Dasar-dasar Hukum dan Politik Agraria

III. Dasar-dasar Hukum dan Politik Agraria

Un tuk m en ggan ti Un dan g-un dan g yan g lam a warisan zam an pen jajah an den gan yan g bar u, per lu kita tetapkan dasar-dasar untuk m enentukan Politik dan H ukum Agraria yang baru itu. Untuk menentukan dasar-dasar politik dan Hu- kum Agraria ini, maka yang menjadi dasar dan pegangan kita ialah dasar-dasar dan pokok yan g terdapat dalam cita-cita r akyat m em ben tu k n egar a sebagai ban gsa yan g m er deka, sesudah m elepaskan dirinya dari belenggu penjajahan yang berabad-abad lamanya ialah bahwa tanah itu harus dipergu- nakan bagi kem akm uran rakyat.

Mengenai perubahan dasar H ukum Agraria ini banyak dikemukakan oleh bermacam-macam aliran dalam masyara- kat, partai-partai dan organisasi rakyat, terutama organisasi tani.

Mochammad Tauchid Di belakang dimuatkan lampiran yang berisi suara-suara,

pendapat-pendapat dan tuntutan rakyat tani dengan melalui organ isasi-organ isasin ya m en gen ai soal tan ah yan g san gat mengharap penyelesaian dengan segera. Apa yang diutarakan it u a d a la h p er soa la n -p er soa la n ya n g d iju m p a i t ia p h a r i m engenai tanah.

Dasar untuk menentukan politik agraria:

1. Negara Republik Indonesia adalah Negara Kerakyatan.

2 . Negara Kerakyatan m enjam in:

a . Hak-hak Asasi Manusia.

b . Kem akm uran dan kesejahteraan rakyat.

3 . Hak asasi manusia tidak boleh dipergunakan untuk menen- tang kepentingan m asyarakat dan negara.

4 . Usaha un tuk m en capai kem akm uran dan kesejahteraan rakyat ini dijalankan dengan:

a . Usaha rakyat perseorangan;

b . Usaha organisasi rakyat (usaha bersama);

c . Usaha negara.

5 . Usaha perseoran gan tidak boleh m erugikan kepen tin gan m asyarakat dan negara.

6 . Negara m engatur dengan rencana ketiga usaha itu untuk tujuan kem akm uran dan kesejahteraan rakyat.

7 . Pem erintah pusat berkewajiban m enjalankan dan m engu- rus usaha-usaha yang tidak dapat diselenggarakan oleh daerah, m isaln ya m en gen ai: pertah an an n egara, h ubun gan luar negeri, politik keuangan, perhubungan serta rencana pokok bagi m asyarakat dan negara. Usaha yang diselenggarakan oleh negara meliputi: pertambangan, kehutanan, dan keka- yaan alam lainnya, perhubungan, bank, dan sebagainya.

Atas dasar-dasar dan tujuan itu kita tetapkan dasar politik

Masalah Agraria di Indonesia agraria sebagai berikut:

1. Ta n a h a d a la h su m ber d a n t ia n g p en g hid u p a n set ia p m an usia;

2 . Bagi In don esia tan ah itu m en jadi pok ok pertam a bagi sum ber pen ghidupan dan kem akm uran serta kesejahte- raan raky at.

3 . Politik tanah harus berdasarkan dan bertujuan kem ak- m uran serta kesejahteraan bagi raky at.

4 . H u k u m t a n a h m en ja d i p ok ok -p ok ok d a sa r m en g a t u r pem akaian tanah sesuai dengan tujuan dan politik terse- but di atas. Segala undang-undang dan peraturan pem a- kaian tanah harus ditujukan untuk kepentingan tersebut.

Sebagai dasar-dasar hukum yang m engatur pem akaian tanah ditentukan sebagai berikut:

1. Bagi seluruh In don esia han y a ada satu m acam ben tuk hak tanah, dengan hak-hak y ang serupa bagi segenap w ar-

ga negara. Tidak ada hak-hak istem ew a bagi seseorang atau segolon gan w arga n egara di atas oran g atau go- longan lainny a;

2 . W arga negara m em puny ai hak m ilik atas tanah, dengan k eten tuan :

a . Tanah pertanian hanya untuk orang tani, yaitu orang yang hidup dari hasil mengusahakan tanah yang diusa- hakan dengan kerja sama koperatif, dalam penggarapan, pengolahan, dan penjualan hasilnya. Ini berarti bahwa tidaklah dibolehkan orang yang bukan tani (non agricul- turis ) m em iliki (m en guasai) tan ah pertan ian . Tan ah untuk tem pat kediam an dapat diberikan kepada orang bukan tani m enurut keperluannya.

b . Adanya pembatasan luas milik tanah bagi tiap-tiap ke-

Mochammad Tauchid luarga tani, dengan batas minimum berdasarkan perhi-

tungan penghasilan tani cukup untuk mencapai tingkat hidup layak menurut syarat-syarat jasmani dan rohani, dan pem batasan m aksim um luas tan ah yan g den gan syarat-syarat dan cara pertanian modern tidak memberi kem ungkinan tim bulnya pem erasan dan penghisapan di lapangan pertanian.

Dengan syarat-syarat a dan b tadi, maka tidak ada tempat lagi untuk pemusatan pemilikan tanah luas dalam satu tangan yang diam bil untungnya dengan diparokan atau disewakan kepada orang lain.

3 . Desa sebagai daerah kesatuan hidup yang berotonom mem- punyai hak wilayah dengan batasan Undang-undang negara, yaitu :

a . hak m engaw asi pem akaian tanah dalam lingkungan desany a agar hak m ilik perseorangan atas tanah tidak dipergun ak an y an g m erugik an k epen tin gan m asy a- rakat;

b . untuk kepentingan kem akm uran m asy arakat atau buat kepentingan um um lainny a dalam desa, buat sem en- tara w aktu atau selam a-lam anya, desa tem pat m engam - bil tanah dengan m em beri ganti kerugian y ang sem es- tiny a kepada pem ilikny a;

c . m enjaga dan m engaw asi agar pem indahan hak tanah dalam desa tidak m erugikan m asy arakat sedesa dengan m em peringati batas m inim um m ilik tanah bagi penjual dan pem beliny a;

d . m encegah dan m eniadakan pengluasan/ penim bunan m ilik tanah di atas m aksim um di sam ping pengecilan, pem ecahan (v ersnippering ) m ilik tanah y ang karena

Masalah Agraria di Indonesia kecilny a tanah tidak efisien lagi.

e . Dengan persetujuan desa ditetapkan seseorang tidak boleh m enjual tanah kepada orang lain desa y ang aki-

batny a akan m erugikan desa. Orang y ang sudah m en- capai batas m aksim um luas tanahny a tidak boleh m e- nam bah lagi, sebalikny a tanah hany a seluas m inim um tidak boleh dipecah lagi.

f. Desa m endorong dan m em bim bing pertum buhan usa-

ha pertan ian m odern dalam ben tuk koperatif dalam hal pen ggarapan tan ah, pen golahan , dan pen jualan hasil. Pertanian raky at hany a dapat dijalankan apa- bila ada kesadaran raky at tani sendiri.

4. a. N egara m en gatu r d en gan u n d an g-u n d an g ten tan g pem akaian tanah berdasarkan politik y ang bertujuan kem akm uran dan kesejahteraan raky at;

b . Negara m enjalankan pengaw asan y ang tertinggi akan t er la k sa n a n y a u n d a n g -u d a n g d a n p er a t u r a n a g a r pem akaian tanah tidak m eny im pang dari tujuan.

c . N egara dapat m en gam bil tan ah un tuk dipakai bagi kepentingan um um , seperti untuk bangunan-bangunan jalan, kebun-kebun percobaan dan untuk kepentingan um um lainny a, dengan m em bay ar sem estiny a kepada y ang berhak.

Dem ikian dasar-dasar politik dan hukum agraria untuk m engganti Undang-undang Agraria yang lam a. Segala pera- turan dan un dan g-un dan g selan jutn ya berdasarkan pokok- pokok tersebut di atas.

Arti semuanya ini adalah:

1. Di seluruh Indonesia hanya ada satu macam hak tanah bagi semua warga negara. Hak-hak tanah menurut hukum adat

Mochammad Tauchid di daerah-daerah dapat dibenarkan, bilamana tidak berten-

tangan dengan pokok tujuan itu. Di samping itu dasar-dasar yang baik yang ada dalam masyarakat (dasar-dasar gotong- royong dan sebagainya), dipelihara dan dikembangkan se- suai dengan tujuan di atas dalam bentuk modern.

2 . Sesuai dengan asas bahwa sem ua warga negara itu sam a hak dan kewajibannya, samalah pula hak warga negara atas tanah. Dan atas dasar-dasar pengertian, bahwa hanya ada satu macam saja warga negara, tidaklah tempatnya membe- da-bedakan hak warga negara golongan satu dengan lain- n ya. Persoalan yang sering tim bul yaitu bagaim ana hak warga negara “bekas orang asing” atas tanah. Persoalan ini timbul karena sisa politik penjajahan yang lampau, di mana orang asing m endapat hak-hak istimewa, diantaranya hak tanah secara istimewa dengan merugikan rakyat Indonesia. Mere- ka merupakan golongan sendiri di atas masyarakat Indone- sia, yang mencolok mata keadaannya. Pendapat yang ingin membedakan hak antara warga negara ‘asli’ dengan warga negara ‘bukan asli’ atas tanah timbul sebagai ‘aksi pemba- lasan’ yang timbul karena warisan sejarah yang lampau. Dulu kepada mereka, sesuai dengan politik penjajahan, dibe- rikan hak-hak istimewa di atas orang-orang Indonesia yang sekarang menjadi ‘warga negara asli’. Timbul kekhawatiran bahwa warga negara ‘bukan asli’ tadi, yang merupakan ‘go- lon gan ekon om i kuat’, den gan hak tan ahn ya n an ti akan m erugikan dan m en in das kepen tin gan rakyat In don esia ‘asli’. Aksi pembalasan semacam ini yang timbul karena ‘sentimen borjuis’, mudah dimaklumi. Bahkan dapat dimaklumi pula

Masalah Agraria di Indonesia sesalan orang, mengapa orang asing itu diberi pintu masuk

warga negara dengan hak-hak lainnya. Memang, kalau kita tidak berpegangan dengan dasar-dasar politik di atas, sekalipun kita menutup pintu bagi warga nega- ra ‘bukan asli’ itu, toh akan timbul aksi merajalela, dari orang Indonesia yang sekarang menjadi ‘warga negara asli’. Maksud un tuk m elin dun gi golon gan yan g ‘ekon om in ya lem ah’ dari seran gan golon gan yan g ‘ekon om in ya kuat’, dengan membedakan hak milik tanah di antara warga ne- gara, tidak dapat dibenarkan, dengan dipakainya ‘garis keas- lian’ dan ‘bukan keaslian’ kewarganegaraan. Golongan yang lemah dan golongan yang kuat dalam ekonomi tidak dapat ditarik garisnya dengan perbedaan kulit dan keaslian atau bukan keaslian. Kenyatan bahwa orang Indonesia lebih m iskin um um nya dari orang yang dulu sebagai orang asing, tidak dapat selesai dijawab dengan ‘aksi pem balasan’ itu, karena pangkalnya bukan terletak pada perbedaan kulit dan darah. Perlindungan kepada orang Indonesia asli sebagai golongan yang lem ah ekonom inya dengan cara dem ikian tidak ada artinya apabila di samping itu dilepaskannya kaum modal raksasa di gelanggang perlom baan dengan segala keleng- kapan dan peralatannya untuk bertarung dengan ‘si lemah’, sebagai pelepasan H ar im au u n tu k ber lom ba d en gan si Kambing lemah. Perlindungan itu sebagai pagar berlubang- lubang pengurung kam bing, dim ana kuku harim au m asih leluasa masuk menerkam kambing yang dilindungi itu. Den gan m em egan g dan m en jalan kan betul-betul pokok- pokok yang dikemukakan di muka yaitu bahwa (a) Tanah itu ha n y a u n tu k or a n g ta n i u n tu k d iu sa ha k a n sen d ir i

Mochammad Tauchid dengan kerja sam a koperatif y ang erat; (b) Dengan pem -

ba t a sa n lu a s (m aksim u m d an m in im u m ); (c) Den g a n pen gaw asan hak w ilay ah desa; (d) Den gan kesadaran raky at sendiri, dan ini y ang terpenting, tahu akan harga dirin y a, tidak pada tem patnya untuk m em beda-bedakan warga negara antara golongan yang satu dengan yang lain.

3 . Dengan hapusnya hak-hak istimewa sebagai hak-hak feodal,

baik pada seseorang maupun untuk badan-badan partikelir atas tanah, m aka hapuslah hak-hak seperti: tanah-tanah perdikan, hak-hak istim ew a kelola sw apraja, dan hak ba- dan partikelir lainnya. Tidak ada tempat lagi bagi onderne- m ing-ondernem ing besar dengan hak-hak erfpacht, perti- culiere landerijen , konsesi dan sebagainya yang merupakan eksploitasi tanah besar-besaran untuk keuntungan seorang atau segolongan saja (baik asing maupun bangsa sendiri), dengan memeras dan menghisap segolongan besar tenaga rakyat. Dengan pembatasan maksimum dan minimum luas tan ah un tuk diusah akan sen dir i den gan car a per tan ian m odern m aka tidak pula pada tem patnya di negara Indo- n esia in i pem ilikan tan ah yan g luas (feodal atau bukan feodal), dengan eksploitasi untuk kepentingan perorangan, atau pemilikan perorangan tanah luas untuk diparokan atau disewakan kepada orang lain secara pemerasan lintah darat. Tanah-tanah ondernem ing seharusnya dibagi-bagikan ke- pada para petani untuk dikerjakan, sedangkan pabrik-pabrik dan bangunan-bangunan untuk keperluan pengolahan pro- duksi dijadikan sebagai milik koperatif dari usaha bersama para petani itu atau dalam eksploitasi negara, atau sebagai usaha cam puran.

4 . Berapa luas tanah minimum dan maksimum bagi tiap-tiap

Masalah Agraria di Indonesia keluarga tani, ditentukan dengan mengingat faktor-faktor;

kualitas tanah, macam tanaman yang seharusnya diusaha- kan dengan tanahnya itu, cara-cara produksi serta teknik pertanian dan sebagainya. Semuanya itu menjadi dasar dalam menentukan dan mem- perhitungkan dengan maksud mencapai penghasilan kelu- ar ga tan i yan g cu ku p u n tu k h id u p layak (syar at-syar at jasm an i dan roh an i) bagi keluarga tan i yan g berderajat tinggi dalam m asyarakat. Berhubung dengan itu m aka di masing-masing daerah akan tidak sama batas-batas maksi- mum dan minimumnya, berhubung dengan perbedaan ke- adaan tanah di masing-masing daerah itu. J uga bagi masing- masing jenis tanah di dalam satu daerah. Kemajuan teknik yang membawa kemajuan dan perbaikan dalam penghasilan dan cara pengusahaannya akan m enentukan juga berapa maksimum dan minimum milik tanah, dengan mengingat perkem ban gan cacah jiwa di m asin g-m asin g daerah dan bagi Indonesia seluruhnya. Faktor-faktor kesuburan tanah, serta kemajuan teknik per- tanian memberi kemungkinan juga pada suatu ketika peru- bahan batas-batas luas itu yan g dapat diten tukan setiap waktu , d iser tai r an can gan m od er n isasi p er tan ian yan g seksam a. Tingkat produksi pertanian sekarang yang m asih rendah menjadi salah satu dasar penentuan batas-batas minimum dan m aksim um tan ah yan g berbeda den gan waktu yan g akan datang, kalau pertanian sudah mencapai tingkat yang tinggi, misalnya kalau hasil dengan usaha teknik yang baru dapat mencapai hasil dua atau tiga kali lipat tingkat produksi yang sekarang ini. Bertambahnya penduduk akan memaksa

Mochammad Tauchid

m en in jau kem bali batas-batas yan g diten tukan di waktu beberapa tahun sebelum n ya. Perubahan ini akan dapat dipertanggungjawabkan untuk tujuan kemakmuran rakyat, kalau ada keseimbangan dengan kemajuan teknik pertanian, hingga dengan perubahan luas milik itu tetap dipegang dasar bahwa penghasilan keluarga tani cukup untuk hidup layak sebagai manusia yang berde- rajat tinggi.

5 . Desa m em pun yai hak wilayah den gan pen gertian bahwa

kerakyatan benar-benar dirasakan dan akan dilaksanakan oleh rakyat sebanyak-banyaknya dan seluas-luasnya. Kerak- yatan haruslah berat ke bawah dan paling sempurna di desa atau kesatuan yang setingkat dengan itu. Maka dalam hal ini tidak boleh lupa hubungannya dengan usaha pendem okrasian pem erintahan um um nya dan ter- utama desa sebagai dasar susunan pemerintahan seluruh- n ya. Dengan susunan desa yang belum demokratis yang meru- pakan pemerintahan beberapa orang saja yang tidak didu- kung oleh rakyat seperti dulu dan sampai sekarang masih berlaku, pemberian hak ini kepada desa akan lebih mudah menimbulkan tindakan yang menyimpang dari garis tujuan su d ah d iten tu kan , sebagai ju ga h aln ya H in d ia Belan d a den gan dom ein v erklarin g-n ya.

Dem ikianlah pokok-pokok untuk m enentukan undang- un dan g dan peraturan pem akaian tan ah. Atas dasar-dasar pokok itu selanjutnya diatur cara pemakaian tanah bagi selu- ruh Indonesia.Dalam pelaksanaan pokok dasar seperti terse- but di atas harus diatur persiapan-persiapan yang lengkap.

Bila perlu dapat diadakan peraturan-peraturan peralihan

Masalah Agraria di Indonesia mengenai hubungannya dengan modal asing yang ada di sini

di lapangan tanah, sesuai dengan kesanggupan dan kecakapan yang ada pada bangsa sendiri seim bang antara kem am puan dan cita-cita.

Dengan segala peraturan dan peraturan peralihan itu kita menuju kepada likuidasi kekuasaan monopoli modal asing di sini selekas-lekasnya, artinya kita tidak boleh lagi m enggan- tungkan hidup kita kepada orang lain.