Berdasarkan penyusunan tes hasil belajar di atas, peneliti menggunakan tiga tipe hasil belajar kognitif, yaitu: pengetahuan,
pemahaman, dan aplikasi. Instrumen yang digunakan untuk mengukur hasil belajar siswa pada aspek kognitif adalah dengan menggunakan
tes.
2. Model Pembelajaran Kooperatif
a. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran dengan menggunakan sistem pengelompokan atau tim kecil, yaitu
antara empat sampai enam orang yang mempunyai latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, atau suku yang berbeda
Wina Sanjaya, 2012: 242. Sistem penilaian dilakukan terhadap kelompok. Setiap kelompok mampu menunjukkan prestasi yang
dipersyaratkan. Pembelajaran kooperatif merujuk pada berbagai macam model
pembelajaran dimana para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainnya dalam mempelajari
materi pelajaran. Dalam kelas kooperatif, para siswa diharapkan dapat saling membantu, saling mendiskusikan dan berargumentasi, untuk
mengasah pengetahuan yang mereka kuasai saat itu dan menutup kesenjangan dalam pemahaman masing-masing anggota kelompok
Robert E. Slavin, 2005: 4. Dengan demikian, setiap anggota kelompok akan mempunyai ketergantungan positif. Ketergantungan
semacam itulah yang selanjutnya akan memunculkan tanggung jawab individu terhadap kelompok dan keterampilan interpersonal dari setiap
anggota kelompok. Setiap individu akan saling membantu, mereka akan mempunyai motivasi untuk keberhasilan kelompok, sehingga
setiap individu akan memiliki kesempatan yang sama untuk memberikan konstribusi demi keberhasilan kelompok.
Konsekuensi positif dari pembelajaran kooperatif adalah siswa diberi kesempatan untuk terlibat aktif dalam kelompok. Dalam
lingkungan pembelajaran kooperatif, siswa harus menjadi partisipan aktif dan melalui kelompoknya dapat membangun komunitas
pembelajaran yang saling membantu antarsatu sama lain.
b. Perspektif-perspektif Teoritis Pembelajaran Kooperatif
Dalam bukunya Miftahul Huda 2014: 34-45 dijelaskan empat perspektif teoritis yang mendasari pembelajaran kooperatif, yaitu:
1 Perspektif Motivasional
Perspektif motivasional berasumsi bahwa usaha- usaha kooperatif harus didasarkan pada penghargaan
kelompok dan struktur tujuan. Menurut perspektif motivasional, aktivitas-aktivitas pembelajaran kooperatif
jika diterapkan dengan tepat dapat menciptakan suatu kondisi yang di dalamnya setiap anggota kelompok
berkeyakinan bahwa mereka bisa berhasil mencapai tujuan kelompok jika teman-teman satu kelompoknya yang lain
juga berhasil mencapai tujuan tersebut. Dengan asumsi semacam ini, setiap anggota kelompok tentu akan
termotivasi untuk membantu anggota-anggota kelompok yang lain demi mencapai tujuan mereka. Bahkan yang
lebih penting, mereka mendorong teman-temannya untuk memberikan usaha maksimal demi mencapai tujuan
tersebut. Hal inilah yang pada akhirnya melahirkan sejenis
penghargaan interpersonal di antara mereka, dimana setiap anggota kelompok saling memberikan kekuatan-kekuatan
sosial antar satu sama lain dalam merespons upayanya masing-masing untuk menyelesaikan tugas kelompok.
Dalam konteks struktur tujuan, pembelajaran kooperatif mendorong siswa agar sukses bersama dengan teman-
temannya untuk satu tujuan yang nantinya bisa dirasakan bersama-sama.
2 Perspektif Kohesi Sosial
Perspektif ini berhubungan dengan perspektif motivasional, dimana keduanya sama-sama menekankan
pentingnya penjelasan
motivasional dibandingkan
penjelasan kognitif untuk meningkatkan efektivitas instruksional pembelajaran kooperatif. Dalam perspektif
motivasional, siswa
tidak sepenuhnya
membantu
pembelajaran teman-teman satu kelompoknya karena mereka menyadari memiliki motivasi intrinsik yang
berbeda satu sama lainnya. Sebaliknya, dalam perspektif kohesi sosial, siswa sepenuhnya membantu pembelajaran
teman-teman satu kelompoknya karena mereka merasa peduli pada kesuksesan kelompoknya.
3 Perspektif Perkembangan
Dalam bukunya Miftahul Huda 2014: 39-43 dijelaskan bahwa perspektif perkembangan kognitif berasal
dari pemikiran Jean Piaget dan Lev Vygotsky. Perspektif Piagetian menegaskan bahwa ketika siswa bekerja sama,
konflik sosio-kognitif akan muncul dan melahirkan ketidakseimbangan kognitif. Ketidakseimbangan inilah
yang nantinya dapat meningkatkan kemampuan siswa berpikir, bernalar, dan berbicara. Sementara itu, perspektif
Vygotsky menyatakan bahwa pengetahuan merupakan produk sosial.
Perspektif Vygotsky
mendefinisikan zona
perkembangan proksima sebagai jarak antara level perkembangan aktual yang ditentukan oleh kemampuan
individu memecahkan masalah secara mandiri dan level perkembangan potensial yang ditentukan oleh kemampuan
individu memecahkan masalah dengan bantuan orang lain
yang lebih dewasa atau dengan berkolaborasi bersama pasangan yang lebih mampu.
Selain itu, perspektif Piaget. Hartman menjelaskan hubungan antara konsep “asimilasi dan akomodasi”
dengan pembelajaran
kooperatif. Asimilasi
adalah masuknya informasi baru ke dalam skema yang sudah ada
melalui proses eksplorasi terus-menerus. Eksplorasi ini dilakukan bersama orang lain sehingga kita bisa membuat
prediksi atau saling berdebat argumentasi dengan orang tersebut berdasarkan pengetahuan kita sebelumnya.
Sementara itu, akomodasi adalah perubahan skema sebelumnya atau penciptaan skema baru agar kita siap
menyesuaikan dengan informasi yang baru. Dalam akomodasi inilah, kita mulai mengalami kemajuan dari
tahap eksplorasi tentang hal-hal yang konkret menuju tahap diskusi tentang hal-hal yang abstrak. Dibandingkan
dengan pembelajaran tradisional pada umumnya, dua konsep ini asimilasi dan akomodasi lebih mungkin terjadi
dalam pembelajaran
kooperatif. Apalagi,
dalam pembelajaran kooperatif, ada lingkaran belajar learning
cycle yaitu model pembelajaran berbasis siswa yang didasarkan pada teori Piaget yang dikenal sebagai model
yang sangat aktif menstimulasi munculnya proses asimilasi dan akomodasi.
4 Perspektif Elaborasi Kognitif
Perspektif Elaborasi Kognitif bisa menjadi latihan kognitif yang dapat meningkatkan pembelajaran siswa.
Perspektif ini menekankan peran elaborasi dalam pengaruhnya terhadap pembelajaran kooperatif. Elaborasi
berkaitan erat dengan penambahan informasi baru dan restrukturisasi informasi yang sudah ada Miftahul Huda,
2014: 43. Selanjutnya Miftahul Huda 2014: 43 juga
menjelaskan salah satu teknis elaborasi yang paling efektif adalah menjelaskan materi pelajaran pada orang lain. Suatu
penelitian menunjukkan bahwa siswa bisa belajar lebih banyak dengan memberikan penjelasan pada orang lain.
Akan tetapi, penjelasan ini haruslah elaboratif bersifat penjabaran daripada berbentuk resep yang siap saji.
Pada hakikatnya, semua perspektif ini bersifat komplementer, saling melengkapi, dan tidak kontradiktif satu sama lain. Ketika
pembelajaran kooperatif dilihat dari perspektif motivasional, maka kita tidak bisa mengabaikan perspektif-perspektif yang lain, seperti
kohesi sosial, perkembangan, dan elaborasi kognitif.
c. Ciri-ciri Model Pembelajaran Kooperatif