Tanam Paksa Cultuur Stelsel
104
Cakrawala Sejarah SMAMA Kelas XI Bahasa
Inskripsi
Latar belakang tanam paksa 1. Di Eropa, Belanda terlibat perang melawan Belgia
sehingga menghabiskan biaya yang besar. 2. Di Hindia Belanda sekarang Indonesia, banyak terjadi
perlawanan dari rakyat, seperti Perang Diponegoro dan Perang Padri yang juga menguras keuangan Belanda.
3. Kas negara Belanda kosong dan utang yang ditanggung Belanda cukup berat.
4. Pemasukan uang dari penanaman kopi tidak banyak. Pelaksanaan tanam paksa membawa kemiskinan rakyat.
Sekitar 900 triliun rupiah kekayaan Indonesia dikeruk Belanda selama tanam paksa 1830 –1870.
1 Seperlima tanah penduduk wajib ditanami tanaman yang laku dalam perdagangan internasionalEropa.
2 Tanah yang ditanami bebas pajak. 3 Pekerjaan yang diperlukan untuk menanam tanaman perdagangan tidak boleh
melebihi pekerjaan untuk menanam padi. 4 Hasil tanaman perdagangan diserahkan kepada pemerintah dan jika harga yang
ditaksir melebihi pajak, kelebihan itu milik rakyat dan diberikan cultuur procenten hadiah karena menyerahkan lebih. Akibatnya, rakyat saling berlomba untuk
mendapatkannya. 5 Kegagalan tanamanpanen menjadi tanggung jawab pemerintah.
Pelaksanaan tanam paksa diselewengkan oleh Belanda dan para petugasnya yang berakibat membawa kesengsaraan rakyat. Bentuk penyelewengan tersebut, misalnya,
kerja tanpa dibayar untuk kepentingan Belanda kerja rodi, kekejaman para mandor terhadap para penduduk, dan ekploitasi kekayaan Indonesia yang dilakukan Belanda.
Melihat penderitaan rakyat Indo- nesia, kaum humanis Belanda menuntut
agar tanam paksa dihapuskan. Tanam paksa mengharuskan rakyat bekerja
berat selama musim tanam. Penderitaan rakyat bertambah berat dengan adanya
kerja rodi membangun jalan raya, jembatan, dan waduk. Selain itu, rakyat
masih dibebani pajak yang berat, sehingga sebagian besar penghasilan
rakyat habis untuk membayar pajak. Akibatnya, rakyat tidak mampu men-
cukupi kebutuhan sehari-hari sehingga
kelaparan terjadi di mana-mana, seperti Cirebon, Demak, dan Grobogan. Sementara itu di pihak Belanda, tanam paksa membawa keuntungan yang besar.
Praktik tanam paksa mampu menutup kas negara Belanda yang kosong sekaligus membayar utang-utang akibat banyak perang.
Adapun tokoh-tokoh kaum humanis antitanam paksa sebagai berikut. 1 Eduard Douwes Dekker yang memprotes pelaksanaan tanam paksa melalui tulisannya
berjudul Max Havelaar. Dalam tulisan tersebut, ia menggunakan nama samaran Multatuli, artinya aku yang menderita.
2 Baron van Hoevell, seorang pendeta di Batavia yang berjuang agar tanam paksa dihapuskan. Usahanya mendapat bantuan Menteri Keuangan Torbecke.
3 Fransen van de Pute, seorang anggota Majelis Rendah yang mengusulkan tanam paksa dihapuskan.
4 Van Deventer pada tahun 1899, menulis artikel berjudul Een Eereschuld Utang Budi yang dimuat dalam majalah De Gids. Artikel tersebut berisi, antara lain,
Trilogi Van Deventer yang mencakup edukasi, irigasi, dan transmigrasi. Edukasi
Perkembangan Budaya dan Masyarakat Indonesia ....
105 Inskripsi
Selain dari kaum humanis Belanda, pelaksanaan tanam paksa juga mendapat
reaksi dari rakyat pribumi, misalnya, perlawanan di Pariaman, Sumatra Barat
1841, di Padang 1844, dan di Jawa 1846 dengan membakar kebun
tembakau milik Belanda.
artinya mendirikan sekolah-sekolah bagi pribumi dan akhirnya akan melahirkan kaum cerdik pandai yang memelopori pergerakan nasional Indonesia. Irigasi artinya
mengairi sawah-sawah, namun pada praktiknya yang diairi hanya perkebunan milik Belanda. Transmigrasi artinya memindahkan penduduk dari Pulau Jawa ke luar
Pulau Jawa, misalnya, Sumatra. Namun praktiknya berubah menjadi emigrasi, yaitu memindahkan penduduk Indonesia ke Suriname untuk kepentingan perkebunan
Belanda.
Akhirnya, tanam paksa dihapuskan, di- awali dengan dikeluarkannya Undang-
Undang Regrering Reglement pada tahun 1854 tentang penghapusan perbudakan.
Namun pada praktiknya, perbudakan baru dihapuskan pada tanggal 1 Januari 1860.
Selanjutnya, pada tahun 1864 dikeluarkan Undang-Undang Keuangan Comptabiliteits
Wet
yang mewajibkan anggaran belanja Hindia Belanda disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Dengan demikian, ada pengawasan dari Badan Legislatif di
Nederland. Kemudian pada tahun 1870 dikeluarkan UU Gula Suiker Wet dan UU Tanah Agrarische Wet.
Tanam paksa benar-benar dihapuskan pada tahun 1917. Sebagai bukti, kewajiban tanam kopi di Priangan, Manado, Tapanuli, Sumatra Barat dihapuskan.