Hak Tanah yang Disertai dengan Kekuasaan Kenegaraan

I. Hak Tanah yang Disertai dengan Kekuasaan Kenegaraan

a. Tanah Partikelir

Tanah Partikelir itu terdapat di daerah J akarta, kota J a- karta, Bogor, Surabaya, dan Kediri. Milik orang-orang Tiong- hoa, Arab, atau orang asing lainnya. Ada yang menjadi milik perseorangan, ada pula yang milik Badan Hukum.

Asal tanah ini ialah tanah hak ulayat yang sejak zam an kompeni (VOC) dan zaman Inggris, terutama pada tahun 1627 sampai tahun 1829 yang dijual oleh kompeni dan Pemerintah Belanda serta Inggris kepada orang-orang partikelir. Terka- dang juga dijual kepada famili, dan terutama pada waktu peme- rintah Hindia Belanda sangat kekurangan uang, berturut-turut terjadi sebagai berikut:

a . pem berian tanah Eigendom dengan tidak bayaran (1627- 168 5);

b . pemberian tanah Eigendom dengan penjualan lelang (1685- 175 1) ;

Masalah Agraria di Indonesia

c . pen jualan “regen tlan den ” (1751-1778 );

d . penjualan zam an Daendels (180 8-1811)

e . penjualan zam an kekuasaan Inggris (Raffles) (1811-1816);

f. penjualan sesudah zaman Inggris Penjualan-penjualan tanah itu atas dasar pengertian dan tafsiran tentang hak milik tanah zaman feodal, di mana raja sebagai pem ilik tanah yang tidak terbatas boleh m em perla- kukan menurut keperluannya. Kalau perlu menjualnya kepada orang lain. Hak raja atas orang-orang serta kekuasaan tanah ikut serta dijualnya, dengan memberikan kekuasaan kenega- raan kepada tuan tanah yang m em beli tanah itu. Ini berarti juga bahwa rakyat yang m enduduki tanah partikelir itu ikut dijual kepada tuan tanah, dan nasibnya diserahkan m entah- mentah kepada para partikelir itu.

Tanah partikelir yang ada (di J awa) biasanya dibedakan menjadi dua, ialah:

1. tanah partikelir di sebelah Barat kali Cimanuk;

2 . tanah partikelir di sebelah Timur kali Cimanuk; Perbedaan ini mengenai peraturan-peraturan yang dike- nakan kepada dua daerah tanah partikelir itu. Untuk tanah partikelir di sebelah Barat kali Cimanuk sudah sejak tahun 1836 (Stbl. 1836 no 19) diatur dengan undang-undang tentang hak- hak tuan tanah atas tanah dan penduduk di situ, begitu juga hak-hak dan kewajiban penduduk kepada tuan tanah.

Un tuk tan ah partikelir di sebelah Tim ur kali Cim an uk diatur dengan Stbl. 18 8 0 no. 150 , yang paling akhir diubah dengan Stbl. 1931 no. 168 . Dalam undang-undang itu sam a sekali tidak m em beri ketentuan hukum serta hak-hak tanah bagi penduduk di situ. Hak m ereka atas tanah paling besar dan banyak hak m endiam i (recht van vestiging) atas tanah

Mochammad Tauchid yang didiami dan dipakainya, sebagaimana yang tersebut da-

lam putusan Raad van J ustitie di Semarang pada tanggal 27 Mei 190 3.

Hak-hak penduduk di tanah partikelir daerah Surabaya, m en urut putusan Raad Van J ustitie, Surabaya 22 J an uari 1913, dinyatakan bahwa penduduk tanah partikelir di daerah it u m em p u n yai h ak p er seor an gan secar a t u r u n -t em u r u n (erfelijk individueel bezitsrecht). Kemudian menurut putusan Raad van J ustitie di Surabaja tanggal 7 J uni 1916, penduduk berhak atas tan ah (pekaran gan n ya) den gan hak-hak ben da (zakelijke rechten), yang dapat dipindahkan haknya kepada orang lain. Menurut putusan Raad van J ustitie di Surabaya pada tanggal 12 September 1917, penduduk di tanah partikelir di sekeliling kota Surabaya mempunyai hak milik atas peka- rangan yang didiam i, dan berhak m em akai tanah pertanian lain-lainnya dengan memenuhi beberapa kewajiban terhadap tuan tanah.

Atas tanah partikelir yang sudah dibeli oleh Pemerintah di daerah Semarang ditentukan dengan Undang-undang Stbl. 1919 no. 673. Haknya atas tanah pekarangan diberikan seperti hak penduduk di tanah-tanah partikelir di sebelah Barat kali Cim anuk. Tetapi para penduduk ini tidak m em iliki hak atas tanah tersebut, karena tanah itu dikuasai langsung oleh tuan tanah, sedang rakyat yang m engerjakan tanahnya dianggap sebagai pen yewa.

Berhubung dengan itu, maka dalam peraturan ditetapkan bahwa dalam perpindahan tanah partikelir yang kembali kepa-

da pem erintah, pekarangan dan kebun diakui sebagai m ilik perseorangan yang turun-temurun. Sedang sawah dan kolam ikan kembali kepada pemerintah dan diatur dengan peraturan

Masalah Agraria di Indonesia sewa untuk pemakaian selanjutnya seperti yang diuraikan di

belakang dalam soal persewaan tanah. Hak-hak kenegaraan (overheidsrechten) diberikan kepa-

da Tuan tanah m enurut Stbl. 1912 no. 422 m ulai berlaku 1 Maret 1913, sebagai pengganti Stbl. 1836 no, 19 untuk tanah partikelir di sebelah Barat kali Cimanuk, sebagai berikut:

a . hak m en gan gkat para pejabat ban gsa In don esia (Kepala

Kampung, camat tanah, demang dsb). Kepala Kampung di- m aksudkan un tuk m em im pin pem un gutan cukai kepada penduduk. J uga hak m engangkat polisi yang harus dapat pengesahan Residen;

b . hak menarik cukai dan contingent * atas tanah yang dengan

hak usaha dalam daerahnya serta m enarik pajak lainnya. Besarnya cukai dan contingent ditetapkan tidak boleh lagi lebih dari 1/ 5-nya hasil kotor. Sebelumnya itu boleh dikata- kan tidak terbatas, tergantung kepada tukang yang mena- rikn ya;

c . hak atas tenaga orang-orang penduduk di situ dengan per-

cum a, (pancen, kum penian) sehari tiap-tiap m inggu atau

52 hari dalam setahun. Sebelum nya itu ham pir tidak ada keten tuan n ya, tergan tun g keperluan on dem em in g akan tenaga itu. Kerja pancen ini dapat diganti dengan membayar uang yang dinamakan “uang kompenian” besarnya menu- rut besarnya upah harian.

Dalam undang-undang yang baru itu juga ditetapkan bah- wa tuan tanah tidak boleh lagi m engusir penduduk dengan sem aunya, kecuali terhadap orang-orang yang tinggalnya di

* Cukai dipungut menurut bagian (20%) dari basil panen. Contingent dipungut menurut jumlah taksiran sebelum panen.

Mochammad Tauchid situ dan belum m endapat izin dari tuan tanah. Sebelum itu

tuan tanah dapat mengusir penduduk dengan semaunya. Tanah partikelir itu merupakan negara dalam negara. Di

d alam n ya m er u p akan p em er in t ah an p er bu d akan , p en u h dengan tindakan sewenang-sewenang, penindasan dan peme- rasan. Rakyat tidak mendapat hak apa-apa, hanya beban yang berupa pajak, cukai, kontingen, rodi, dan seribu satu macam beban lainnya yang bertum puk-tum puk di atas pundaknya. Kepentingan dan nasib penduduk sama sekali tidak diperha- tikan. Pengambilan cukai dijalankan dengan keras oleh pega- wai-pegawai yang curang dan korup, dengan diberi hak leluasa untuk bertindak mengutip pajak. Korupsi menjadi kebiasaan dijalankan oleh pegawai-pegawai, rakyat yang m enjadi sasa- rannya. Menjadi kebiasaan petani waktu itu untuk m encuri padinya sendiri di sawahnya, sekedar untuk meringankan be- ban cukai. Mengenai hal ini, tuan tanah dengan kaki tangannya tidak kalah cerdik, mereka selalu mendapat akal untuk menin- das para petani.

Karena keadaan semacam itu, rakyat sangat miskin, seng- sara dan menjadi kebiasaan kemudian melakukan perampokan dan pem bunuhan karena dorongan untuk m em bela diri dan kelaparan dari siksaan yang semena-mena.

Terdesak oleh keadaan yang buruk, maka terpaksalah pe- merintah mulai membeli kembali tanah-tanah partikelir, yang dimulai pada tahun 1910 dengan undang-undang 7 Nopember 1910 n o. 18 dan firm an Raja 12 Agustus 1912 n o. 54 (Stbl. 1912 no. 480 ). Sejak tahun 1829 sudah dikatakan tidak lagi akan ada penjualan tanah kepada orang partikelir lagi. Pada tahun 1854 dalam Regerings Reglem ent dengan terang dinya- takan larangan m enjual tanah partikelir. Dengan berangsur-

Masalah Agraria di Indonesia angsur tanah partikelir akan dibeli kembali, sekalipun nyata-

nya masih terus terjadi di J awa Barat. Kemudian pada tahun 1910 dalam un dan g-un dan g tersen diri (Stbl. 1911 No. 28 ) dengan 2 firman raja tentang pelaksanaan undang-undang ter- sebut, diatur pencabutan dengan paksa terhadap tanah parti- kelir. Tetapi n yatan ya sam pai akhir kekuasaan pem erin tah Hindia Belanda masih terdapat tanah partikelir yang luasnya beratus-ratus ribu hektar, seperti tertera dalam daftar berikut, dan hingga kini belum lagi selesai pembelian tanah partikelir itu.

Pern yataan tidak akan m en jual tan ah (partikelir) pada tahun 18 29 itu tidak boleh terjadi kecuali terdesak oleh ke- adaan yang buruk. Namun yang terpenting ialah dengan ber- lakunya Cultuurstelsel, yang berm aksud m enjadikan perusa- haan kebun dan perdagangan hasil tanaman sebagai monopoli perusahaan. Dengan begitu, perusahaan dan perdagangan par- tikelir m en jadi tertekan . Itulah sebab utam a yan g m en jadi m aksud penghentian penjualan tanah partikelir.

Undang-undang 1912 no. 422 seperti tersebut di atas nya- tanya masih memberikan kekuasaan kepada tuan tanah untuk m elaku kan p er bu at an sewen an g-wen an g d an m en in d as. Dengan undang-undang itu pula rakyat tetap menjadi budak tuan tan ah yan g diram pas kem erdekaan n ya, diperas ten a- ganya, dan dikeruk hartanya dari jerih payahnya mengerjakan tanah. Undang-undang yang membatasi kekuasaan tuan tanah di atas masih memberikan hak tuan tanah untuk mengambil tenaga rakyat dengan percuma 52 hari dalam setahun di sam- ping pungutan-pungutan lain yang sangat berat, (lihat di bela- kang tentang hak usaha).

Tentang tanah partikelir di sebelah tim ur kali Cim anuk

Mochammad Tauchid (StbL 1880 No. 150 ), tidak banyak menyebutkan tentang bebe-

rapa peraturan. Hanya mengatur hubungan antara tuan tanah dengan penduduk serta pemerintah. Di antaranya menyebut- kan pengangkatan kapala-kepala kam pung oleh tuan tanah yang menurut adat adalah menjadi hak rakyat untuk memili- linya. Hak-hak tanah bagi penduduk tanah partikelir di sebelah tim ur Cim an uk tidak disebutkan . Sedan gkan hak-hak tuan tanah untuk menarik pajak dan pungutan lain-lainnya semua- nya diatur dalam kontrak pembelian tanah.

Dengan pembelian tanah-tanah partikelir itu, maka tanah- tanah yang sudah menjadi perkebunan (cultuur ondernem ing) banyak yang sekarang m enjadi tanah dengan hak erfpacht. Tanah hak usaha (lihat di belakang) dalam lingkungan tanah partikelir, yang menjadi kepunyaan orang Tionghoa dijadikan tanah Eigendom dan altijddurende erfpacht, yang kemudian dengan Stbl. 1926 no. 421 hak sem acam itu dijadikkan hak benda yang baru, dengan nama landerijen bezitsrecht, sebagai hak milik.

Berapa luasn ya tan ah partikelir di seluruh J awa dapat diterangkan sebagai berikut (dari angka-angka Statistik tahun 1938 ):

Daerah Yang belum Yang sudah dibeli Yang sudah dibeli Jumlah dibeli (1938)

sampai 1948 Jawa Barat

(1918-1938)

? - Jawa Tenga h 6.244 ha

479.478 ha

405.771 ha

? - Jawa Timur

11.657 ha

? - Jumlah

240.577 ha 1.146.950 ha

Luas tanah yang dijual oleh Belanda dan Inggris menjadi tanah partikelir seluas 1.146.950 ha ini m erupakan Ik. 8,7% dari luasnya tanah J awa dan Madura (13.217.40 0 ha), atau, hampir 15% dari luasnya tanah pertanian rakyat di J awa dan

Masalah Agraria di Indonesia Madura.

Sampai tahun 1938 tanah yang belum dibeli kembali oleh Pem erin tah Belan da seluas 48 8 .945 ha itu terdiri dari 119 pem ilik tanah partikelir, jadi rata-rata tiap-tiap m ilik tanah partikelir luasnya 4965 ha, sedang di Karesidenan Bogor rata- rata 90 10 ha.

Pengum um an Gubernur J enderal pada tanggal 28 Feb- ruari 18 36 (Stbl. no. 19 Reglem ent om trent de particuliere landerijen ten w esten de Cim anuk ) yang mengatur hubungan antara tuan tanah dengan penduduk kem udian dicabut dan diganti dengan ordonansi tertanggal 3 Agustus 1912 (Stbl. no. 22). Baik dalam Reglem ent 1836, m aupun dalam ordonansi 1912, tidaklah jelas pengertian tanah partikelir pada um um - nya. Dalam Reglem ent 1836 menyebutkan bahwa tanah-tanah partikelir adalah tanah yang luas yang diberikan kepada seseo- rang terutama untuk pertanian dan peternakan, di mana pen- duduk di situ dapat membuka tanah milik tuan tanah dengan konsekuensi kewajiban-kewajiban terhadap tuan tanah.

Tan ah-tan ah partikelir di kota J akarta dan J atin egara berupa persil-persil yan g kecil, hin gga disan gsikan apakah tanah-tanah partikelir itu dulu pernah menjadi tanah partikelir dengan maksud dan pemakaian seperti di atas (untuk pertanian dan peternakan) atau sebagai tanah-tanah partikelir di daerah J akarta luar kota dan daerah lainnya. Dalam Reglem ent 1836 diterangkan bahwa tanah-tanah persil yang kecil-kecil itu yang biasa dinamakan “tanah merdeka,” terlalu kecil untuk mem- punyai kepala sendirim , lalu digabung-gabungkan di bawah pimpinan seorang Vijkm eester. Tanah-tanah yang berupa per- sil-persil itu asaln ya adalah tem pat kediam an oran g-oran g yang ada di sekeliling kota J akarta, atau yang berasal dari luar

Mochammad Tauchid J akarta dan luar J awa. Pertama kali diberikan kepada mereka

sebagai tan ah pin jam an yan g kem udian diberikan sebagai m ilik perseorangan sebagai pusaka yang tidak boleh dibagi (onv er celde boedel). Setelah beberapa pesero (tuan tanah) m enjual haknya (bagiannya) dan kem udian m em inta pem e- cahan serta hak pungutan kepada orang-orang yang mendu-

d u kin ya, m aka tim bu llah kesu litan -kesu litan d an per ten - tangan antara pesero dengan pesero lainnya dan antara pesero den gan pihak pen duduk. H al in i juga terjadi di Sem aran g, Surabaya, dan daerah-daerah lainnya. Stbl. 18 36 no. 19 ku- rang jelas memberikan ketentuan-ketentuan dan tidak dapat berjalan, karena banyak soal-soal yang m enim bulkan perse- lisihan dan sengketa.

Karena hal itu, maka dengan ketetapan Pemerintah (Gou- v ernem ents Besluit ) 24 J uli 1390 no. 5, Pem erintah Hindia Belanda membentuk satu Panitia untuk meninjau kembali Stbl. 1836 no. 19 itu. Pada tahun 190 2 (jadi sesudah 12 tahun la- m a n ya ), kom isi m em b er ika n la p or a n n ya ya n g t er u t a m a sebagai hasil pekerjaannya J . Faes dan dengan G.B. 28 Agustus 190 2 p an it ia t er sebu t d ibu bar kan . Per t im ban gan p an it ia sangat berat sebelah dan hanya memperhatikan kepentingan tuan tanah dengan mengorbankan kepentingan penduduk di situ. H asil Panitia tidak dapat begitu saja diterim a. Karena Reglem ent 1836 harus segera ditinjau dan diubah, maka peme- r in tah (Dir ektu r Depar tem en t v. Bin n en lan d sch Bestu u r ) mengajukan rancangan Reglem ent baru yang diserahkan kepa-

da satu panitia untuk mempelajari, yang kemudian dinamakan J u r isten Com m issie . Kom isi in i diben tu k pada tan ggal 11 Agustus 190 6 no. 18, yang terdiri dari beberapa orang Jurist anggota Mahkamah Agung (Hoogerrechtshof) serta orang dari

Masalah Agraria di Indonesia pengadilan lainnya.

Pada tanggal 24 Desember 190 6 panitia yang mempelajari rencana pemerintah dalam memberikan laporannya. Laporan itu yang kem udian dijadikan dasar untuk m engadakan Reg- lem ent baru (Reglem ent om trent de particuliere landerijen bew esten de Cim anuk ) Stbl. 1912 no. 422 yang berlaku mulai

1 Maret 1913, dengan m encabut Reglem ent yang lam a (Stbl.

18 36 no. 19). Untuk suatu perubahan yang m enyangkut kepentingan rakyat terlihat sedemikian lambat. Satu hal yang sudah terang- terangan sangat mencelakakan rakyat dan selalu menimbulkan perselisih an , dalam pen yelesaian n ya berjalan sam pai satu abad (Stbl. 1836 baru diubah dengan Stbl. 1912). Panitia yang kem u d ian d iser ah i m en in jau u n d an g-u n d an g yan g su d ah dirasakan sangat jelek itu (Stbl. 1836) baru bekerja setelah 12 tah un (tah un 18 90 sam pai 190 2) m em berikan laporan n ya

d en ga n p er t im b a n ga n -p er t im b a n ga n ya n g sa n ga t b er a t sebelah. Kem udian baru 10 tahun lagi lahir undang-undang baru (Stbl. 1912 no. 422), yang isinyapun masih sangat mem- beratkan rakyat, seperti tertera dalam uraian di atas.

Hal tersebut sangat berbeda dengan Undang-undang bagi kepentingan kaum pemodal. Perubahan Undang-undang yang m engenai kepentingan kaum m odal berjalan dengan sangat cepat. Satu undang-undang yang dirasakan kurang mengun- tungkan kaum pem odal, m aka dengan segera akan ditinjau dan diubah agar terjadi perbaikan bagi hak dan keuntungan pemodal, sebagaimana yang diuraikan di belakang ini.

Menurut keterangan pem erintah RIS term aktub dalam jawaban pemerintah (Menteri Dalam Negeri) kepada parlemen RIS pada 29-7-1950 atas pertanyaan anggota Moch. Tauchid

Mochammad Tauchid bahwa luas tanah partikelir hingga sekarang terdapat dalam

beberapa bagian. Luas tanah-tanah partikelir di J awa pada tanggal 1 J anuari 1949 menurut taksiran ada 498.829 ha yakni:

1. Tanah-tanah Agraria:

a . sebelah Barat kali Cimanuk: (Karesidenan Bogor dan J akarta Raya):

67 tanah partikelir 484.844 ha;

b. sebelah Timur kali Cimanuk: Kabupaten Surabaya;

6 tanah partikelir 1.854 ha; Kabupaten Sem arang;

2 tanah partikelir 1.622 ha; Kabupaten-Kabupaten lainnya;

6 tanah partikelir 3.384 ha;

14 tanah partikelir 6.860 ha;

2 . Dalam kota: Kota J akarta:

50 tanah partikelir 4.447 ha; Kota Semarang:

14 tanah Partikelir 1.292 ha; Kota Surabaya:

45 tanah partikelir 1.386 ha;

10 9 tanah partikelir 7.125 ha; J um lah total

498.829 ha; Sampai akhir bulan Desember 1949 telah dibeli kembali

dan dijadikan tanah negeri 48 tanah agraria sebelah Barat kali Cimanuk, luasnya menurut taksiran 469.50 6 ha (94%) dengan harga sem ua f 43.8 60 .198 .56.

Tanah-tanah partikelir yang dibeli kembali atau ditanggal-

Masalah Agraria di Indonesia kan haknya untuk negeri dapat diperinci menurut keadaannya

pada tanggal 1 J anuari 1942 sebagai berikut: tanah usaha (tanah penduduk):

sawah 142.941 ha; hum a

2.262 ha; kebun nyiur

317 ha; tanam -tanam an lain

2.547 ha; kam pun g

67.730 ha; kuburan

732 ha; em pan g

938 ha; lain-lain

1.823 ha; jum lah

219.799 h a;

Tanah kongsi (tanah bekas kepunyaan tuan tanah); tegal

27.730 h a; sawah

20 .58 4 ha; hum a

37.70 2 h a; kebun nyiur

539 ha; hutan

66.769 ha; em pan g

570 ha; lain-lain

10 .68 1 ha; jalan, kali, waduk, pengangonan 17.638 ha; jum lah

182.186 ha; Tanah-tanah perkebunan yang tetap menjadi hak Eigen-

dom pemilik; bangun-bangunan dan pekarangan 1.168 ha; kebun karet

23.624 ha; kebun teh

6.433 ha; perkebunan-perkebunan lain

13.484 ha;

Mochammad Tauchid lain-lain

4 .186 ha; tanah-tanah cadangan

18.938 ha; jum lah

67.521 h a jum lah total

469.50 6 ha; Tanah-tanah “usaha” yang ada di tanah partikelir, yang

dibeli kembali atau ditanggalkan haknya, maka menjadi tanah m ilik penduduk (Stbl. 1913 no. 70 2). Tanah-tanah ini kelak akan dikenakan pajak bumi. *) Tanah-tanah kongsi yang ada di bekas tan ah -tan ah p ar tikelir m en jad i tan ah n eger i. Pad a p en yelesa ia n d a n p en ga t u r a n sela n ju t n ya , t a n a h -t a n a h partikelir yang telah dibeli kembali akan ditetapkan pula cara pem akaiannya sebagai bekas tanah-tanah kongsi.

Da la m su ku p er t a m a d a r i t a h u n 19 50 t a n a h -t a n a h partikelir itu dibeli kembali. Ciledon g

3.331 ha; Lenteng Agung

43 ha; Mam pang Ilir

112 ha; J um lah

3.486 ha; Sisa tanah partikelir pada akhir bulan Mei 1950 menurut taksiran luasnya: Sebelah barat kali Cimanuk:

16 tanah partikelir 11.452 ha; Sebelah timur kali Cimanuk;

14 tanah partikelir ————— 6.860 ha; Dalam kota;

10 9 tanah partikelir ———— 7.125 ha; J um lah

25.437 h a;

* Pajak bumi hapus 1 Januari 1951.

Masalah Agraria di Indonesia P em b elia n kem b a li sisa t a n a h p a r t ikelir it u a ka n

diselenggarakan oleh Panitia Pembelian Kembali Tanah-tanah Partikelir yang ditetapkan dengan surat keputusan pemerintah tanggal 8 April 1949 no 1. Untuk pembelian sisa tanah agraria di J awa Barat, pemerintah telah menyediakan uang sebanyak

f 3.0 0 0 .0 0 0 . Sedang untuk pem belian kem bali tanah-tanah partikelir di J awa Timur dan tanah-tanah partikelir yang ada di dalam kota, di mana tambahan persediaan sementara, se- ban yak Rp. 5.0 0 0 .0 0 0 .

Masalah tan ah partikelir m en im bulkan pergolakan di mana-mana, termasuk untuk tanah partikelir yang terletak di kota-kota seperti di kota J akarta dan Sem arang. Di tem pat- tempat itu terdapat sesuatu yang ganjil. Di atas tanah partikelir, um um nya, di J akarta m ilik orang-orang Arab. Di atas tanah tersebut jalan -jalan yan g rusak tidak m en dapat perbaikan , padahal di sampingnya yang bukan termasuk tanah partikelir jalan-jalannya selalu terlihat baik.

Kemudian kedapatan adanya tanah “fidei com m is” yaitu tanah bekas tanah partikelir yang diwariskan kepada seseorang kepercayaan atau kaum keluarganya dengan perjanjian tidak boleh dijual. Keadaan m ilik tan ah yan g gan jil sem acam in i m em erlukan pen yelesaian .