Kerangka Teoritis dan Konsepsi 1. Kerangka

F. Kerangka Teoritis dan Konsepsi 1. Kerangka

Teori Kewangan Bank Indonesia sebagai institusi yang mempunyai kewenangan dalam mengajukan kepailitan bank merupakan cerminan dari teori utilitarisme. Teori tersebut untuk pertama kalinya dikembangkan oleh Jeremy Bentham 16 1748-1832 yang dalam karya tulisannya yang berjudul “An Introduction to the Principles of Morals and Legislation” menjelaskan bahwa suatu kebijaksanaan atau tindakan dinilai baik secara moral kalau hanya mendatangkan manfaat bagi orang sebanyak mungkin. 17 Dalam hal ini, utilitarisme sangat menekankan pentingnya konsekuensi perbuatan dalam menilai baik buruknya suatu hal. Kualitas moral suatu perbuatan baik buruknya tergantung pada konsekuensi atau akibat yang dibawakan olehnya. Jika suatu perbuatan mengakibatkan manfaat paling besar, artinya memajukan emakmuran, kesejahteraan dan kebahagiaan masyarakat, maka perbuatan itu adalah baik the greatest good for the greatest number. Artinya, bahwa hal yang benar di definisikan sebagai hal yang memaksimalisasi apa yang baik atau meminimalisir apa yang berbahaya bagi kebanyakan orang. Jika perbuatan membawa lebih banyak kerugian daripada manfaat, perbuatan itu harus dinilai buruk. Konsekuensi perbuatan tersebut memang menentukan seluruh kualitas moralnya. Perbuatan yang memang k 18 anya Introduction to the Principles of Morals and s 9 adalah karya klasik yang menjadi rujukan locus classicus trad risme berasal dari kata Latin utilis yang berarti “manfaat”. Diktum B nth akni bahwa mereka diharapkan mampu memaksimalkan kebahagiaan terbesar bagi sebanyak mungkin orang. Dalam : Ian Saphiro, Asas Moral dalam Politik, Jakarta : Yayasan Institute, 17 18 Erni R. Ernawan, Business Ethics : Etika Bisnis, Bandung : Alfabeta, 2007, hal. 93. 16 Jeremy Bentham 1748-1832, kary lation, pertama kali diterbitkan tahun 178 Legi isi utilitarian. Utilita ang selalu dikenang, y e am y Obor Indonesia bekerjasama dengan Kedutaan Besar Amerika Serikat Jakarta dan Freedom 2006, hal. 13. A. Sonny Keraf, Etika Bisnis Tuntutan dan Relevansinya, Yogyakarta : Kanisius, 1998, hal. 93-94. Universitas Sumatera Utara bermaksud baik tetapi tidak menghasilkan apa-apa, menurut utilitarisme tidak pantas disebut baik. 19 Moral biasanya mengacu pada baik-buruknya manusia sebagai manusia. Di samping itu, moralisme hukum paling baik dipahami sebagai pola alami institusional, yakni pola dari upaya untuk membuat nilai-nilai menjadi efektif untuk memberikan arahan bagi tingkah laku manusia. Moral dilegalisasi ketika ideal-ideal kebudayaan diidentikkan dengan suatu gambaran pasti mengenai tatanan sosial. Sehingga moralisme hukum bergerak ke arah hukum positif, yakni dengan memasukkan suatu kecenderungan untuk memberi sanksi ke dalam proses hukum. Prinsip Utilitarian menyatakan bahwa : ”An action is right from an ethical point of view if and only if the sum total of utilities produced by that act is greater than the sum total of utilities produced by any other act the agent could have performed in its place”. 20 Menurut teori ini sesuatu adalah baik jika membawa manfaat, tapi manfaat itu harus menyangkut bukan saja satu dua orang melainkan masyarakat sebagai keseluruhan. Jadi utilitarianisme tidak boleh dimengerti dengan cara egoistis. Dalam rangka pemikiran utilitarisme kriteria untuk menentukan baik buruknya suatu perbuatan adalah kebahagiaan terbesar dari jumlah orang terbesar. Perbuatan yang mengakibatkan paling banyak orang merasa senang dan puas adalah perbuat an yang terbaik. 21 Hal ini dapat dipahami dari alasan diberikannya kewengan kepada Bank Indonesia untuk mengajukan kepailitan pada bank untuk melindungi anuel G. Velasquez, Business Ethics : Concepts and Cares, Edisi Kelima, New Jersey : Pearson 19 K. Bertens, Pengantar Etika Bisnis, Yogyakarta : Kanisius, 2000, hal. 67. 20 M Education Inc., 2002, hal. 76 21 K. Bertens, Loc.cit, hal. 66. Universitas Sumatera Utara kepenti nyatakan bahwa Bank Indone elihara stabilitas moneter dan ngan ekonomi secara makro karena bank merupakan lembaga kepercayaan yang harus dijaga stabilitasnya oleh Bank Indonesia . Di berbagai negara, tugas menjaga stabilitas keuangan diemban oleh bank sentral, dengan dasar bahwa stabilitas moneter hanya dapat dicapai dengan sistem keuangan yang stabil. Dari sini dapat dilihat sudah seharusnya pemeliharaan stabilitas moneter dan stabilitas keuangan dilaksanakan secara simultan. Di Indonesia, memang tidak ada kerangka hukum yang secara formal dan definitif me sia memiliki fungsi dalam menjaga stabilitas sistem keuangan. Namun perlu diingat, bahwa baik fungsi kestabilan moneter maupun fungsi kestabilan keuangan akan bermuara pada hal yang sama, yaitu stabilitas harga. 22 Dengan demikian, Bank Indonesia dalam menjalankan fungsi menjaga stabilitas moneter yang diatur secara eksplisit dalam Undang-Undang No. 3 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang- Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, secara simultan juga turut menjaga stabilitas keuangan. Atau dapat pula dikatakan bahwa tugas menjaga stabilitas sistem keuangan menjadi satu dengan tugas menjaga stabilitas sistem moneter. 23 Sejalan dengan berlakunya Undang-Undang No. 3 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, Bank Indonesia juga telah memasukkan aspek stabilitas sistem keuangan dalam misinya, yaitu memelihara stabilitas nilai rupiah dengan mem 22 Zulkarnain Sitompul, Perlindungan Dana Nasabah Bank: Suatu Gagasan tentang Pendiria al. 349. n Lembaga Penjaminan Simpanan di Indonesia, Jakarta : Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002, h 23 Ibid. Universitas Sumatera Utara mendor bantuan kepada bank yang mengalami krisis likuiditas apabila ada potensi ong stabilitas sistem keuangan untuk pembangunan Indonesia yang berkelanjutan. 24 Sehingga peranan Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas keuangan bukanlah suatu hal untuk diperdebatkan lagi. Pelaksanaan tugas dan fungsi Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas keuangan antara lain menjaga stabilitas moneter, menciptakan kinerja lembaga keuangan yang sehat, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, melakukan macroprudential surveillance dan mengembangkan riset untuk pengembangan instrumen dan indikator macroprudential serta mendeteksi kerentanan sektor keuangan, dan yang tidak kalah pentingnya adalah melakukan fungsi lender of the last resort. 25 Sebagai lender of the last resort, bank sentral memiliki peranan yang sangat besar dalam menjaga stabilitas sistem keuangan. Lender of the last of resort merupakan instrumen pengawasan pada saat krisis, dimana bank sentral dapat memberikan terjadi resiko sistemik. 26 Hal ini bertujuan untuk memulihkan kepercayaan sehingga menciptakan kredibilitas bank, sehingga stabilitas keuangan juga turut terjaga. 24 Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan Bank Indonesia, “Kerangka Acuan Tugas Penelitian dan Publikasi : Peran Bank Sentral dalam Stabilitas Sistem Keuangan dan Jaring Pengaman Sektor Keuangan”, Jakarta : Bank Indonesia, Maret 2009. ashington DC : International Monetary Fund, 2001, hal. 20. 25 Ibid. 26 Zulkarrnaen Sitompul, Op.cit., hal. 346. Lihat juga : Tobias M.C. Asser, Legal Aspects of Regulatory Treatment of Banks in Distress, W Universitas Sumatera Utara Kita dapat juga mengelaborasi pendapat dari H.L.A. Hart sebagai ahli hukum yang membagi hukum ke dalam dua bentuk. 27 Pertama, primary rule, yaitu aturan yang m juan untuk menilai apakah suatu norma dapat diterima sebagai peratur ahkamah Konstitusi. Dapat disimpulkan bahwa apabila berbagai undang-undang yang mengatur kewenangan yang sama dari berbagai badan, maka semua undang-undang tersebut akan dapat diuji keabsahan dan validitasnya sesuai dengan norma dasar yang berlaku. Dalam hal ini, pengaturan sektor keuangan misalnya, dilihat dari norma dasar, Bank embebankan kewajiban dan penegakannya tergantung pada penerimaan mayoritas masyarakat. Kedua, secondary rule, yaitu aturan-aturan yang memberikan kekuasaan. Namun primary rule memiliki kelemahan-kelemahan berupa ketidakpastian, statis dan tidak efisien, maka dari itu perlu untuk membuat secondary rule yang berfungsi untuk menutupi kekurangan dari primary rule. Secondary rule terdiri atas rules of recognition, rules of change dan rules of adjudication. Rules of Recognition bertu an atau tidak dalam masyarakat. Apabila tidak memenuhi rules of recognition ini, maka tidak dapat diterima sebagai peraturan. Oleh Hart, salah satu kriteria bagi rules of recognition adalah kembali menguji keabsahannya berdasarkan norma dasar yang berlaku. Apabila suatu norma yang telah disahkan ternyata bertentangan dengan norma dasar, maka melalui rules of change, norma itu dapat dicabut dan dapat diganti dengan yang baru. 28 Di Indonesia, hal ini dapat diajukan dengan judicial review melalui M 27 M.R. Zafer, Jurisprudence: An Outline, Kuala Lumpur : International Law Book Services, 1994, h Ibid. al. 17-18. Lihat juga : Hari Chand, Modern Jurisprudence, Kuala Lumpur : International Law Book Services, 1994, hal. 54. 28 Universitas Sumatera Utara Indone bagaimana untuk mencapai tujuannya. Kedua, keputu sia memiliki kekuatan yang sangat kuat dibandingkan dengan badan-badan pengawas sektor keuangan lain seperti Badan Pengawas Pasar Modal BAPEPAM- LK dan Lembaga Penjaminan Simpanan LPS. 29 Bank sentral yang independen dan otonom harus tetap dilihat sebagai bagian dari cabang kekuasaan eksekutif, namun terpisah untuk menjalankan kebijakannya yang khusus demi efisiensi, dan lepas dari campur tangannya. Konsep ini dikenal dengan teori the principal-agent. 30 Independensi bank sentral terbatas pada kekuasaan yang ditentukan oleh undang-undang atau disepakati oleh pemerintah dan parlemen untuk didelegasikan kepada bank sentral. Dengan demikian, pemisahan adalah pemisahan fungsi, bukan pemisahan dalam arti politis. 31 Namun dari konsep independensi ini, terutama dengan pendekatan “principal-agent”, masih tersirat kesan bahwa bank sentral dalam menjalankan tugasnya, dapat sangat dipengaruhi oleh cabang eksekutif atau pemerintah sebagai principal. Alan S. Blinder sebagai ahli hukum perbankan menyatakan bahwa independensi bank sentral dapat berarti dua hal. Pertama, bank sentral memiliki kebebasan untuk menentukan san-keputusan yang diambil olehnya sulit untuk dibatalkan oleh cabang- cabang atau lembaga pemerintahan lainnya. 32 Kebebasan dalam menentukan bagaimana untuk mencapai tujuannya bukan berarti bahwa bank sentral dapat 29 Bismar Nasution, “Aspek Hukum Peran Bank Sentral Dalam Stabilitas Sistem Keuangan SSK”, Bank Indonesia : Laporan Hasil Penelitian, 2007. 30 Maqdir Ismail, Bank Indonesia : Independensi, Akuntabilitas dan Transparansi, Jakarta: Fakultas Banking in Theory and Practice, Cambridge : The MIT Press, 1998, h Hukum Universitas Al-Azhar Indonesia, 1997, hal.142. 31 Ibid. 32 Alan S. Blinder, Central al. 54. Universitas Sumatera Utara menentukan sendiri tujuannya, karena tujuan bank sentral secara umum tentu saja ditetapkan melalui legislasi yang disepakati bersama melalui suatu sistem demokrasi. Tapi yang dimaksud adalah bahwa bank sentral memiliki diskresi yang luas mengenai bagaim erkala setelah sekian waktu. 35 perubahan dengan adanya globalisasi dibidang ekonomi, sehingga menjamin atas pemberian pinjaman investasi. ana menggunakan instrumen-instrumennya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan melalui undang-undang. 33 Lebih jauh lagi, Blinder menegaskan mengapa independensi bank sentral menjadi begitu penting. Kebijakan moneter menurut Blinder memerlukan long time horizon, atau pandangan yang jauh kedepan. 34 Hal ini karena, pertama, efek-efek yang dihasilkan dari suatu kebijakan moneter, seperti yang terkait dengan inflasi baru dapat dilihat setelah sekian waktu lamanya, sehingga para decision makers tidak bisa langsung melihat hasil kerja mereka. Kedua, kebijakan-kebijakan moneter memiliki karakteristik yang sama seperti halnya aktivitas investasi, yaitu memerlukan sesuatu dibayar dimuka, dan akan mendapatkan hasil secara b Teori lain yang akan digunakan sebagai pisau analisis dalam penelitian ini adalah teori yang dikemukakan oleh Leonard J. Theberge sebagai ahli hukum ekonomi dalam tulisannya “Law and Economic Development” berpendapat ada lima fungsi atau kualitas hukum dalam pembangunan ekonomi yaitu 36 : 1. “Predictability; kualitas hukum dapat menciptakan prediktabilitas terhadap adanya kepastian hukum dalam dunia usaha khususnya pengembalian utang 33 Ibid. 34 Ibid., hal. 55. 35 Ibid. 36 Leonard J. Theberge, “Law and Economic Development”, dalam “Peranan Hukum dalam Pembang unan Ekonomi 2”, dikumpulkan oleh : Erman Rajagukguk, Jakarta : Universitas Indonesia, 1995, hal. 352. Universitas Sumatera Utara 2. Stability; kualitas hukum untuk menciptakan keseimbangan antara pengembangan dunia usaha. perlakuan yangsama antara kepentingan pemerintah disatu pihak dan atau perlakuan yang seimbang dibidang hukum publik dan bidang hukum 4. Education; fungsi edukasi kepentingan para kreditor dan debitor dalam rangka persaingan dalam 3. Fairness; kualitas hukum dalam mengatur prosedur yang menciptakan kepentingan masyarakat dunia usaha di pihak lain, sehingga tercapai keadilan perdata. melalui program sosialisasi menjelaskan perubahanperkembangan peraturan perundang-undangan kepada masyarakat. 5. tersedia sarjana hukum yang memiliki kemampuan mlihat hubungan hukum Prediktabilitas predictability jika dikaitkan dengan penelitian ini adalah bahwa Bank Indonesia sebagai otoritas perbankan dalam mengatur bank-bank yang ada di Indonesia harus mengeluarkan peraturan-peraturan yang memiliki kepastian, sehingga dapat digunakan untuk memprediksi suatu keadaan di depan. Maksudnya dalam hal ini adalah pengajuan pernyataan pailit oleh Bank Indonesia dilakukan karena Bank Indonesia adalah bank sentral untuk Indonesia. Jadi, dengan begitu yang mengatur dan mengawasi kegiatan-kegiatan perbankan antar bank adalah bank Indonesia. Dengan kata lain, yang dapat mempailitkan sebuah bank adalah Bank Indonesia saja. Jadi, dari otoritas regulator lembaga perbankan yang mempunyai peraturan mikian, bank- bank yang ada di Indonesia akan dengan mudah memprediksikan bagaimana pengaturan perbankan ke depannya. Khususnya mengenai pengaturan pengajuan Special development abilities of the lawyer; hukum dapat berperan bilamana dan pembangunan dunia usaha untuk kesejahteraan masyarakat”. yang bisa digunakan untuk memprediksi keadilan, maka selanjutnya peraturan tersebut tidak boleh berubah-ubah dengan mudah dan cepat. Dengan de pernyataan pailit oleh Bank Indonesia kepada Bank. Tujuannya adalah agar nasabah Universitas Sumatera Utara tidak panik dalam hal ini jika bukan Bank Indonesia yang mengajukan pailit terhadap bank yang ada, maka sudah dipastikan kondisi keuangan bank tersebut akan collapse. n kepastian hukum adalah keadilan yang bermanfaat bagi Bank. Dengan perlakuan Bank Indonesia yang adil maka akan dapat mengembangkan Bank yang ada. Seperti perlakuan pemberian kredit pada setiap bank yang memohon kepada Bank Indonesia. Bank Indonesia tidak boleh bersikap subjektif melainkan harus objektif dalam pengambilan keputusan untuk pemberian kredit pada Bank. Setelah perlakuan yang adil kepada Bank maka selanjutnya adalah pendidikan hukum bagi Sumber Daya Manusia SDM Bank Indonesia itu sendiri. Pada Bank Indonesia pastilah memiliki staff karyawan yang bekerja pada institusi tersebut. Dengan begitu pendidikan hukum kepada setiap staff karyawan dinilai sangat penting untuk menunjang penerapan stability, predictability, dan fairness. Begitu juga dengan pendidikan spesialis hukum, dalam hal ini untuk mendukung pendidikan hukum. Jika pendidikan hukum sudah tercapai maka spesialisasi pendidikan hukum diharapkan akan ikut tercapai juga. Setelah Sumber Daya Manusia SDM diberikan pendidikan hukum maka pastilah akan menuntut pendalaman kajian hukum, yaitu spesialisasi terhadap hukum. Seperti mengenai spesialisasi hukum asuransi, hukum perbankan, dan lain sebagainya. Inilah yang dihindari oleh Bank Indonesia sebagai penanggung jawab kelangsungan dunia perbankan. Diharapkan kepada Bank Indonesia agar berlaku adil dalam mengawasi contohnya dalam pencabutan izin-izin usaha pada Bank. Jika, keadilan hukum terpenuhi maka dipastikan kepastian hukum akan tercapai. Karena tujua Universitas Sumatera Utara Beralih ke pengajuan pernyataan pailit oleh Bank Indonesia maka tujuan dari kepailitan adalah untuk melakukan pembagian kekayaan milik debitor kepada para kreditornya dengan melakukan sitaan bersama dan kekayaan debitor dapat dibagikan kepada kreditor sesuai dengan haknya. Berkaitan dengan ini berlaku ketentuan Pasal 1131 d membayar utangnya”. 37 Menuru an Pasal 1132 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang mengatur dan memberikan kedudukan para kreditor sebagai kreditor konkuren sehingga boedel pailit akan dibagikan kepada para kreditor secara seimbang. Selain itu fungsi dari hukum kepailitan adalah untuk mencegah kreditor melakukan kesewenang-wenangan untuk memaksa debitor agar membayar utangnya. Menurut Rudhi Prasetya sebagai ahli hukum kepailitan, mengatakan bahwa : “Adanya lembaga kepailitan berfungsi untuk mencegah kesewenang-wenangan pihak kreditor yang memaksa dengan berbagai cara agar debitor t Radin sebagai ahli hukum kepailitan, dalam bukunya The Nature of Bankruptcy sebagaimana dikutip oleh Jordan, et.al., tujuan semua peraturan perundangan tentang kepailitan adalah untuk memberikan suatu forum kolektif untuk memilah-milah hak-hak dari beberapa penagih terhadap aset seorang debitor yang tidak cukup nilainya. 38 37 Kebangkrutan, Jakarta : Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman RI, 1996, hal. 1-2. Rudhi Prasetya, Likuidasi Sukarela Dalam Hukum Kepailitan, Makalah Seminar Hukum 38 , Aspek-Aspek Hukum Kepailitan; Perusahaan; dan Asuransi, Bandung : Bagus Irawan Alumni, 2007, hal. 29. Universitas Sumatera Utara Kepailitan diatur melalui Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Azas yang terkandung dalamnya, antara lain 39 : 1. “Azas Keseimbangan adalah azas yang menentukan bahwa ketentuan tersebut oleh debitor yang tidak jujur maupun oleh oleh kreditor yang tidak beritikad kemungkinan perusahaan debitor yang prospektif tetap dilangsungkan. 3. Azas Keadilan mengandung pengertian bahwa ketentuan mengenai kepailitan keadilan ini bertujuan untuk mencegah mencegah terjadinya penyalahgunaan pranata dan lembaga kepailitan baik baik. 2. Azas Kelangsungan mengandung arti bahwa ketentuan tersebut mengatur dapat memenuhi rasa keadilan bagi para pihak yang berkepentingan. Azas terjadinya kesewenang-wenangan pihak penagih yang mengusahakan pembayaran atas tagihan masing-masing hukum materilnya merupakan satu kesatuan yang utuh dari sistem hukum

2. Kerangka Konsep

Dalam melakukan penelitian tesis ini, perlu dijelaskan beberapa istilah di bawah ini sebagai definisi operasional dari konsep-konsep yang dipergunakan. Hal ini digunakan untuk menghindari kesalahan pemahaman terhadap konsep-konsep yang dipergunakan dalam penelitian ini, maka akan dipaparkan definisi operasional dari konsepsi yang digunakan, yaitu : 1. Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan terhadap debitor, dengan tidak memperdulikan kreditor lainnya. 4. Azas Integritas mengandung pengertian bahwa sistem hukum formil dan perdata dan hukum acara perdata nasional”. Hakim Pengawas, sebagaimana diatur dalam undang-undang; 40 . 39 Penjelasan Atas Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Tugas dan Wewenang Pengurus PKPU Berdasarkan Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

10 159 93

Akibat Hukum Kepailitan Terhadap Harta Warisan Ditinjau Dari Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

24 183 81

Akibat Hukum Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Terhadap Perjanjian Sewa Menyewa Menurut Undang-Undang No. 37 Tahun 2004

13 163 123

Perlindungan Hukum Terhadap Kurator Dalam Melaksanakan Tugas Mengamankan Harta Pailit Dalam Praktik Berdasarkan Kajian Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

1 3 18

TINJAUAN TENTANG KEHARUSAN DIKABULKANNYA PERMOHONAN PERNYATAAN PAILIT OLEH HAKIM (Studi KasusPertimbanganPasal 8 ayat (4) Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang di Pengadilan Negeri Niaga Semarang).

0 0 14

31 UU NO 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG

0 0 62

BAB II AKIBAT PUTUSAN PAILIT MENURUT UNDANG-UNDANG NO.37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG A. Penyebab Terjadinya Kepailitan - Kewenangan Debitur Pailit Untuk Mengajukan Gugatan Perbuatan Melawan Hukum Terhadap Kreditu

0 0 28

BAB II PUTUSAN PAILIT MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG A. Pengertian Pailit - Analisis Yuridis Putusan Pailit Terhadap PT. Telkomsel Tbk.

0 1 31

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Menurut Undang-Undang Kepailitan - Ubharajaya Repository

0 0 17

JURNAL ILMIAH RENVOI DALAM KEPAILITAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG

0 0 16