Masalah Tanah sesudah Proklamasi Kemerdekaan
II. Masalah Tanah sesudah Proklamasi Kemerdekaan
Pem bongkaran hutan-hutan dan onderdem ing, diterus- kan di jaman Indonesia Merdeka. Kemerdekaan yang berarti pem bebasan raky at tani dari penindasan, pem bebasan dari kem iskinan dan pem bebasan dari ketakutan, seperti sudah ditetapkan sebagai tujuan sejak r akyat In d on esia ber ju an g m en capai kem er d ekaan , d ih a-
Mochammad Tauchid rapkan akan m engem balikan tanah nenek m oyangnya dulu,
yang selama jaman penjajahan dirampas oleh kaum penjajah dan menyebabkan kemiskinan, sengsara dan kelaparan.
Den gan t id ak m en gh ir au kan kep en t in gan p en gair an (hy drologie) bagi tan ah pertan ian n ya, pem babatan hutan - hutan untuk dijadikan tanah pertanian dijalankan terus. Ba- hay a erosi yang dapat menimbulkan bencana bagi pertanian- nya, yang tidak dapat dikejar kembali dalam waktu berpuluh bahkan beratus tahun, tidak diketahui dan tidak diingat. Rak- yat m erasa m erdeka m em buka hutan kem bali sebagai hak nenek m oyangnya dulu, yang selam a ini tertutup dan terla- rang. Kalau dulu rakyat takut m engganggu hutan larangan, karena takut bayonet, sesudah Indonesia merdeka yang m en- jan jik an k ebahagiaan dan kem uliaan raky at m en gan ggap tidak ada alasan untuk takut lagi. Hal ini terutama terhadap tanah-tanah onderneming yang sudah didahului di jaman J e- pang dengan izin atau perintah militer J epang. Pada sangkanya, sedang Pemerintah J epang saja suka memberikan tanah-tanah ondernem ing itu “untuk rakyat”, sudah barang tentu bahwa Pemerintah Indonesia Merdeka, yang akan memberikan keba- hagiaan rakyat, akan mengizinkan tindakan itu, demikian sang- kanya. Rakyat yang haus akan tanah, menganggap dan meng-
h ar ap bah wa ter u sir n ya pen jajah an d ar i bu m i In d on esia, berarti akan kem balinya hak-hak kepunyaannya dulu. Pada waktu terjadinya perang kolonial antara Indonesia dan Belanda, untuk siasat bumi hangus, pembongkaran onder- neming-onderneming sebagai sumber kekayaan musuh, dite- ruskan dengan perintah pimpinan perjuangan, pimpinan ang- katan perang dan Pemerintah.
Rakyat yan g m em an g h au s akan tan ah , in gin m akan
Masalah Agraria di Indonesia ken yan g d it am bah d en gan r asa d en d am kep ad a m u su h ,
menjalankan siasat bumi hangus itu dengan gembira dan pe- nuh semangat, dengan tidak takut dan gentar menentang baha- ya sebagai akibat perbuatannya itu. Di beberapa tempat lagi, untuk kepentingan biaya perang dan perjuangan, beberapa oran g pim pin an peran g m em berikan h utan kepada rakyat dengan m em ungut uang.
Beribu-ribu hektar tanah ondernem ing dan hutan dija- dikan tanah pertanian rakyat untuk menanam bahan makanan dan untuk mendirikan gubug-gubug rumahnya yang sebelum- nya mereka menumpang di pekarangan orang lain.
Hal ini terus-menerus terjadi pada waktu perang kolonial y ang kedua sejak Desember 1948, karena siasat bumi hangus juga. Pembumi-hangusan berjalan dengan hebatnya, dijalan- kan oleh rakyat tani. Berduyun-duyun orang datang dari desa
yang jauh, datang ke tempat sarang onderneming “untuk mem- buka kebun ” sam bil turut m en un aikan kewajiban perin tah perjuangan, m em bum i-hanguskan bangun-bangunan m usuh yan g ber u pa on d er n em in g. Sam bil ber ju an g m en u n aikan kewajiban nasional, mempertahankan kemerdekaan dan me- lum puhkan kekuatan m usuh, m en dapat tan ah un tuk tian g pen ghidupan n ya.
Bagi rakyat tani, mempertahankan kemerdekaan tidak lain dim aksudkan terutam a m em pertahan kan tiap-tiap jen gkal tanah yang menjadi sumber dan tiang penghidupannya.
Di daer ah -daer ah Republik yan g tidak digan ggu oleh Belanda sebelum perang kolonial pertama dan kedua, onder- nem ing-ondernem ing m odal asing “di-Indonesia-kan” diku- asai oleh orang-orang Indonesia dengan merek “m ilik Republik Indonesia” . Karena ketaatan rakyat kepada Pem erintah dan
Mochammad Tauchid Negar an ya, den gan keper cayaan dan pen gh ar apan bah wa
perkebunan yang dikuasai dengan merek “m ilik republik” itu hasilnya untuk negara dan untuk rakyat, maka bagaimanapun hausnya rakyat akan tanah, tidaklah m au m engam bil tanah yang diberi merek “m ilik Republik Indonesia” itu begitu saja. Terhadap tanah-tanah onderneming-onderneming ini, rakyat m asih dapat m enahan nafsunya.
Tetapi penguasaan tanah-tanah ondernem ing oleh sau- daranya bangsa Indonesia dari tangan bangsa asing itu ternya- ta tidak merupakan jaminan akan ikut sertanya rakyat miskin m endapatkan bagian kekayaan itu. Rakyat tani serta buruh kecil dalam perkebunan-perkebunan itu m asih tetap bekerja sebagai buruh, penjual tenaga dengan harga m urah, sebagai kuli dengan panghidupan yang tetap tidak berubah. H anya beda gelarnya, dari kuli Hindia Belanda menjadi kuli Indone- sia Merdeka, kuli Republik.
Pabrik-pabrik dan perusahaan serta perkebunan-perke- bunan direbut dari tangan J epang, pindah ke tangan bangsa Indonesia. Beberapa “kelom pok m anusia Indonesia” berganti kuasa di atas runtuhan kekuasaan bangsa asing atas perke- bun an -perkebun an , “berk at di atas on dern em in g” den gan rakyat yang telah bersama-sama merebutnya dari tangan J e- pang dengan tidak gentar m enentang ujung bayonet. Tetapi belu m lah sam a-sam a r akyat ber d au lat d alam p em bagian rezeki hasil perkebunan itu.
Rakyat tani Indonesia masih tetap rakyat tani Indonesia dengan nasibnya yang belum juga berubah. Hanya beberapa orang saja yang berkuasa di atas perkebunan itu yang sudah mulai merasakan hasil kedaulatan atas perkebunan itu.
Di beberapa tam pat lagi, hak historis oran g asin g atas
Masalah Agraria di Indonesia perkebun an -perkebun an diteruskan oleh oran g In don esia,
sebaliknya juga “kew ajiban historis” yang pahit m asih dite- ruskan oleh penanggung kewajiban historis yang dahulu juga.
H anya sekedar m eneruskan kebiasaan yang sudah berlaku. Rakyat biasa juga m enetapi kewajiban m em bayar pajak dan beban itu. Hak dan kewajiban sejarah kolonial terus berlaku. Pemilik hak sejarah berganti, dari tangan kulit putih kepada oran g In don esia, sedan g beban sejarah , tetap pem ikuln ya yang dulu menjadi pemikul kewajiban sejarah kolonial itu juga.
Perjuan gan kem erdekaan m en galam i pasan g surutn ya. Dan akhirnya setelah beberapa jalan, terjadilah persetujuan K. M. B. (Konferensi Meja Bundar) sebagai hasil “Konferensi Dam ai” untuk tawar-menawar isi kemerdekaan yang “diberi- kan” oleh Belanda kepada bangsa Indonesia, sebagai penga- kuan oleh Belanda atas kemerdekaan bangsa Indonesia.
Sebagai telah diuraikan di m uka, bahwa tan ah sebagai su m ber p en gh id u p an , su m ber kekayaan bagi ban gsa d an negara, serta pokok kemakmuran Rakyat, bagi Belanda meru- pakan sumber keuntungan yang selama ini menjadi gantungan
h idupn ya. Persetujuan K. M. B. berpokok pada soal ekonom i yang ber su m ber p ad a t an ah -t an ah p er kebu n an . Oleh Belan d a diketahui itulah sum ber yan g terpen tin g yan g m esti dibela dan dipertahankan.
Pemberian pengakuan kemerdekaan dan kedaulatan oleh Belanda kepada Bangsa Indonesia meminta balas pengakuan hak sejarah kaum modal untuk masih terus mempunyai hak atas tanah-tanah perkebunan, dengan perlindungan dan ja- m inan keselam atan perkem bangannya.
Dengan apa yang dituntut dan dipertahankan oleh Belanda
Mochammad Tauchid dalam K. M. B. jelaslah sudah bahwa bagi Belanda memper-
t ah an kan jajah an d i In d on esia ad alah m em p er t ah an kan perkebunan-perkebunan dan tanah-tanah yang menjadi sum- ber kekayaan kaum modal, yang selama itu betul-betul men- jadi gantungan hidupnya.
Seperti telah diketahui, segala usaha Belanda di Indone- sia tergam bar dan bercerm in pada politik agrarianya. Kete- rangan ini akan tambah lebih jelas lagi dengan tindakan dan usaha Belanda selama waktu perang kolonial. Perang kolonial yang oleh m ereka dikatakan sebagai “tindakan keam anan”, tujuannya untuk m erebut kem bali perkebunan-perkebunan. Keamanan bagi mereka adalah “keam anan kebun”, keamanan ondernem ing dan keamanan modal besarnya. Belanda, seba- gai ju ga p en jajah In ggr is d i Asia in gin m em p er tah an kan daerah-daerah yang menghasilkan bahan mentah yang sangat besar harganya. Kalau Inggris dengan sikap yang besar “m em - beri kem erdekaan” kepada India dan Burma, tidak demikian halnya terhadap Malaya yang terus dipertahankan dan dipe- gang kuat-kuat, sebagai sum ber bahan-bahan m entah yang san gat m en gun tun gkan In ggris. Dem ikian lah juga m aksud Belanda kepada Indonesia.
Perang kolonial yang lalu m enunjukkan dengan terang m aksu d Belan d a. Tan ah , p er kebu n an , su m ber kekayaan sebagai urat nadi penghidupan, itulah yang m enjadi pokok perebutan .
Mun gkin kita kuran g m en gin safi, bahwa bagi Belan da kembalinya kuasa atas perkebunan-perkebunan lebih penting dan lebih besar artinya daripada kembali mempunyai Guber- nur J endral, mempunyai Hindia Belanda tidak dengan perke- bu n a n itu . Kegagalan p er cobaan u n tu k m er ebu t kem bali
Masalah Agraria di Indonesia ja ja h a n n ya d en ga n su m b er -su m b er keka ya a n a la m n ya ,
dengan jalan agresi militernya yang berulang-ulang dan meng- habiskan biaya bermilyar-milyar rupiah itu, kemudian dicoba dengan jalan K. M. B.
Per un din gan sejak tah un 1947 an tar a kom isi J en dr al Belanda dengan pihak Republik Indonesia selalu disela-selingi oleh Belanda dengan serbuan-serbuan ke daerah-daerah ke- kuasaan Republik, seperti penyerbuan-penyerbuan ke Krian, Sidoarjo dan Mojokerto. Bukan dengan kebetulan saja penyer- buan ke daerah-daerah itu. Krian , Sidoarjo dan Mojokerto adalah daerah-daerah ondernem ing gula. Dengan penyerbuan ke daerah-daerah itu berm aksud akan kem bali m en guasai perusahaan-perusahaan gula.
Tuntutan Belanda dalam perundingan dengan Republik In don esia sesudah persetujuan Lin ggarjati terutam a m in ta adanya “jendarm eri bersam a” (gesam enlijke gendarm erie)— yang ditolak oleh Republik—untuk mengganti T. N. I. sebagai alat kekuasaan Republik penjaga keamanan, dengan penjagaan bersam a tentara Belanda dan T. N. I. yang akan lebih dapat membuat “am an” kebun-kebun dan ondernem ing modal be- sar daripada dalam penjagaan T. N. I. sendiri.
Orang tak akan lupa bahwa agresi militer Belanda pertama pada bulan J uli 1947, ditujukan pertam a-tam a ke daerah - daerah pusat ondernem ing di Sum atera Tim ur dan daerah- daerah lainnya semacam itu di Indonesia. Dan justru karena itu pula, kelancaran penyerbuan Belanda ke daerah-daerah lainnya terhambat, oleh karena komandan-komandan tentara Belan da yan g m em im pin pen yerbuan itu dibon cen gi kaum “planters” dan direksi-direksi ondernem ing, berulang-ulang terpaksa membelok dan menyimpang, sehingga dahulu untuk
Mochammad Tauchid m en d u d u ki on d er n em in g d a n m en ga t u r u sa h a -u sa h a
pengem balian jalannya pabrik-pabrik lebih dulu. Tak salah kalau orang berkata: Tentara Kerajaan Belanda adalah “tentara on d ern em in g ”.
Penyerbuan Belanda dalam agresi m iliter ke II nam pak sekali pen garuh n ya pada pasar dun ia. Berita pen dudukan Belanda di daerah-daerah Republik segera diikuti dengan naik- nya catatan bursa andil (saham) perkebunan di Negeri Belan-
da. Yang jadi sasaran agresi militer Belanda kedua pada bulan Desem ber 1948, daerah-daerah ondernem ing pula pertam a- tama, seperti Asahan, Malang Selatan dan Kediri.
Itulah pula sebabnya maka dengan segala kekuatan yang
ad a, Belan d a ber u sah a u n tu k m en gem balikan keku asaan turunan raja-raja di Sumatera Timur yang rapat hubungannya dengan kehidupan onderneming di sana, dengan mendirikan apa yang dinamakan “Negara Sum atera Tim ur”, dengan Ba- risan pengawalnya sebagai “Barisan Pengaw al Perkebunan”.
Pasal-pasal dalam perjanjian K. M. B. di lapangan keu- an gan dan perekon om ian , terutam a berisi pen gakuan oleh Pemerintah R. I. S. atas hak orang asing akan tanah, yaitu hak- hak k on sesi dan erfp acht serta h ak un tuk m en gusah akan selanjutnya (lihat lam piran No. VII).
Hilangnya kekuasaan politik belanda di Indonesia yang dicoba berulang-ulang direbut kembali dengan agresinya itu, masih mendapatkan sisa hak yang besar itu. Bagi Raky at In- donesia, kem baliny a kekuasaan orang asing akan eksploitasi tanah, berarti diam bilny a isi kem erdekaan y ang terpenting
ba g in y a . Rakyat-Tani tadinya menyangka, bahwa apa yang sudah
Masalah Agraria di Indonesia didapat selama revolusi dengan pengorbanan darah dan jiwa,
berupa tanah-tanah bekas onderneming, akan terus menjadi haknya sebagai salah satu hasil revolusi yang nyata. Hal ini terutam a disebabkan karen a pem bon gkaran tan ah itu dulu telah m en dapat izin , bah kan ada yan g diperin tah kan oleh Pem erintah J epang dan kem udian oleh Republik Indonesia pada waktu peperangan menghadapi Belanda.
Mereka menganggap bahwa perintah mengembalikan ta- nah kepada pihak onderneming sesudah merdeka itu, sebagai satu kegan jilan yan g tid ak m u d ah d iter im a olah akaln ya. Perintah itu diterima dengan sesal dan sedih serta penuh rasa kecewa. Perasaan keadilan rakyat sukar dapat membenarkan kejadian-kejadian yang dirasakan ganjil itu. Rakyat yang ku- rang mengerti politik tinggi, tidak tahu politik internasional, tahu dan merasakan bahwa tindakan yang ganjil itu sungguh- sungguh dirasakan sebagai hal yang tidak adil. Rakyat ingat sendiri bahwa hak-haknya dulu diram pas, tanahnya diam bil oleh kekuasaan kolonial untuk diberikan kepada kaum modal yang akan membuka ondernem ing. Berulang-ulang terjadi pe- lan ggar an oleh kaum m odal den gan on w ettige occup atie, yang selalu dicarikan jalan untuk melindungi. Rakyat tahu dan m en gerti perbuatan -perbuatan yan g m elan ggar hukum ke- adilan itu, tetapi karena kekuatan senjata tentangnya, rakyat hanya mengandung perasaan sesal dan dendam. Hukum tanah di masa yang lampau nyata-nyata sebagai hukum tanah yang melanggar hukum keadilan dan kemanusiaan, sebagai dikata- kan oleh Van Vollenhoven bahwa hukum tanah Hindia Belanda itu adalah sebagai peram pasan keadilan dan pelanggaran hak bangsa Indonesia .
Pelaksanaan perjanjian K. M. B. di lapangan keuangan dan
Mochammad Tauchid per ekon om ian yan g m en gen ai pen gem balian tan ah -tan ah
on dern em in g m en dapat perhatian yan g pertam a. Sebelum soal-soal lainnya dibicarakan, soal pengembalian kebun-kebun mendapat prioritas pertama untuk segera dijalankan. Perginya serdadu-serdadu Belanda dari Indonesia, sudah didahului dengan kedatan gan n ya pen gusah a-pen gusah a kebun . Ban yak juga tentara Belanda yang hanya berganti baju menjadi planters.
Kem balinya pengusaha-pengusaha ondernem ing segera m enim bulkan sengketa tanah. Sengketa antara rakyat yang sudah menduduki tanah dengan pihak ondernem ing. Di tem- pat-tem pat itu tim bul pergolakan yan g tidak reda-redan ya, dan tidak sedikit memakan korban. Kejadian-kejadian di Suma- tera Timur, Subang, Ciamis, Kediri dan tempat-tempat pusat perkebunan lainnya, menimbulkan pergolakan yang memakan korban rakyat. Orang gampang menjatuhkan kesalahan pada pihak-pihak yang sedang berebut, tetapi tidak sem udah itu untuk m enyelesaikan.
Soal ini adalah soal yang berhubungan erat dengan soal politik , dan soal-soal psy kologis di sam ping soal pokok eko- n om is .