Perpaduan dalam seni bangunan

90 Cakrawala Sejarah SMAMA Kelas XI Bahasa naga yang terdapat di sana sini. Kedatangan Islam menambah lagi satu pola, yaitu huruf-huruf Arab. Pola itu sering kali digunakan untuk menyamarkan lukisan makhluk hidup, biasanya binatang dan bahkan juga untuk gambar wayang. Sumber: Indonesia Indah, Aksara Gambar 3.16 Kitab Serap Panji, beraksara Arab dengan bahasa Jawa. Ilustrasinya menunjukkan perpaduan pengaruh Hindu-Buddha, dan Islam.

2. Perbandingan konsep kekuasaan di kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha dengan kerajaan-kerajaan Islam

Bentuk akulturasi budaya yang lain adalah sistem pemerintahan. Sebelum masuknya pengaruh Hindu-Buddha ke Indonesia, bangsa Indonesia telah mengenal sistem pemerintahan kepala suku yang berlangsung secara demokratis. Akan tetapi, setelah masuknya pengaruh Hindu-Buddha, tata pemerintahan disesuaikan dengan sistem yang berkembang di India. Seorang kepala pemerintah bukan lagi seorang kepala suku, melainkan seorang raja yang memerintah secara turun-temurun. Artinya, pemilihan raja bukan lagi ditentukan oleh kemampuan melainkan keturunan. Adapun pada masa Islam, sebutan raja berganti sultan yang berkuasa atas kekuasaan negara, agama, dan budaya. Namun ada juga sebutan sunan, misalnya gelar raja-raja Mataram. Mereka bergelar sunan karena mereka lebih mementingkan sebagai kepala agama. Dalam pandangan rakyat pada masa Hindu-Buddha, raja diidentikkan dengan dewa kultus dewa raja. Dalam diri raja terdapat roh dewa yang mengendalikan pribadinya. Negara dianggap sebagai citra kerajaan para dewa. Raja memiliki kekuasaan yang tidak terbatas. Setelah zaman Islam, kultus dewa raja sudah tidak berlaku. Hal ini terjadi karena agama Islam menempatkan raja sebagai penyebar agama Islam. Manusia yang terpilih sebagai wali akan mendapatkan tanda khusus dari Tuhan dalam bentuk kalipatullah wali Tuhan, yaitu perlambang-perlambang tertentu. Berdasarkan hal itu, seorang raja harus memiliki legitimasi pengesahan dari Tuhan. Bentuk legitimasi ini oleh orang Jawa disebut wahyu pulung. Seseorang yang telah mendapat wahyu keraton akan menjadi penguasa seluruh tanah Jawa. Seorang raja harus memiliki perlambang-perlambang dengan kekuatan magis. Misalnya dalam Babad Tanah Jawi dikisahkan bahwa takhta Kerajaan Majapahit harus diduduki terlebih dahulu oleh Sunan Giri selama 40 hari untuk menolak bala sebelum diserahkan kepada Raden Patah. Perlambang lain yang dapat menunjukkan kekuatan magis menurut Babad Tanah Jawi adalah gong.