Schlosser et al. 2005. Untuk tujuan tersebut banyak faktor yang mempengaruhi, yaitu: jumlah dan jenis asam-asam amino esensial; kandungan protein yang
dibutuhkan; kandungan energi pakan; dan faktor fisiologis ikan. Protein juga dapat digunakan sebagai sumber energi jika kebutuhan energi dari lemak dan
karbohidrat tidak mencukupi dan juga sebagai penyusun utama enzim, hormon, dan antibodi.
Setiap spesies bulubabi membutuhkan kadar protein yang berbeda untuk pertumbuhannya dan dipengaruhi oleh umurukuran bulubabi. Kebanyakan pakan
bulubabi mengandung 20 – 40 protein Schlosser et al. 2005. Akiyama et al. 2001 mendapatkan kadar protein 20 optimal untuk pertumbuhan bulubabi
Pseudocentrotus depressus ukuran 15 mm, sedang Hammer et al. 2004
mendapatkan kadar protein pakan ≥21 memberikan pertumbuhan dan
kelangsungan hidup yang maksimal pada Lytechinus variegatus berukuran 14 mm. Pada Strongylocentrotus droebachiensis ukuran 60 mm, kadar protein pakan
19 yang optimal menghasilkan gonad berkualitas baik Pearce et al. 2002, sedang Hammer et al. 2006 mendapatkan protein pakan 20 optimal untuk
induk Lythecinus variegatus berukuran 36 mm. Selain protein, kandungan energi pakan merupakan salah satu faktor
pembatas selama perkembangan dan pematangan gonad pada siklus reproduksi Schlosser et al. 2005. Pakan yang kandungan energinya rendah akan
menyebabkan ikanbulubabi menggunakan sebagian protein sebagai sumber energi untuk metabolisme, sehingga bagian protein untuk proses perkembangan
dan pematangan gonad menjadi berkurang. Sebaliknya jika kandungan energi pakan terlalu tinggi akan membatasi jumlah protein yang dimakan. Pengaruh
energi pakan khususnya keseimbangan antara protein dan energi dalam pakan terhadap produksi gonad bulubabi belum banyak diketahui. Protein dan energi
dialokasikan untuk meningkatkan ukuran tubuh atau produksi gonad, tergantung pada kondisi reproduksi bulubabi.
2.5 Peranan Karotenoid
Warna kuning, kemerahan, dan oranye dari gonad bulubabi, disebabkan oleh karotenoid terutama
β-echinenon Agatsuma et al. 2005. Echinenon
merupakan karotenoid dominan pada kebanyakan gonad bulubabi yang disintesis dari
β- karoten Shpigel et al. 2005. Warna gonad berubah secara musiman dipengaruhi oleh siklus reproduksi dan aktivitas merumput. Warna gonad juga
dipengaruhi oleh spesies alga yang dimakan oleh bulubabi Agatsuma et al. 2005. Bulubabi yang memakan pakan buatan sering menghasilkan gonad yang
besar tetapi berwarna pucat. Beberapa penelitian mendapatkan bahwa sumber karotenoid alami dari rumput laut paling efektif menciptakan pewarnaan yang
baik dibandingkan dengan karotenoid yang ditambahkan dalam pakan buatan Robinson et al. 2002; Shpigel et al. 2005. Pakan alga
alami atau penambahan β- karoten alami yang dihasilkan dari alga Dunaliella salina kering, memberikan
peningka tan warna gonad, sedang β-karoten sintetik atau astaxantin tidak
memperbaiki warna gonad Shpigel et al. 2005. Pada penelitian pemberian pakan kombinasi alga Gracilaria conferta dan Ulva lactula dengan pakan buatan pada
bulubabi Paracentrotus lividus, menunjukkan pakan buatan sangat efektif dalam meningkatkan massa gonad, sementara alga dapat digunakan untuk memperbaiki
warna dan kualitas gonad. Pada studi ini didapatkan korelasi positif antara kadar echinenon dan warna gonad. Echinenon telah diidentifikasi sebagai karotenoid
dominan pada kebanyakan gonad bulubabi , dan β-karoten digambarkan sebagai
prekursor untuk proses metabolisme dalam memproduksi echinenon. Oleh karena kandungan echinenon sebesar 83 dari total karotenoid pada berbagai studi
gonad echinoid, Plank et al. 2002 menyimpulkan bahwa gonad bulubabi adalah terminal karotenoid dan kadarnya yang tinggi di dalam gonad, mengindikasikan
pentingnya bagi perkembangan gamet, telur, dan embrio. Pada beberapa spesies ikan salmon, karotenoid berfungsi dalam
reproduksi, dengan mobilisasi karotenoid pada daging dan deposisinya pada kulit dan ovari, yang terjadi selama maturasi. Kadar karotenoid dalam plasma
kemungkinan dipengaruhi oleh absorpsi karotenoid dari makanan. Selain itu, kadar karotenoid plasma dipengaruhi oleh waktu dan proses pematangan. Kadar
karotenoid dalam plasma ikan yang matang, relatif menurun dibandingkan pada ikan yang belum matang. Hal ini mungkin disebabkan oleh menurunnya konsumsi
pakan. Kadar astaxantin pada ovari lebih tinggi daripada dalam daging, menunjukkan bahwa ovari mempunyai afinitas yang tinggi untuk deposisi
karotenoid. Selama pematangan, karotenoid dimobilisasi dari otot dan diinkorporasi ke dalam perkembangan ovari Torinsen dan Torinsen 1985.
Warna oranye pada otot dan telur salmon Atlantik terutama karena adanya astaxantin karotenoid 3,3’-dihidroxi-
β, β-karoten-4,4’-dione. Seperti pada spesies ikan lain, salmon tidak dapat mensintesis astaxantin atau karotenoid lain
tetapi diabsorpsi dari makanan dan dideposit ke dalam berbagai jaringan tubuh termasuk gonad. Kadar astaxantin dalam plasma dipengaruhi oleh waktu dan
tingkat kematangan sexual. Kadar astaxantin pada daging dan ovari menurun secara signifikan selama pematangan, tetapi jumlah total dalam ovari terus
meningkat. Kandungan karotenoid juga berkaitan dengan kemampuan telur dalam
mentoleransi kondisi lingkungan, misalnya: elevasi temperatur air, elevasi kadar amoniak, dan bahaya pengaruh cahaya UV. Konsentrasi karotenoid yang tinggi
dalam telur dilaporkan dapat meningkatkan derajat fertilisasi Christiansen dan Torinsen 1997.
Deufel 1965 diacu dalam Christiansen dan Torrissen 1997, mendapatkan terjadi peningkatan jumlah betina matang dan pematangan awal
pada rainbow trout yang diberi suplemen kantaxantin dibandingkan dengan ikan yang tidak diberi suplemen. Menurut Cabello et al. 2002, pada crustacea,
pematangan ovari dicirikan oleh akumulasi bahan karotenoid. Defisiensi karotenoid pada pakan induk udang diduga dapat menyebabkan pigment
deficiency syndrome PDS yang dicirikan oleh bleaching pada ovari betina yang
matang dan pada kuning telur, yang selanjutnya berdampak pada rendahnya nafsu makan, dan tingginya deformities pada zoea 1, serta rendahnya kelangsungan
hidup pada zoea 2 Regunathan dan Wesley 2006. Wyban et al. 1997 diacu dalam Cabello et al. 2002 mendapatkan
paprika merupakan bahan pakan tambahan, yang baik bagi pematangan ovari Pennaeus vannamei,
karena dapat mensuplai beberapa nutrien essensial yang diperlukan bagi produksi nauplius berkualitas. P. vannamei mampu mengubah
karotenoid α-karoten, α-kriptoxantin, kaptaxantin, kapsorubin pada paprika
menjadi astaxantin.
Tahap oogenesis pada crustacea dicirikan oleh penimbunan kuning telur ke dalam oosit. Lipoprotein utama di dalam kuning telur adalah vitelin, yang
kemudian akan digunakan sebagai sumber nutrisi bagi perkembangan embrio. Vitelin crustacea merupakan High Density Lipoprotein HDL yang sering
berhubungan dengan karotenoid. Vitelin ini sebenarnya adalah lipo-gliko- karotenoprotein Chein et al. 1993. Telur crustacea mengakumulasi karotenoid
dalam jumlah yang signifikan sehingga memungkinkan untuk berfungsi selama vitelogenesis. Lebih lanjut dinyatakan bahwa warna telur memberikan suatu
indikasi dari kualitas telur. Selain itu, ada dugaan bahwa berkurangnya kualitas larva, disebabkan oleh kurangnya kadar karotenoid dalam kuning telur, pada saat
perkembangan embrio udang. Karotenoid mempunyai kemampuan memicu vitelogenesis udang, dan
berpengaruh langsung pada transkripsi gen hormon, yang terlibat dalam pematangan ovari. Selama vitelogenesis sekunder, karotenoid dimobilisasi dari
hepatopankreas ke ovari melalui hemolim, dimana karotenoid tersebut terakumulasi dalam oosit, sebagai bagian utama dari protein kuning telur
lipovitelin. Karotenoid juga berhubungan dengan produksi vitamin A dan melindungi lemak tak jenuh terhadap oksidasi. Selain itu, karotenoid dapat
berfungsi untuk melindungi cadangan makanan dan perkembangan embrio dari oksidasi radikal bebas dan radiasi cahaya matahari, serta mensuplai cadangan
pigmen untuk embrio dan larva Regunathan dan Wesley 2006.
2.6 Kualitas Gonad Bulubabi