikan suasana ruang dan audien (pendengar).

d) Pendengar harus memiliki konsentrasi tinggi, memiliki sikap pendengar aktif : yakni menggunakan kemampuan pemikiran untuk mengingat, mencatat dan menanyakan hal-hal yang tak jelas.

e) Suasana ruang ceramah harus tenang dan tidak gaduh, bising, karena akan mengganggu jalannya ceramah.

2) Permainan Peran

Para peserta dalam pengajaran/pendidikan seksual, dilibatkan secara aktif untuk memerankan tokoh-tokoh tertentu yang telah diatur dalam naskah drama atau sandiwara, maka pendidik perlu menyampaikan skenario jalan cerita drama itu. sehingga hal ini perlu persiapan yang matang dan mungkin perlu kerja-sama dengan penulis/pengarang verita (novelis). Bila ini terwujud, maka efektivitas pendidikan ini cukup tinggi, karena peserta didik dapat memahami, merasakan, mengalami, menghayati arti pendidikan seks bagi hidupnya.

3) Dsikusi

Biasanya, setelah diberi topic atau tema suatu pembicaraan tertentu, para peserta diminta secara aktif untuk menyampaikan informasi, mendebat atau mempertahankan pendapat kepada individu lain. Pendidik dapat berfungsi sebagai fasilitator demi


(33)

terciptanya kelancaran proses diskusi itu, atau kadang-kadang ia perlu menjadi nara sumber untuk memberi keterangan secara akurat, ilmiah dan sistematis, tentang pokok bahasan yang dijadikan bahan diskusi.

4) Pemutaran Film

Dalam teknik ini, peserta didik diajak untuk menyaksikan film-film yang telah disiapkan terlebih dahulu. Tentu film yang dimaksud ialah yang mengandung unsur-unsur pedagogis atau mendidik, agar mereka memiliki pemahaman, pandangan dan sikap yang baik dan benar terhadap masalah seksual. Kadang-kadang untuk mencapai tujuan tersebut, setelah pemutaran film selesai, pendidik perlu memberi keterangan dan mengajak diskusi dengan peserta didik. Dengan dimikian, peserta didik dapat mengambil informasi secara tepat dari film itu.32

5). Metode Tanya Jawab

Yang dimaksud dengan metode Tanya jawab adalah :

“Penyampaian pelajaran dengan jalan guru mengajukan pertanyaan dan murid menjawabnya. Atau suatu metode di dalam pendidikan dimana guru bertanya sedang murid menjawab tentang bahan bahan/materi yang ingin diperolehnya.”

Metode ini dapat digunakan untuk setiap anak dalam setiap pelajaran, termasuk juga sangat tepat digunakan dalam pendidikan seks kepada remaja.

Metode Tanya jawab atau metode bertanya dengan maksud mengajar ini digunakan antara lain :

1. Untuk mengajarkan tentang materi pendidikan seks, baik yang umum maupun yang khusus, yang diberikan kepada anak didik (para remaja).

32 Agus Dariyo, “

Psikologi Perkembangan Remaja”, (Bogor, Ghalia Indonesia, 2004). Cet-1. h. 40-41


(34)

2. Untuk memberikan respon kepada anak didik agar memberanikan diri mengemukakan pendapatnya secara lisan. 3. Untuk melatih anak didik aktif berfikir dan memberanikan

diri bertanya, apabila belum jelas apa yang diterangkan dari pendidik/guru.

Dapat juga dikatakan, bahwa metode ini digunakan apabila pendidik bertanya kepada murid dengan maksud mengontrol apakah materi pendidikan seks yang ditanyakan itu sudah diketahui atau belum. Dengan demikian para pendidik bisa mendorong anak didik lebih aktif dan semangat untuk mengikuti pelajaran pendidikan seks.

6). Metode dengan memberikan teladan

Rasulullah SAW adalah sebagai pendidik yang agung, yang oleh Allah SWT telah diberi predikat sebagai uswatun hasanah, sebagaimana terdapat dalam firman Allah SWT sebagai berikut :

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri

tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat

dan dia banyak menyebut Allah”. (QS. Al-Ahzab : 21)

Metode ini digunakan untuk mendidik remaja mengenai pendidikan seks yang berkaitan dengan pendidikan akhlak, dengan mengaitkan pendidikan seks dengan pendidikan akhlak, si pendidik itu sendiri diharapkan memiliki akhlak yang mulia agar supaya tujuan dari pendidikan seks itu tercapai. Ini berarti seorang pendidik atau seorang yang memberikan materi tentang pendidikan seks pada remaja, diharapkan menjadi teladan dengan memelihara tingkah lakunya yang disertai kesadaran bahwa ia bertanggung jawab dihadapan Allah SWT dalam segala hal yang diikuti oleh orang lain.


(35)

7). Metode dengan Mau’idhah

Yang dimaksud dengan metode mau’idhah ialah “suatu cara (tekhnik) mendidik dengan memberikan nasihat-nasihat (ajaran-ajaran) yang baik kepada anak didik”. Sebagian mufassirin memberikan terjemahan yang sama antara istilah mau’idhah dan nasihat, yaitu menyampaikan kebaikan dan kebenaran kepada orang lain agar menjadi baik.

Dalam pendidikan seks, metode ini digunakan dalam :

1. Menerangkan syariat yang melarang dan menghukum tiap-tiap orang yang melakukan pelanggaran-pelanggaran kesusilaan. Misalnya :

a) Supaya tidak melakukan onani/masturbasi

b) Nasihat supaya tidak melakuakn homoseks dan lesbian. c) Nasihat supaya tidak melakukan zina, dan sebagainya. 2. Menerangkan tentang syariat khitan

3. Menerangkan tentang syariat perkawinan. Misalnya :

a) Nasihat kepada seseorang yang belum kawin tetapi telah memenuhi syarat untuk kawin.

b) Nasihat kepada seorang pemuda yang belum mampu kawin supaya berpuasa.

Oleh karena itu, metode ini sangat tepat digunakan dalam pendidikan seks pada remaja, karena dalam pendidikan seks tersebut berisi tentang penerangan-penerangan, bimbingan dan nasihat-nasihat (ajaran-ajaran yang baik).

8). Metode melatih diri untuk mengamalkan

Dalam memberikan materi pendidikan seks kepada para remaja, metode ini sangat penting diterapkan. Dikatakan oleh Al-Ghazali bahwa :“Metode mendidik/mengajarkan melalui latihan anak-anak adalah termasuk sekian banyak yang penting dan


(36)

Dengan menggunakan metode ini, “diharapkan dapat menggugah akhlak yang baik pada jiwa siswa sehingga ia tumbuh menjadi pribadi yang lebih istiqomah dan bahagia”. Adapun metode ini diterapkan dalam :

a. Siswa dilatih supaya menjaga pandangan mata atau menundukkan pandangan terhadap lawan jenis yang bukan mahramnya.

b. Siswa dilatih supaya tidak melakuan ikhtilat

c. Siswa dilatih supaya berpakaian yang islami, bagi wanita supaya berpakaian busana muslimah (berjilbab).

d. Siswa dilatih supaya tidak berjabat tangan dengan lawan jenis yang bukan mahramnya.

e. Siswa dilatih supaya tidak melakukan khalwat dengan lawan jenis yang bukan mahramnya ditempat yang sepi.

Dengan menggunakan metode melatih diri untuk mengamalkan ini, maka hal-hal yang dulunya sulit dan berat, akan terasa ringan. Sudah tentu latihan tersebut merupakan hal yang disengaja dan mempunyai tujuan tertentu yakni membentuk kebiasaan yang baik menurut syariat Islam, sehingga pengamalannya akan bernilai sebagai suatu ibadah.33

Metode pendidikan seks sebaiknya diberikan oleh guru, psikolog atau orang tua , hal-hal yang sifatnya tekhnis bisa diberikan oleh guru atau psikolog, sementara orang tua diharapkan menanggapi masalah anak sehari-hari, masalah emosional mereka. Kuncinya terletak pada hubungan orang tua dengan anak. Meskipun orang tua tidak bisa mengajarkan masalah seks secara detail, asal saja ada keterbukaan dalam keluarga, kiranya tidak akan terjadi hal yang tidak wajar. Sebaliknya, meskipun anak diberikan pendidikan seks secara detail,

33 Akhmad Azhar Abu Miqdad, “

Pendidikan Seks bagi Remaja”, (Yogyakarta: Mitra


(37)

tetapi suasana di rumah tidak hangat dan tidak ada komunikasi di antara mereka, maka tidak akan ada gunanya.

Jadi, kuncinya adalah komunikasi yang terbuka antara orang tua dan anak. Memang orang tua perlu berbekal pengetahuan menganai masalah seks agar bisa menjelaskan kepada anaknya. Atau paling tidak, mereka harus tahu siapa sebaiknya yang harus menerangkan.

5. Konsep dan Dasar Pendidikan Seks Menurut Syariat Islam

Dewasa ini banyak pertanyaan yang menyatakan bahwa dapatkah hanya dengan Sex-education saja bisa menghentikan kelahiran “bayi tanpa nikah”?

Kita mengetahui bahwa Negara-negara Swiss, Denmark dan Amerika Serikat, sex education sudah diajarkan secara sistematis, terbuka dan intensif. Dokter Taralan Tambunan mengutip pendapat Frank J. dari buku Teenager and Contraception Aid, (1968) yang mengatakan, “Pemakaian alat-alat kontrasepsi pada kenyataannya tidak dapat menurunkan angka kelahiran bayi di luar nikah, bahkan angka kelahiran itu meningkat, sebagaimana yang terjadi di Swiss, Denmark, dan Amerika Serikat”.

Tegasnya,” sex-education” apapun macam dan isinya, tidak akan mengurangi kejahatan seksual tanpa disertai dan didasarkan kepada nilai-nilai keimanan bahwa Tuhan memberikan bimbingan tentang kehidupan seksual serta mengadakan pengawasan yang sangat teliti terhadap setiap pelanggaran dan akan memberikan hukuman yang setimbal secara adil.34

Secara garis besar ajaran islam meliputi tiga hal pokok yaitu Aqidah, syariah, dan akhlak. Dalam pembahasan aqidah, diuraikan mengenai misalnya, hakikat dan penciptaan manusia, termasuk persamaan dan perbedaan pria dan wanita. Ciri khas Al-Quran dalam membentuk manusia adalah dengan memahaminya. Berarti, wajib bagi pria dan wanita

34 Ali Akbar, “


(38)

untuk memahami perbedaan dan persamaan mereka secara fisik-biologis dan psikis-psikologis.

Dalam mengatur masalah syariah, dimuat hukum zina baik yang bersifat selingkuh maupun menyimpang (misalnya homoseksual kaum luth). Dalam menerangkan kedudukan hukum zina tidak cukup dengan menerangkan haram-halal tanpa mengupas hakikat free-sex, seksualitas abnormal, dan dampak-dampak negatifnya.

Dari segi ibadah yang merupakan urat nadi hubungan Muslim dengan Allah SWT, diatur mengenai perbedaan menutup aurat ketika shalat, ihram, dan bahkan menguburkan mayit. Dalam thaharah juga diatur perbedaan pelaksanaannya antara pria dan wanita. Termasuk hal-hal yang menyangkut khusus kewanitaan, seperti haid, kehamilan, nifas dan menyusui, wanita mendapat aturan yang berbeda dalam ibadah dan pelaksanaan syariah yang lain.

Begitu juga dengan pengaturan akhlak. Dengan jelas islam memberikan panduan pergaulan, berbusana, dan berkarya bagi pria dan wanita. Pengaturan akhlak tersebut diajarkan dengan memberikan pengertian kepada anak dan kaum muslimin tentang aspek epistemologinya. Bahkan pengaturan mengenai pergaulan dalam rumah, bagaimana anak memasuki kamar orang tuanya, ibu bergaul dengan anak dan suaminya, tentang tamu dan sebagainya.35

Di samping itu juga Islam mengajarkan tentang sex Hygiene, kebersihan seks untuk memelihara kesehatan, yaitu dengan cara :

- Mengharuskan mencuci penis dan vagina dengan air bersih.

- Mengharuskan mengkhitan pada anak laki-laki untuk membersihkan spegma yaitu suatu kotoran yang bersarang di bawah kulit ujung penis.

- Mewajibkan mandi besar setelah senggama, baik kepada laki-laki maupun perempuan sebagai suami istri. Atau setelah mimpi

35 Marzuki Umar Sa’abah, “

Seks dan Kita”, (Jakarta: Gema Insani Press, 1998), Cet ke-1, h. 330-331.


(39)

bersetubuh (ihtilam) bagi laki-laki atau setelah haid dan nifas bagi perempuan.

- Disunnahkan berwudhu sebelum senggama, supaya kebersihan anggota badan terjamin.

- Dilarang melakukan hubungan seks dalam keadaan tertentu, misalnya wanita haid atau nifas.36

Demikianlah konsep pendidikan seks dalam Islam yang perlu diteladani. Pendidikan yang berhubungan dengan seluruh aspek seksual secara anatomi, fisiologi dan psikologis juga menyangkut masalah etika, moral dan hukum agama. Maka dapat diambil kesimpulan bahwa pendidikan seks perlu diberikan atau digalakkan dikalangan kaum muda (remaja), dan tidak kita lupakan pula juga orang tua dan anak-anak di bawah umur, hanya caranya berbeda. Tentunya pendidikan seks yang bertanggung jawab, atau kata Dr. H. Ali Akbar pendidikan seks yang berlandaskan Iman.

Adapun dasar-dasar syariat Islam yang dapat dipegang untuk pendidikan seks adalah :

a. Al-Qur’an

Firman Allah Subhanahu wa ta’ala :



































Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa mencari yang dibalik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas”. (QS. Al-Mu’minuun: 5-7)

36 A. Rahmat Rosyadi, “

ISLAM Problema Seks Kehamilan dan Melahirkan”, (Bandung :


(40)































Dan sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kukuh (rahim)”. (QS. Al-Mu’minuun: 12-13).

Surat Al-Mu’minuun ayat 5-7 di atas merupakan dasar pendidikan seks yang berkenaan dengan orang yang mampu memlihara kemaluannya dan orang yang tidak kuasa memeliharanya. Sedangkan ayat ke 12-13 merupakan dasar pendidikan seks berkenaan dengan penciptaan manusia yang pembentukannya di dalam rahim perempuan. Dengan demikian, Islam merupakan agama yang mengajarkan perihal tuntunan biologis umat manusia.

b. Al-Hadis

“Dari Aisyah r.a mengatakan: Dan tangan Rasulullah SAW belum pernah

menyentuh (berjabat tangan) dengan wanita satu kalipun (kecuali istri dan

muhrimnya)”.

“Dan dari Abi Sa’id, sesungguhnya Nabi SAW bersabda : Laki-laki tidak

boleh melihat aurat laki-laki (lain), dan perempuan tidak boleh melihat aurat perempuan (lain), dan seorang laki-laki tidak boleh tidur bersama laki-laki (lain) dalam satu pakaian dan seorang perempuan tidak boleh tidur dengan perempuan lain dalam satu pakaian”. (HR. Ahmad, Muslim,

Abu Daud dan Tirmidzi).37

Kedua hadis di atas mengandung dasar pendidikan akhlak, yakni etika pergaulan antara laki-laki dan perempuan. Kedua hadis tersebut dapat dijadikan dasar pendidikan seks, sebab salah satu tujuan pendidikan seks pada remaja adalah pembentukan manusia yang berakhlak mulia, memiliki

37Akhmad Azhar Abu Miqdad, “

Pendidikan Seks Bagi Remaja”, (Yogyakarta: Mitra


(41)

kaidah dan keimanan yang kuat, serta dapat mencegah kerusakan dalam masyarakat yang ditimbulkan oleh penyimpangan dalam masalah seks.

B. Akhlak

1. Pengertian Akhlak

Dilihat dari sudut bahasa (etimologi), perkataan akhlak (bahasa Arab) adalah bentuk jamak dari kata Khulk. Khulk di dalam kamus munjid berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Di dalam Da’iratul Ma’arif dikatakan :

.

“Akhlak ialah sifat-sifak manusia yang terdidik”

Dari pengertian di atas dapat diketahui bahwa akhlak ialah sifat-sifat yang dibawa manusia sejak lahir yang tertanam dalam jiwanya dan selalu ada padanya. Sifat itu dapat lahir berupa perbuatan baik, disebut akhlak yang mulia, atau perbuatan buruk, disebut akhlak yang tercela sesuai dengan pembinaannya.

Pada hakikatnya khulk (budi pekerti) atau akhlak adalah suatu kondisi atau sifat yang telah meresap dalam jiwa dan menjadi kepribadian hingga dari situ timbullah berbagai macam perbuatan dengan cara spontan dan mudah tanpa dibuat-buat dan tanpa memerlukan pemikiran.

Di dalam Ensiklopedi Pendidikan dikatakan bahwa akhlak ialah budi pekerti, watak, kesusilaan (kesadaran etik dan moral) yaitu kelakuan baik yang merupakan akibat dari sikap jiwa yang benar terhadap Khaliknya dan terhadap sesama manusia.38

Dr. Ahmad Amin dalam bukunya mengatakan bahwa “Akhlak” adalah :

38 Asmaran As, “

Pengantar Studi Akhlak”, (Jakarta, PT. Raja Grafindo : 1994), Cet ke-2, h. 1-2


(42)

“Ilmu untuk menetapkan ukuran segala perbuatan manusia, yang

baik atau yang buruk, yang benar atau yang salah, yang hak atau

yang bathil”.39

Ibnu Maskawaih mendefinisikan akhlak ialah :

“Sikap jiwa seseorang yang mendorongnya untuk melakukan

perbuatan-perbuatan tanpa melalui pertimbangan (terlebih

dahulu)”.

Senada dengan Maskawaih, Imam Al- Ghazali mengemukakan bahwa :

“Akhlak adalah ungkapan tentang sikap jiwa yang menimbulkan

perbuatan-perbuatan dengan mudah tidak memerlukan

pertimbangan/pikiran (terlebih dahulu)”.40

Dari definisi di atas dapat disimpulkan, bahwa akhlak merupakan kekuatan aktif di dalam diri yang mendorong seseorang untuk melakukan atau tidak melakukan suatu tindakan.

Seseorang dipandang memiliki akhlak yang terpuji, jika di dalam dirinya senantiasa ada kemauan atau niat untuk melakukan sesuatu yang baik atau dasar kesadaran dan tanggung jawab, baik terhadap Allah SWT maupun terhadap masyarakat. Sebaliknya, seseorang yang selalu cenderung untuk melakukan hal-hal yang buruk, ia dipandang sebagai orang yang berakhlak buruk.

2. Metode Pembinaan Akhlak

Pembinaan akhlak merupakan tumpuan perhatian pertama dalam Islam. Hal ini dapat dilihat dari salah satu misi kerasulan Nabi Muhammad SAW, yang utama adalah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.

39

Anwar Mastari, “Akhlakul Karimah”, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1990), h. 3

40 Akhmad Azhar Abu Miqdad, “

Pendidikan Seks Bagi Remaja”, (Yogyakarta, Mitra


(43)

Dalam salah satu hadisnya beliau menegaskaninnama buitstu li utammima makarim al-akhlaq (HR. Ahmad).41

Pembinaan akhlak menurut Ibnu Maskawaih di titik beratkan kepada pembersihan pribadi dan sifat-sifat yang berlawanan dengan tuntunan agama, seperti : Takabur, pemarah dan penipu. Keluhuran akhlak sebagai media untuk menduduki tingkat kepribadian yang berbobot Islam dan bertujuan untuk menyempurnakan nilai-nilai kemanusiaan sesuai dengan ajaran Islam yang taat beribadah dan sanggup hidup bermasyarakat yang baik.

Di dunia pendidikan, pembinaan akhlak tersebut dititik beratkan kepada pembentukan mental anak atau remaja agar tidak mengalami penyimpangan.42

Menurut hasil analisis Muhammad al-Ghazali terhadap rukun Islam yang lima telah menunjukkan dengan jelas, bahwa dalam rukun Islam yang lima itu terkandung konsep pembinaan akhlak.

1. Rukun Islam yang pertama adalah mengucapkan dua kalimat syahadat. Kalimat ini mengandung pernyataan bahwa selama hidupnya manusia hanya tunduk kepada aturan dan tuntunan Allah. Orang yang tunduk dan patuh pada peraturan Allah dan Rasul-Nya sudah dapat dipastikan akan menjadi orang baik.

2. Rukun Islam yang kedua adalah mengerjakan shalat lima waktu. Shalat yang dikerjakan akan membawa pelakunya terhindar dari perbuatan yang keji dan munkar. Sebagaimana di dalam al-Qur’an disebutkan :

.

Bacalah kitab (al-Qur’an) yang telah diwahyukan kepadamu

(Muhammad) dan laksanakanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu

41 Abuddin Natta, “

Akhlak Tasawuf”, (Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2003), cet ke-5, h, 158

42 Sudarsono, “

Etika Islam Tentang Kenakalan Remaja”, (Jakarta: PT. Bina Aksara,


(44)

mencegah dari (perbuatan) keji dan munkar. Dan ketahuilah mengingat Allah (shalat) itu lebih besar (keutamaannya dari ibadah yang lain). Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan”.

3. Rukun Islam yang ketiga, yaitu zakat juga mengandung didikan akhlak, yaitu agar orang yang melaksanakan dapat membersihkan dirinya dari sifat kikir, mementingkan diri sendiri, dan membersihkan hartanya dari hak orang lain, yaitu hak fakir miskin dan seterusnya. Muhammad al-Ghazali mengatakan bahwa hakikat zakat adalah untuk membersihkan jiwa dan mengangkat derajat manusia ke jenjang yang lebih mulia.

4. Rukun Islam yang keempat adalah mengerjakan ibadah puasa, bukan hanya sekedar menahan diri dari makan dan minum dalam waktu yang terbatas, tetapi lebih dari itu merupakan latihan menahan diri dari keinginan melakukan perbuatan keji yang dilarang.

5. Rukun Islam yang kelima adalah ibadah haji. Dalam ibadah haji ini pun nilai akhlaknya lebih besar lagi dibandingkan dengan nilai pembinaan akhlak yang ada pada ibadah dalam rukun Islam lainnya. Hal ini bisa dipahami karena ibadah haji dalam islam bersifat komprehensif yang menuntut persyaratan yang banyak, yaitu disamping harus menguasai ilmunya, juga harus sehat fisiknya, ada kemauan keras, bersabar menjalankannya dan harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit, serta rela meninggalkan tanah air, harta kekayaan dan lainnya. Adapun hubungan ibadah haji dengan pembinaan akhlak dapat dipahami dari ayat yang berbunyi :









































































(musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barang siapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh berkata kotor (jorok), berbuat fasik dan


(45)

berbantah-bantah di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal”. (QS. Al -Baqara, 2: 197).43

Pembinaan akhlak dalam islam juga terintegrasi dengan pelaksanaan rukun iman. Maka berdasarkan analisis yang didukung dalil-dalil al-Quran dan al-hadis di atas, kita dapat mengatakan bahwa Islam sangat memberi perhatian yang besar terhadap pembinaan akhlak, termasuk cara-caranya. Hubungan antara rukun iman dan islam terhadap pembinaan akhlak sebagaimana digambarkan di atas, menunjukkan bahwa pembinaan akhlak yang ditempuh Islam adalah menggunakan cara atau sistem yang integrated, yaitu sistem yang menggunakan berbagai sarana peribadatan dan lainnya secara simultan untuk di arahkan pada pembinaan akhlak.

Sedangkan menurut Tamyiz Burhanudin, Setidaknya ada 6 metode yang diterapkan dalam pembinaan akhlak, yaitu :

1) Metode Keteladanan (usawah al-hasanah) 2) Latihan dan pembiasaan

3) Mendidik melalui Ibrah (mengambil pelajaran) 4) Mendidik melalui Nasehat (Mauidzah)

5) Mendidik dengan Pujian dan hukuman (Targhib dan tahdzib) 6) Mendidik melalui Kedisiplinan.44

Secara moralistik, pembinaan akhlak merupakan salah satu cara untuk membentuk mental manusia agar memiliki pribadi yang bermoral, berbudi pekerti yang luhur dan bersusila, berarti pula metode dan cara di atas sangat tepat untuk membina mental anak-anak kita. Dalam proses ini tersimpul indikator bahwa pembinaan akhlak merupakan penuntun bagi umat manusia untuk memiliki sikap mental dan kepribadian sebaik yang ditunjukkan oleh al-Qur’an dan hadis Nabi Muhammad SAW, pembinaan,

43

Abuddin Natta,“Akhlak Tasawuf”, (Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2003), cet ke-5, h. 160-163

44 Tamyiz Burhanudin, “

Akhlak Pesantren Pandangan KH. Hasyim Asy’ari”,


(46)

pendidikan dan penanaman nilai-nilai akhlakul karimah sangat tepat diberikan kepada anak-anak khususnya remaja agar di dalam perkembangan mentalnya tidak mengalami hambatan dan penyimpangan ke arah negatif. Adapun media yang dapat digunakan yakni lewat contoh-contoh, latihan-latihan dan praktek-praktek nyata yang dilakukan orang tua di dalam kehidupan keluarga, oleh para guru dilingkungan sekolah, juga juru-juru didik selain kedua orang tua dan guru di dalam kelas.

3. Macam-macam akhlak dalam Islam

Pada pokoknya akhlak itu ada 2 macam, yaitu akhlak yang terpuji dan akhlak yang tercela. Akhlak yang terpuji disebut Akhlaqul Karimah dan akhlak yang tercela disebut Akhlqul Mazmumah.

a) Akhlak Mahmudah

Akhlak Mahmudah adalah segala macam sikap dan tingkah laku yang baik (yang terpuji) yang harus di anut dan dimiliki oleh tiap orang. Salah satu dari contoh dari akhlak mahmudah adalah mengendalikan nafsu.

Nafsu adalah salah satu organ rohani manusia yang disamping akal, sangat besar pengaruhnya dan sangat banyak mengeluarkan instruksi-instruksi kepada anggota jasmani untuk berbuat atau bertindak. Ia dapat bermanfaat, tetapi sebaliknya juga dapat berbahaya bagi manusia, dan ini banyak bergantung kepada bagaimana sikap manusia itu sendiri menghadapi gejolak nafsunya.

Orang yang mampu mengendalikan nafsunya, bagaikan orang yang mengendarai kuda jinak yang dengan kudanya itu ia dapat menuju ke tempat manapun yang dikehendaki. Sebaliknya orang yang tidak mampu mengendalikan nafsunya, bagaikan pengendara kuda binal yang sangat membahayakan bagi keselamatan hidupnya.

Tetapi untuk mengendalikan nafsu, bukan perkara yang gampang. Banyak diperlukan latihan-latihan dan amalan-amalan


(47)

keagamaan. Islam juga mengakui, bahwa mengendalikan nafsu memang pekerjaan yang berat sehingga pekerjaan itu dinilainya sebagai jihad akbar atau perang besar sedang perang fisik melawan musuh, betapapun hebatnya hanya diakui sebagai jihad ash-shigar atau perang kecil saja.

Oleh karena itu, dikatakan oleh Nabi, bahwa orang kuat yang sebenarnya bukanlah orang yang selalu menang dalam perkelahian fisik, melainkan ialah orang yang mampu menguasai nafsunya sewaktu ia marah (H.R. Bukhari dan Muslim).45

Di kalangan ahli tasawuf, kita mengenal sistem pembinaan mental, dengan istilah : Takhalli (mengosongkan atau membersihkan jiwa dari sifat-sifat tercela), tahalli (mengisi jiwa yang telah kosong dari sifat-sifat tercela dengan sifat-sifat yang terpuji), tajalli.

Jadi dalam rangka pembinaan mental, pensucian jiwa hingga dapat berada dekat dengan Tuhan, maka pertama kali yang dilakukan adalah pengosongan atau pembersihan jiwa dari sifat-sifat tercela, setelah itu, jiwa yang kosong diisilah dengan sifat-sifat terpuji, hingga akhirnya sampailah pada tingkat berikutnya dengan apa yang disebut “tajalli”, yakni tersingkapnya tabir sehingga diperoleh pancaran Nur Illahi.

Adapun akhlak atau sifat-sifat mahmudah sebagaimana yang dikemukakan oleh ahli akhlak, antara lain :

1) Al-Amanah (setia, jujur, dapat dipercaya) 2) Al-Sidqu (benar, jujur)

3) Al-Adl (adil) 4) Al-Afwu (pemaaf) 5) Al-Alifah (disenangi) 6) Al-Wafa (menepati janji) 7) Al-Haya (m alu)

45

Humaidi Tatapangarsa, “Akhlak Yang Mulia”, (Surabaya, PT. Bina Ilmu Offset), h.


(1)

90

7. Segala sesuatu itu pasti ada pangkalnya. Apabila masalahnya adalah perbuatan

zinah, maka salah satu upaya yang saya lakukan adalah dengan memupuk

kembali keimanan para siswa agar lebih mendekatkan diri kepada Allah,

seperti tadarus bersama, shalat berjamaah, dianjurkan shalat sunnah dhuha dan

lainnya.

8. Pernah, seperti ketika saya membahas materi tentang perilaku tercela. Dalam

perilaku tercela ada materi tentang dosa besar. Salah satu dosa besar adalah

berzinah. Saya informasikan hukum berzinah seperti apa, siksaan bagi orang

yang berzinah baik selama di dunia maupun kelak diakhirat seperti apa dan

bahaya-bahaya perbuatan zina. Kemudian tentang thaharah, salah satunya

adalah mengenai tentang kebersihan alat kelamin, etika bergaul dan

berpakaian, dll.

9. Beragam, tetapi mayoritas mereka sangat antusias. Terbukti banyak

pertanyaan dari mereka.

10. Ya selama pendidikan seks itu diberikan secara benar dan memiliki landasan

yang kuat, bisa berdampak postitif terhadap akhlak siswa.


(2)

(3)

(4)

93

Reliabilitas dan Validitas Pendidikan Seks

Reliability Statistics

Cronbach's

Alpha N of Items

.847 23

Item-Total Statistics

Scale Mean if Item Deleted

Scale Variance if Item Deleted

Corrected Item-Total Correlation

Cronbach's Alpha if Item

Deleted

VAR00001 81.0667 92.271 .803 .823

VAR00002 81.3000 92.838 .796 .824

VAR00003 81.0000 99.379 .691 .833

VAR00004 81.1333 99.913 .644 .834

VAR00005 81.5667 106.599 .156 .851

VAR00006 81.6000 91.972 .753 .825

VAR00007 81.4000 90.593 .773 .823

VAR00008 81.6000 103.352 .282 .847

VAR00009 81.2333 105.633 .338 .844

VAR00010 81.0667 96.202 .733 .829

VAR00011 81.4333 105.357 .287 .845

VAR00012 82.7000 105.114 .200 .850

VAR00013 82.1667 107.523 .080 .856

VAR00014 81.6333 101.757 .405 .841

VAR00015 81.3667 94.516 .696 .829

VAR00016 82.1000 110.921 -.066 .863

VAR00017 81.0333 98.723 .669 .832

VAR00018 81.8333 106.489 .149 .851

VAR00019 81.4333 108.737 .088 .851

VAR00020 80.9667 106.723 .264 .846

VAR00021 81.5333 109.430 .034 .853

VAR00022 80.8667 103.982 .481 .840

VAR00023 80.9000 107.059 .224 .847

Scale Statistics

Mean Variance Std. Deviation N of Items 85.1333 110.671 10.52004 23


(5)

94

Reliabilitas dan Validitas Akhlak

Reliability Statistics

Cronbach's

Alpha N of Items

.925 20

Item-Total Statistics

Scale Mean if Item Deleted

Scale Variance if Item Deleted

Corrected Item-Total Correlation

Cronbach's Alpha if Item

Deleted

VAR00001 74.0333 131.757 .688 .920

VAR00002 74.4333 136.047 .481 .924

VAR00003 74.6000 128.869 .640 .921

VAR00004 74.1333 126.120 .869 .916

VAR00005 74.0000 130.828 .780 .919

VAR00006 74.4333 124.599 .665 .921

VAR00007 74.2667 128.133 .751 .919

VAR00008 74.0000 130.000 .700 .920

VAR00009 74.5000 118.259 .860 .915

VAR00010 74.3667 132.861 .624 .921

VAR00011 74.4333 135.495 .514 .923

VAR00012 75.1333 139.775 .218 .929

VAR00013 74.2000 131.131 .634 .921

VAR00014 73.9000 131.197 .656 .921

VAR00015 74.1000 127.128 .805 .917

VAR00016 74.1667 137.799 .407 .925

VAR00017 75.2667 142.202 .052 .935

VAR00018 74.7667 130.737 .524 .924

VAR00019 74.3333 130.092 .600 .922

VAR00020 74.6333 130.309 .618 .921

Scale Statistics

Mean Variance Std. Deviation N of Items 78.3000 144.769 12.03200 20


(6)

95

Correlations

Descriptive Statistics

Mean Std. Deviation N

Pend.Seks 85.4138 10.59150 29

Akhlak 78.3000 12.03200 30

Correlations

Pend.Seks Akhlak

Pearson Correlation 1 .839**

Sig. (2-tailed) .000

Sum of Squares and

Cross-products 3141.034 3.040E3

Covariance 112.180 108.558 Pend.Seks

N 29 29

Pearson Correlation .839** 1

Sig. (2-tailed) .000

Sum of Squares and

Cross-products 3039.621 4.198E3

Covariance 108.558 144.769 Akhlak

N 29 30


Dokumen yang terkait

Aplikasi ujian madrasah berbasis lokal area network (LAN) : studi kasus mata pelajaran tik pada madrasah tsanawiyah al-muawanah curug tangerang

0 4 107

Pengaruh Metode Reading Aloud (Membaca Nyaring) Terhadap Pemahaman Bacaan Siswa Kelas Ii Mi Nurul Huda Curug Wetan Tangerang Tahun Pelajaran 2013/2014

3 12 203

Hubungan pendidikan aqidah akhlak dengan perilaku siswa di Madrasah Tsanawiyah (MTs) As-Sa’adah Jakarta Timur

0 11 95

Hubungan kecerdasan emosi (emotional intellegence dengan prestasi belajar aqidah akhlak siswa kelas 111 Mts.Nurul Yaqin legok-Tangerang

0 7 0

Implementasi Pembelajaran Fiqih di Madrasah Tsanawiyah Pondok Pesantren Nurul Huda Sukaraja OKU Timur

2 6 169

Kompetensi Kepribadian Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa di Madrasah Tsanawiyah Nurul Huda Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan

0 3 151

PERAN KOMITE SEKOLAH TERHADAP PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN DI MADRASAH TSANAWIYAH NURUL HUDA SEPAKUNG KECAMATAN BANYUBIRUKABUPATENSEMARANG TAHUN 2015 - Test Repository

0 0 120

BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA A. Gambaran Umum Madrasah Tsanawiyah Nurul Huda Natar 1. Sejarah Berdirinya MTs Nurul Huda Natar. - Kompetensi Kepribadian Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa di Madrasah Tsanawiyah Nuru

0 0 37

PEMBELAJARAN FIQIH DI MADRASAH TSANAWIYAH PONDOK PESANTREN NURUL HUDA SUKARAJA OKU TIMUR Tesis

0 0 20

BAB III PROFIL MADRASAH TSANAWIYAH NURUL HUDA SUKARAJA OKU TIMUR - Pembelajaran Fiqih di Madrasah Tsanawiay pondok pesantren Nurul Huda Sukaraja Oku Timur - Raden Intan Repository

0 0 14